Hari masih pagi dan matahari mulai muncul di angkasa. Embun-embun pun masih bergelayutan di atas rerumputan di tengah cuaca yang masih terasa dingin.
Dalam suasana itu, tegak berdiri seorang pendekar dengan tangan kosong lalu meliuk-liukan tubuhnya sesuai jurus-jurus silat.
Adalah Syafridon (27) nama laki-laki sang pendekar itu. Tangannya cekatan memukul ke segala arah dan tendangan kakinya menghunjam ke setiap sisi.
Sesekali tubuhnya dia nampak "terbang" layaknya lompatan harimau dengan posisi kaki dan tangan tetap siap siaga.
Aktivitas itu hampir tiga bulan terakhir dilakukannya tiga kali sehari, yakni pagi, siang, dan sore sebagai rangkaian training center (TC) persiapan menuju kejuaraan nasional yang akan berlangsung beberapa hari lagi. Latihan itu bertujuan, antara lain memantapkan teknik silat, mental bertanding, dan fisik.
Tempat latihan di aula kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Balai Selasa, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Syafridon akan turun di nomor Kelas B 50 kilogram. TC menuju kejurnas juga diikuti Fauzil Mahfuz Chan untuk kelas A berat 45 kilogram dan Geby Delza Andesta kelas D berat 60-65 kilogram.
Mereka akan menjadi bagian kontingen Sumatera Barat untuk merantau dan berlaga memperebutkan medali dalam ajang Kejurnas Pencak Silat Tapak Suci tingkat mahasiswa yang berlangsung, 27 Maret hingga 4 April 2017, di Surakarta, Jawa Tengah.
Para pendekar itu tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Balai Selasa dan juga bernaung di bawah Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Pesisir Selatan.
"Sebelum terpilih mewakili Sumatera Barat, mereka melewati serangkaian seleksi ketat dari perguruannya," kata Ketua Harian IPSI Pesisir Selatan Alzukri.
Ia menceritakan dari tahap awal terdapat 25 orang pendekar yang mengikuti proses penyeleksian tersebut hingga akhirnya mereka bertiga yang terpilih.
Mereka bertiga yang terbaik dan akan merantau mewakili Sumatera Barat untuk meraih gelar terbaik secara nasional dalam kejurnas yang juga diikuti pendekar se-Indonesia.
Salah seorang atlet itu, Syafridon, mengatakan untuk ajang tersebut mereka telah melakukan persiapan dan berlatih dalam tiga bulan terakhir.
"Latihan kami lakukan hampir setiap hari di aula kampus. Baik latihan fisik, teknik, dan mental bertanding serta lainnya," katanya.
Ia menyebutkan ajang tersebut akan menjadi kehormatan baginya untuk mengharumkan nama Sumatera Barat melalui pencak silat cabang Tapak Suci.
"Saya tahu perjuangan tidak akan mudah, tapi saya harus optimis untuk membawa medali pulang ke Sumatera Barat," katanya.
Syafridon pun berencana untuk mengikuti ajang setingkat internasional, jika bisa meraih juara pertama dalam kejurnas tersebut.
Ia dan Fauzil Mahfuzchan saat ini tercatat sebagai mahasiswa jurusan Hukum Perdata Syariah, sedangkan Geby Delza Andesta pada jurusan Pendidikan Agama Islam di kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Balai Selasa.
Mereka dijadwalkan menuju kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jawa Tengah, pada 27 Maret 2017, dengan membawa harapan meraih prestasi terbaik.
Selama persiapan dan latihan, mereka mendapat dukungan dari pihak kampus, termasuk soal dana.
Perguruan silat Tapak Suci merupakan salah satu aliran pencak silat yang dimiliki organisasi masyarakat (Ormas) Muhammadiyah.
Pada kalangan sekolah dan perguruan tinggi yang dikelola ormas itu, biasanya dijadikan kegiatan ekstrakurikuler.
Perguruan Silat ini berasas Islam dan bersumber pada Al Quran dan As-sunnah.
Tapak suci adalah perguruan silat yang menunjang tumbuh dan kembangnya IPSI di Tanah Air.
Silat Minangkabau
Para pendekar (sebutan atlet pencak silat) asal Sumatera Barat cukup baik di ajang kejuaraan wilayah Sumatera, nasional, Pekan Olahraga Nasional hingga ajang internasional.
Terakhir di PON XIX/2016 di Jawa Barat, pendekar-pendekar dari daerah itu berhasil mendulang sejumlah medali emas, perak, dan perunggu.
Pencak Silat di Sumatera Barat juga telah menjadi tradisi dan budaya yang diminati banyak generasi muda daerah itu.
Silat tradisional Minangkabau bahkan pernah diangkat dalam film nasional dengan judul Merantau yang dibintangi aktor terkenal Iko Uwais dan aktris Cristine Hakim.
Bahkan, sudah mendunia lewat film The Raid yang juga dibintangi Iko Uwais dan aktor internasional lainnya.
Film Merantau mengupas tradisi turun-temurun dari Suku Minangkabau, di mana anak lelaki yang sudah berusia remaja dewasa dari suku itu diharuskan merantau ke negeri orang.
Hal itu karena dalam hubungan kekerabatan masyarakat Minangkabau menggunakan sistem matrilineal (garis keturunan dari ibu).
Dengan demikian setiap anak lelaki hanya mendapatkan sedikit harta pusako tinggi. Hal itu, membuat sebagian besar anak laki-laki Minang berusaha merantau ke negeri orang untuk mendapatkan harta yang bebas dari "pusako ibunya".
Di film itu, diceritakan seorang anak laki-laki Minang bernama Yuda yang diperankan Iko Uwais. Ia adalah seorang pendekar silat Minangkabau aliran harimau yang memulai perantauannya.
Ia harus meninggalkan keluarganya, kenyamanan, keindahan kampung halamannya, dan mencari eksistensi dirinya di keserabutan kota Jakarta.
Film ini mempertontonkan keindahan silat tradisional Minangkabau dengan jurus andalan "silat harimau-nya" yang diperankan Iko Uwais dan rekannya dan mendapat pujian dari para penonton.
Silat tradisi Minangkabau juga sering ditampilkan pada pergelaran budaya, baik di dalam maupun internasional.
Beberapa tari tradisional Minangkabau juga banyak mengadopsi gerakan-gerakan dalam silat tradisi itu. (*)