Bencana dan Pembangunan Hadang Ketahanan Pangan

id Bencana dan Pembangunan Hadang Ketahanan Pangan

Bencana dan Pembangunan Hadang Ketahanan Pangan

Ilustrasi dua petani memandangi sawah mereka yang kekeringan. (ANTARA)

Padang, (ANTARA) - Upaya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui instansi terkait untuk mencapai ketahanan pangan terutama surplus beras sering terkendala dampak bencana alam.

Selain itu, tuntutan pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur atau penggunaan lahan lainnya, juga ikut menghadang upaya surplus beras Sumbar.

Seperti saat bencana gempa 7,9 SR dan tanah longsor yang melanda Sumbar pada 30 September 2009, juga berdampak luasnya pada lahan pertanian yang ikut rusak akibat bencana itu.

Menurut Manajer Program Field-Bumi Ceria, Syafrizaldi, di Kabupaten Padang Pariaman (salah satu daerah terparah kena dampak bencana itu), ratusan hektar lahan pertanian di daerah itu tidak lagi produktif pascabencana tersebut.

Program pemberdayaan Field- Bumi Ceria, merupakan satu program Yayasan Field Indonesia didukung "United States of America for International Development" (USAID) untuk petani di Padang Pariaman agar tangguh menghadapi bencana.

Ia mengatakan, kondisi lahan yang rusak karena gempa di Padang Pariaman yang merupakan salah satu sentra produksi beras di Sumbar itu, menjadi terlantar dan mengancam produksi pertanian daerah itu serta memperburuk kesejahteraan petani yang juga korban gempa.

Di Kabupaten Padangpariaman pengurangan lahan pertanian akibat dampak gempa seperti di Nagari Kudu Gantiang, Kecamatan V Koto Timur, Nagari Batu Kalang Kecamatan Padang Sago, Nagari Lurah Ampalu Kecamatan VII Koto Sungai Sariak dan Nagari Sikucua Kecamatan V Koto Kampung Dalam dan Nagari Ulakan Tapakis.

Ia menjelaskan, di Nagari Kudu Gantiang, rangkaian bencana gempa diikuti longsor dan banjir membuat 55 hektare sawah masyarakat hancur dan 20 hektare kebun kakao rusak berat dan sampai kini belum bisa digarap.

Di Nagari Batu Kalang, 55 hektare sawah yang tertimbun longsor pascagempa 30 September 2009 hingga kini belum tidak bisa ditanami dan di Nagari Sikucua, sekitar 200-an hektare sawah rusak berat dan belum bisa diolah setelah dihantam tanah longsor.

Selanjutnya, di Nagari Ulakan Tapakis, terdapat sekitar 60 hektare sawah tidak bisa lagi diusahakan karena rusaknya irigasi karena gempa yang terjadi 30 September 2009.

Ia menyebutkan, kerusakan lahan pertanian di Padang Pariaman adalah bagian kecil dari banyak kasus kerusakan lahan di Sumatra Barat akibat meningkatnya intensitas bencana di provinsi ini.

Bencana lain di Sumbar yang berdampak pada pada lahan pertanian adalah, saat terjadi dua kali banjir bandang melanda Kota Padang pada Selasa (24/7) dan Rabu (12/9) yang menyebabkan 34,75 Hektar sawah rusak.

Selain itu, berdasarkan data Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) Penanggulangan Bencana Sumbar, dua kali bencana banjir melanda Padang menyebabkan 11 jaringan irigasi rusak berat dan satu rusak sedang.

Irigasi yang rusak itu berada di daerah Lambung Bukit, Kecamatan Pauh, Tabing Banda Gadang (Nanggalo), irigasi Batu Gadang dan Bandar Buat (Lubuk Kilangan).

Lalu, empat irigasi di masing-masing di Kalumbuk, Korong Gadang, Sungai Sapih dan Kuranji (Kecamatan Kuranji) dan irigasi Bungus Timur, Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

Pemerintah kota melalui intansi terkait memang telah mengupayakan perbaikan jaringan irigasi secepatnya, namun hingga musim tanam padi Oktober 2012 pelaksanaanya belum tuntas, sehingga pasokan air ke areal pertanian minim.

Selain karena dampak bencana alam, alih fungsi lahan pertanian di Sumbar juga menyebabkan berkurangnya lahan pertanian dan ikut menjadi salah satu kendala dalam mencapai surplus beras dan ketahanan pangan daerah itu.

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan, dalam kurung waktu lima tahun terakhir (2006-2011) alih fungsi lahan pertanian (sawah) di Sumbar mencapai 4.276 hektar.

Sebesar 4.276 hektar yang sebelumnya persawahan itu telah dialih fungsikan untuk lahan perkebunan, perumahan dan penggunaan usaha lainnya.

Berkurangnya luas areal sawah, juga akan disebabkan pemanfaatan lahan untuk kegiatan pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan jalan termasuk untuk rencana nasional pembangunan jalan tol Padang-Batas Provinsi Riau.

Sawah Baru

Menyikapi penyusutan luas lahan pertanian, Pemprov Sumbar dan pihak-pihak terkait melaksanakan percetakan sawah baru di sejumlah daerah sentra produksi.

Menurut Gubenur, pemprov dan instansi terkait telah melakukan percetakan sawah baru seluas 2.259 hektar pada 2011.

Lalu, sejak awal 2012 hingga sekarang juga telah selesai dilakukan percetakan sawah baru seluas 2.000 hektar, tambahnya.

Selain itu, untuk memotivasi masyarakat mencetak sawah baru Pemprov Sumbar membayar ganti biaya biaya sebesar Rp10 juta per hektar.

Bagi masyarakat, terutama petani yang melakukan pencetakan lahan persawahan baru di Sumbar, maka Pemprov memberikan bantuan biaya sebesar Rp10 juta untuk setiap hektar sawah baru, kata Prayitno.

Ia menjelaskan, untuk tahun anggaran 2012 Sumbar mendapat bantuan anggaran dari APBN untuk pencetakan sawah baru dengan target seluas 4.000 hektar.

Bantuan dari APBN ini telah disampaikan ke Pemerintah Kota/Kabupaten di Sumbar dan beberapa daerah telah meresponnya seperti Pesisir Selatan, Solok dan Dharmasraya.

Dengan adanya target pencetakan sawah baru tersebut dan dibantu biayanya melalui APBN, maka kekhawatiran akan makin menyusutnya lahan persawahan karena terkena lokasi pembangunan infrastruktur bisa terjawab.

Jadi adanya lahan persawahan yang terkena pembangunan, akan dapat diganti dengan pencetakan sawah baru yang dibantu pendanaannya dari APBN, tambahnya.

Sementara itu dalam pelaksanaan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2011-2015 di bidang pertanian, Pemprov Sumbar juga memasukan perluasan areal persawahan sebagai salah satu prioritas pembangunan dalam lima tahun periode tersebut.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar, luas lahan pertanian di wilayah Sumbar diawal 2011 tercatat 2.353.685 hektar, terdiri dari lahan sawah seluas 235.952 hektar dan nonsawah 2.117.733 hektar.

Untuk perluasan lahan pertanian itu Pemprov membutuhkan dana mencapai Rp7,5 miliar selama lima tahun ke depan (2011-2015) dan dilakukan secara bertahap.

Selama 2011 dilakukan peningkatan luas lahan pertanian dengan target dua persen atau seluas 42.354 hektar dengan kebutuhan anggarannya mencapai Rp500 juta.

Pada 2012 dibutuhkan dana mencapai Rp1 miliar untuk menambah luas areal pertanian sebesar empat persen atau seluas 84.708 hektar dan di ditargetkan perluasan lahan sebesar enam persen atau seluas 127.062 hektar dengan kebutuhan dana Rp1,5 miliar.

Selanjutnya pada 2014 ditergerkan perluasan lahan pertanian delapan persen atau 169.416 hektar dengan kebutuhan dana Rp2 miliar dan di 2015 ditargetkan perluasan mencapai 10 persen atau seluas 211.773 hektar dengan kebutuhan dana pelaksanaannya Rp2,5 miliar.

Perluasan luas lahan pertanian dilakukan sebagai salah satu upaya dalam peningkatan pembangunan di sektor pertanian seklaigus meningkatkan kesejahteraan petani daerah ini.

Sementara itu, terkait penggunaan lahan untuk pembangunan jalan tol, Irwan Prayitno mengatakan, proyek nasional itu akan dilakukan dengan prinsip pemilihan trase jalan yang meminimalkan pembebasan lahan.

Untuk itu, lokasi lahan pembangunan jalan tol ini direncanakan berdekatan dengan jalan yang telah ada sebelumnya, tambahnya.

Prinsip tersebut, menurut dia, disesuaikan dengan surat keputusan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Nomor. 631/KPTS/M/2009 tentang penetapan ruas-ruas jalan menurut statusnya sebagai jalan nasional.

Selain meminimalkan pembebasan lahan, pembangunan jalan tol Sumbar juga mengacu pada prinsip meminimalkan alih fungsi lahan pertanian, tambahnya.

Swasembada Pangan

Gubernur mengatakan, ditengah upaya perluasan lahan pertanian Pemprov Sumbar juga terus mengupayakan peningkatan produksi padi untuk mencapai surplus beras di daerah tersebut.

Upaya itu merupakan langkah strategis mengingat sebagian besar masyarakat Sumbar masih berusaha pada subsektor tanaman pangan sehingga surplus beras juga ditujukan untuk memantapkan Sumbar sebagai salah satu lumbung pangan nasional.

Ia menyebutkan, peningkatan produksi dilakukan dengan upaya meningkatkan produktivitas panen, perbaikan jaringan irigasi, peningkatan luas tanam, bantuan bibit unggul dan perbaikan budidaya melalui penggunaan benih padi "tanam sebatang" (PTS) dan peningkatan SDM petani melalui sekolah lapangan.

Dengan upaya-upaya itu, hasil produksi beras Sumbar selama 2011 sudah surplus beras, dengan total jumlah produksi 1.307.204 ton, sedangkan kebutuhan total 615.221 ton. Dengan demikian Sumbar telah mencapai surplus besar sebanyak 647.257 ton.

Guna mendukung surplus beras dan ketahanan pangan, maka dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2011-2015 bidang pertanian, Sumbar menargetkan produktivitas hasil pertanian tanaman padi dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun selama lima tahun pelaksanaan RPJMD itu.

Untuk 2011 target produktivitas padi Sumbar ditargetkan mencapai 50,55 ton/hektar, lalu 2012 produktivitas padi ditingkat menjadi 51,87 ton/hektar, lalu di 2013 naik lagi menjadi 53,19 ton, kemudian meningkat lagi menjadi 54,51 ton/hektar di 2014 dan 55,83 ton/hektar pada 2015.

Peningkatan produktivitas tanaman padi juga diharapkan memicu terus naiknya nilai produktivitas tenaga kerja pada sektor pertanian Sumbar selama pelaksanaan RMJMD 2011-2015.

Untuk 2011 produktivitas tenaga kerja pada sektor pertanian Sumbar ditargetkan Rp10,72 juta/orang, tahun 2011 targetnya ditingkatkan menjadi Rp11,25 juta/orang dan di 2013 ditargetkan naik lagi menjadi Rp11,78 juta/orang serta ditargetkan lagi menjadi Rp12,31 juta/orang di 2014.

Begitu pula untuk 2015, nilai produktivitas petani Sumbar ditargetkan kembali meningkat menjadi Rp12,84 juta/orang, katanya.

Target meningkatkan nilai produktivitas petani sejalan dengan arah pembangunan pada sektor pertanian Sumbar yang tidak saja untuk meningkatkan ekonomi daerah tetapi lebih dari itu untuk kesejahteraan petani, demikian Irwan Prayitno. (*)