Angkutan Udara Penyumbang Inflasi Tertinggi di Padang

id pesawat terbang

Angkutan Udara Penyumbang Inflasi Tertinggi di Padang

Ilustrasi. (Istimewa)

Padang, (Antara Sumbar) - Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat (Sumbar) mencatat angkutan udara menjadi pemicu inflasi tertinggi di Padang pada Desember 2016.

"Inflasi pada Desember mencapai 0,07 persen, angkutan udara dan pasir menjadi penyumbang terbesar dengan andil 10,41 dan 29,23," kata Kepala BPS Sumbar Dody Herlando di Padang, Selasa.

Menurut dia, Desember merupakan jadwal libur sehingga penggunaan angkutan udara meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebagaimana juga terjadi saat Lebaran.

Sementara komoditas lain yang mengalami peningkatan harga selama Desember 2016 di Kota Padang antara lain mobil, beras, rokok kretek, batu bata, bensin, telur ayam ras, rokok kretek filter, cabai rawit dan beberapa komoditas lainnya.

Pada sisi lain ada komoditas yang mengalami penurunan selama Desember 2016 yaitu emas perhiasan, bawang merah, jengkol, petai, minyak goreng, buku tulis bergaris, tomat sayur, jeruk, tahu mentah dan beberapa komoditas lainnya.

Ia mengatakan dari 23 kota di Sumatera pada Desember 2016 sebanyak 21 kota mengalami inflasi dan dua kota mengalami deflasi.

Inflasi tertinggi terjadi di Lhouksmawe sebesar 2,2 persen dan terendah di Kota Padang Sidempuan dan Tembilahan sebesar 0,02 persen.

"Kota Padang menduduki posisi 18 di Sumatera dan 74 dari seluruh kota yang mengalami inflasi secara nasional," ujarnya.

Sebelumnya Bank Indonesia perwakilan Sumbar menyatakan pada 2016 inflasi disebabkan kenaikan harga kelompok pangan bergejolak khususnya beras, cabai dan bawang merah yang pasokannya terganggu akibat gagal panen disebabkan cuaca ekstrem.

Selain itu, kelompok barang yang diatur pemerintah seperti rokok kretek dan rokok kretek filter, tiket pesawat saat Lebaran juga menjadi salah satu komoditas penyumbang inflasi di Sumbar, ujar Kepala BI perwakilan Sumbar Puji Atmoko.

Puji menilai untuk mengatasi persoalan inflasi yang terus berulang setiap tahun diperlukan strategi menyeluruh untuk jangka pendek dan menengah dalam bentuk peta jalan pengendalian inflasi yang menjadi acuan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).

Jika upaya pengendalian inflasi efektif maka akan menjamin ketersediaan pasokan pangan, harga yang terjangkau, kelancaran distribusi dan harapan positif di masyarakat, kata dia.

"Selain itu mengingat seringnya komoditas cabai menjadi pendorong inflasi, operasi pasar perlu menjadi prioritas guna mengendalikan harga," lanjut dia.

Sementara pada 2017 BI memperkirakan inflasi Sumbar berada pada kisaran 4,5 persen yang dari sisi eksternal akan dipengaruhi oleh nilai tukar dan harga komoditas minyak dan gas.

Dari sisi internal meningkatnya permintaan domestik yang dapat dipenuhi akan menjaga inflasi tetap stabil, ujar dia. (*)