OPSI: Bappenas-Kemenkeu Bertanggung Jawab Soal Pekerja Tiongkok

id Bappenas-Kemenkeu

Jakarta, (Antara Sumbar) - Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyatakan Bappenas dan Kementerian Keuangan harus bertanggung jawab soal tenaga kerja asing berasal dari Tiongkok.

"Kami menyatakan protes ke Bappenas dan Kemenkeu atas izin perjanjian utang luar negeri yang menggunakan perusahaan dan TKA serta material dari Tiongkok," katanya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (19/7).

Ia mengatakan pemerintah harus berani merevisi seluruh perjanjian utang luar negeri yang menekankan pada pinjaman luar negeri daripada mengoptimalkan peran BUMN dan tenaga kerja dalam negeri.

"Pemerintah harus memaksimalkan potensi dalam negeri untuk menutup defisit. Apabila tidak mampu juga maka pemerintah harus mencari sumber utang luar negeri yang bisa mensyaratkan perusahaan dan tenaga kerja lokal Indonesia," katanya.

Pihaknya juga meminta Bappenas dan Kemenkeu untuk menyerahkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari biaya TKA yang nilainya mencapai Rp1,09 triliun per tahun ke Kementerian Tenaga Kerja.

"Dasar hukumnya adalah penjelasan Pasal 47 Ayat (1) UU 13 Tahun 2003 yang menyatakan kewajiban membayar kompensasi dimaksudkan dalam rangka menunjang upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia," ujarnya.

Selain untuk peningkatan kualitas SDM lokal, menurut dia seharusnya dana itu juga bisa digunakan memperkuat pengawasan terhadap TKA, khususnya asal Tiongkok.

"Serikat pekerja/buruh harus bekerja sama dengan Kemenaker melakukan pengawasan langsung terhadap TKA yang ada khususnya asal Tiongkok. Serikat pekerja/buruh juga harus mendukung pengawasan TKA oleh Kemenaker," katanya.

Pihaknya mendorong Kemenaker menyediakan "hotline" khusus untuk pengawasan TKA, khususnya asal Tiongkok.

"Seluruh dinas tingkat provinsi dan kabupaten kota juga harus mendukung pengawasan TKA ini," ucap Timboel.

Pihaknya optimistis bahwa program Nawacita tidak hanya berorientasi pada hasil tetapi juga berorientasi pada proses, yaitu proses yang melibatkan secara optimal BUMN, perusahaan lokal, dan tenaga kerja Indonesia dalam pembangunan Indonesia.

"Masih ada sekitar tujuh juta pengangguran terbuka saat ini, per-Maret 2016 ini ada 28 juta penduduk miskin Indonesia. Kalau pembangunan Indonesia hanya diserahkan kepada pihak asing serta TKA, maka Presiden Jokowi sudah gagal memenuhi perintah UUD, yaitu menyediakan pekerjaan dan penghasilan yang layak untuk rakyat Indonesia," ujarnya.

Ia mengatakan suatu kebanggaan bagi bangsa ini apabila melihat infrastruktur di Indonesia adalah hasil keringat bangsa sendiri dan bukan hasil keringat TKA. (*)