Padang, (Antara) - Buaya muara yang berkeliaran di aliran sungai Silabu, Dusun Silabu, Desa Silabu Kecamatan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar) sangat meresahkan warga setempat lebih dari dua tahun terakhir. "Sudah ada empat orang yang menjadi korban, tetapi kita bersyukur mereka semua selamat," kata Kepala Desa Silabu, Demas Sakerebau di Silabu, Kamis. Ia menekankan kawanan buaya tersebut keluar dari habitatnya di Danau Sineay setelah rusak terhantam tsunami pada Oktober 2010. Hewan reptil itu berkeliaran di sekitar pohon bakau yang kerap kali dilalui warga saat hendak pergi ke ladang atau mencari ikan. Hampir setiap hari buaya-buaya itu muncul. Umumnya sering terlihat pada Selasa hingga Jumat. Selama empat hari itu hanya sedikit warga yang beraktifitas dengan sampan melewati sungai Silabu. Sementara pada Sabtu hingga Senin buaya-buaya tersebut seolah bersembunyi karena ramainya warga yang beraktifitas secara kelompok. "Kami tidak tahu jumlah pastinya. Tetapi memang cukup banyak," kata Demas. Pada bulan lalu, lanjut ia, warga menemukan dua ekor buaya yang sudah mati di pulau yang berdekatan dengan Resort Makaronis. Diduga, buaya-buaya itu dibunuh setelah dipancing warga. "Ada bekas kail pancing di rahang bagian bawahnya," katanya. Pemerintah desa bersama warga setempat sudah melakukan berbagai upaya untuk menangkap buaya-buaya tersebut dengan cara memancing dan memasang jerat namun hasilnya masih nihil. "Yang terpenting warga harus selalu waspada jika melewati sungai. Kami tidak bisa melarang warga untuk tidak melalui sungai itu karena itu adalah jalan satu-satunya yang harus mereka lalui untuk memenuhi kebutuhan ekonomi," katanya. Ia juga mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah kabupaten atau provinsi untuk menangani ancaman yang dilami warganya itu. Ia menilai, kawasan itu bisa dijadikan objek wisata apalagi buaya tersebut adalah hewan liar. "Bisa dengan membuat batas dari habitatnya. Buaya yang berada di luar ditangkap oelh yang sudah ahli dan dimasukkan kembali ke habitatnya. Saya yakin pasti semakin ramai wisatawan yang berkunjung apalagi dekat dengan Resort Makaroni tempat turis asing menginap untuk berselancar," katanya. Sementara, Eben Ezer (41) salah seorang warga yang pernah menjadi korban keganasan buaya itu mengaku cukup trauma dengan peristiwa yang dialaminya pada 2012. Saat itu dirinya hendak mencuci tangan di tepi sungai usai memberi makan babi peliharaannya. Tiba-tiba, seekor buaya berukuran sekitar empat meter menerkam ayah empat anak tersebut. Tangan kanannya tergigit dan lengan bagian atasnya terkena cakar. Bahkan, dirinya sempat ditarik hingga ke dasar danau. "Saya sudah pasrah tidak akan selamat. Saya memeluk buaya itu. Untunglah langsung dilepaskan. Lalu, saya naik ke darat dan meminta bantuan warga," katanya. Teror buaya itu juga pernah disaksikan Miller Horas Budiman Sakerebau, warga lainnya. Ia melihat salah seorang keluarganya diterkam saat memperbaiki antena parabola yang hanya berjarak sekitar tiga meter dari tepi sungai. Namun beruntung, gigitan buaya tersebut tidak mengenai saudaranya itu. "Ini harus segera diatasi pemerintah. Dikhawatirkan buaya malah naik ke darat dan menyerang warga terutama anak-anak yang rumahnya dekat sungai," katanya. (*/sun)
Berita Terkait
BKSDA menyarankan pemda buat penangkaran buaya konsep ekowisata
Rabu, 24 Juli 2024 15:37 Wib
BKSDA sarankan pemerintah buat penangkaran buaya konsep ekowisata
Rabu, 24 Juli 2024 12:06 Wib
BKSDA: Konflik buaya di Pasaman Barat imbas habitat terganggu
Rabu, 24 Juli 2024 12:05 Wib
BWS Sumatera V bangun sistem polder bantu atasi banjir rob di Padang
Sabtu, 22 Juni 2024 21:20 Wib
Pembangunan Irigasi Sayap Kanan pada Irigasi Lubuk Buaya Pesisir Selatan dilaksanakan tahun 2024
Rabu, 29 Mei 2024 21:19 Wib
BKSDA Sumbar tawarkan penangkaran buaya di Agam solusi alternatif mengatasi konflik
Jumat, 8 Maret 2024 15:05 Wib
Tim Gabungan Agam temukan warga diserang buaya muara
Kamis, 7 Maret 2024 12:49 Wib
Seorang warga Masang Agam diduga diserang buaya muara saat cari lokan
Rabu, 6 Maret 2024 19:25 Wib