Jakarta, (Antara) - Tiga politisi muda, Gubernur DKI Jakarta Jokowi (PDI Perjuangan), Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso (Partai Golkar), dan Hary Tanoesoedibjo (Partai Hanura), berpeluang mendapat dukungan rakyat dan menjadi "kuda hitam" pada Pilpres 2014. Berdasarkan survei yang dilakukan Pusat Kajian Pancasila, Hukum, dan Demokrasi Universitas Negeri Semarang (Puskaphdem-Unnes) yang diumumkan di Jakarta, Minggu, menyebutkan Joko Widodo alias Jokowi, Priyo, dan Hary Tanoe menjadi tokoh muda yang memiliki elektabilitas tertinggi. Elektabilitas Jokowi mencapai 20,28 persen, Priyo Budi Santoso (16,26 persen), dan Hary Tanoe (11,3 persen), kata peneliti Puskaphdem-Unnes Pujiono. Disusul secara berturut-turut Hidayat Nur Wahid (10,09 persen), Muhaimin Iskandar (3,92 persen), Puan Maharani (3,36 persen), Roy Suryo (2,14 persen), Anis Matta (1,02 persen), tokoh lainnya (7,66 persen), rahasia (1 persen), dan undecided voters (7,75 persen). Survei ini dilakukan pada 13 Desember 2013 hingga 30 Januari 2014 di 34 provinsi, dengan jumlah responden 1.070 orang. Pujiono mengatakan kalau ketiga politikus muda tersebut tampil di Pilpres 2014 maka akan menjadi obat penawar atas kejenuhan publik terhadap tokoh-tokoh tua yang itu-itu saja. Survei ini dilakukan untuk melihat potensi modal sosial dan politik capres muda di Pilpres 2014. Ternyata dalam survei ini ditemukan bahwa 87,37 persen responden menjawab regenerasi kepemimpinan sangat penting dan penting. Sementara tidak penting (42 persen), kurang penting (1,12 persen), dan tidak menjawab (7,28 persen). Begitu juga jika umur capres dibandingkan antara capres yang kurang dari 55 tahun dan lebih dari 55 tahun, tingkat kesukaan responden lebih tinggi pada capres di bawah umur 55 tahun. Yaitu suka di bawah 55 tahun sebesar 81,96 persen. Sementara capres yang di atas 55 tahun 71,58 persen. Keinginan publik akan munculnya capres muda juga terlihat dengan rendahnya responden yang tidak memilih ketika disodori nama capres muda. Ada 92.19 persen yang menggunakan hak pilihnya. Sementara responden yang tidak menjawab hanya 7,75 persen. "Angka ini jika dianalisis maka makna yang tersimpan adalah capres muda membuat pemilih antusias dalam memilih capres," kata Direktur Eksekutif Puskaphdem-Unnes Arif Hidayat. Dengan hasil survei itu Arif menyarankan agar partai politik yang memiliki kader muda potensial untuk mengoptimalkan diri pada Pilpres 2014. "Jika tidak maka mereka bisa kehilangan momentum sebab di Pilpres 2019 kader muda tersebut juga akan masuk kategori capres tua," katanya. Arif menilai wacana capres di Pilpres 2014 lebih variatif ketimbang tahun sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan munculnya sejumlah nama baru capres maupun cawapres. Saat ini, katanya, publik disuguhi dengan beragam capres dan cawapres. Kondisi ini berbeda jauh dengan Pilpres 2004 maupun 2009, yang calonnya itu-itu saja, katanya. Efek positif dari munculnya beragam capres ini adalah publik bisa memilih sesuai selera mereka, baik berdasar agama, suku, latar belakang ideologi dan sebagainya, kata Arif Hidayat. (*/WIJ)
