Jakarta, (Antara) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengingatkan ikan sidat diambang kepunahan apabila eksploitasi spesies tersebut berlebihan tanpa mengindahkan kelangsungan hidup di berbagai kawasan Indonesia dan tidak dilakukan budidaya yang baik. "Adanya permintaan pasar ekspor yang tinggi telah memicu aktivitas penangkapan ikan sidat yang tidak terkontrol di berbagai daerah," kata Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Zainal Arifin, dalam seminar internasional Budidaya Ikan Sidat di Asia, di Jakarta, Rabu. Menurutnya dalam satu dekade ini, ikan tersebut menjadi "lahan basah" yang populer di kalangan pengusaha budidaya sidat, dikarenakan dagingnya memiliki tekstur dan cita rasa enak serta kandungan nutrisi yang tinggi dibanding ikan lain. Bahkan, tambahnya, beberapa organ dan jaringan tubuhnya juga disinyalir memiliki kandungan senyawa penting sebagai bahan baku obat, suplemen, maupun kosmetik. "Namun peningkatan permintaan tidak seimbang dengan populasinya, Eksploitasi yang berlebihan di berbagai kawasan di Indonesia dikhawatirkan akan memicu penurunan populasinya secara drastis," kata Zaenal. Indonesia, lanjutnya, memiliki keragaman, distribusi dan kelimpahan ikan sidat terbesar di dunia, sehingga permintaan ekspor ke sejumlah negara sangat tinggi serta memiliki nilai jual yang besar. "Apalagi dengan adanya penurunan stok alamiah spesies ikan sidat di wilayah Asia Timur, membuat Jepang, Korea, Taiwan dan China serta Hongkong berlomba mendapatkan ikan tersebut dari Indonesia," tambahnya. Dia mengingatkan tidak menutup kemungkinan dalam satu dekade mendatang ikan sidat akan mengalami penurunan populasi alamiah. Zainal mengatakan pula bahwa populasi ikan sidat atlantik (A.anguila dan A.rostrata) dan ikan sidat pacific (A.japonica) siap masuk daftar CITES, yang berarti tidak bisa lagi dieksploitasi karena jumlahnya yang tinggal sedikit. (*/jno)