Pakar: Eksekusi Asian Agri Tunggu Putusan PK

id Pakar: Eksekusi Asian Agri Tunggu Putusan PK

Jakarta, (Antara) - Pakar hukum Romli Atmasasmita meminta Kejaksaan Agung menunda proses eksekusi sita aset PT Asian Agri hingga keluarnya putusan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung. "Ini harus dipertimbangkan agar tidak salah mengeksekusi dan menimbulkan persoalan baru di kemudian hari," kata pakar hukum pidana itu di Jakarta, Minggu, menanggapi pernyataan Jaksa Agung Basrief Arief yang akan mengeksekusi 14 perusahaan dalam kelompok Asian Agri pada Februari 2014. Menurut Romli, Kejaksaan Agung (Kejagung) perlu mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk mempercepat proses peninjauan kembali (PK) karena ada masalah di sana. Ia menyebutkan dari 14 perusahaan, ada delapan perusahaan yang telah diputus oleh Pengadilan Pajak yang sifatnya final dan mengikat. Romli berpendapat eksekusi memang dimungkinkan, tetapi akan menjadi persoalan jika putusan PK nantinya berbeda dengan kasasi karena sita aset telah dilakukan. Sambil menunggu proses PK, tambahnya, Kejagung sebenarnya bisa meneliti aset-aset milik perusahaan itu agar tidak bermasalah di kemudian hari. "Perlu pertimbangan matang ketika melakukan sita aset korporasi karena berbeda dengan pidana badan," katanya. Menurut Romli, dalam sita aset korporasi akan ada banyak persoalan seperti ekonomi, sosial dan rusaknya citra Indonesia di mata internasional dari keputusan yang tidak matang. Selain persoalan tenaga kerja, citra Indonesia bisa rusak karena mungkin saja perusahaan telah melakukan kerjasama dengan badan usaha di luar negeri. General Manager PT Asian Agri Freddy Widjaya menyatakan Asian Agri bukan pihak yang berperkara dan tidak pernah diperiksa, tidak pernah dihadirkan dalam persidangan dan tidak pernah diberi kesempatan membela diri di muka persidangan, namun didakwa bersalah. "MA menuntut Suwir Laut dan bukan Asian Agri," katanya. Menanggapi hal itu Romli berpendapat ada kesan keputusan tersebut lebih merupakan opini daripada produk hukum. "Mereka mengganggap karena korporasi memperoleh keuntungan dari tindakan hukum yang dilakukan Suwir Laut, dan langsung memutuskan perusahaan bersalah tanpa menyidangkannya," katanya. Menurut Romli, dalam UU Perseroan Terbatas (PT), sanksi hukum terhadap korporasi hanya bisa dilakukan jika pelanggaran dilakukan Dewan Komisaris. "Suwir Laut hanya pegawai dan bukan dewan komisaris. UU PT juga tidak menyebutkan tanggung jawab perdata tidak menimbulkan pidana," kata dia. (*/WIJ)