Mentawai (ANTARA) - Krisis kelistrikan yang terjadi di Kepulauan Mentawai, terutama di Pulau Sipora, menjadi perhatian serius PLN. Manajer PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Mentawai, Irwan Ardianto, menyatakan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan solusi paling realistis untuk jangka panjang di wilayah kepulauan tersebut.
Dalam wawancaranya bersama Padang Ekspres, Irwan mengungkapkan bahwa kondisi saat ini sangat tidak ideal. Beban terbesar listrik di Kepulauan Mentawai mencapai 70 persen berada di Pulau Sipora, sementara 30 persen sisanya tersebar di Siberut, Sikakap, dan Pagai Utara-Selatan. Seluruh pasokan listrik selama ini masih sangat bergantung pada mesin pembangkit berbahan bakar fosil.
“Kondisi mesin pembangkit di Tuapejat saat ini sudah tidak seimbang. Mereka dipaksa hidup 24 jam tanpa istirahat, dan inilah yang menyebabkan pemadaman listrik sering terjadi,” jelas Irwan pada Senin (21/4).
Ia menambahkan bahwa kondisi geografis Kepulauan Mentawai yang tidak memiliki sungai besar juga menjadi hambatan untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Oleh sebab itu, energi surya dinilai paling cocok dan potensial.
“PLTS dengan kapasitas 5,4 Megawatt akan sangat membantu mengurangi beban mesin. Minimal, bisa menggantikan beban siang hari dan memperpanjang waktu istirahat mesin pembangkit,” tuturnya.
Rencana pengembangan PLTS ini juga sudah dibahas bersama Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai, dan ditargetkan bisa direalisasikan pada tahun 2026. Untuk kebutuhan lahan, diperkirakan PLTS tersebut membutuhkan area sekitar 10 hektar.
Menurut Irwan, selain menghemat energi, iklim tropis dan intensitas sinar matahari yang tinggi di wilayah Mentawai juga sangat mendukung pengembangan energi tenaga surya ini.
“Harapan kami, proyek ini bisa terealisasi sesuai target agar warga Kepulauan Mentawai bisa menikmati listrik yang andal dan stabil,” tutupnya.