Kabupaten Solok masukan upaya mitigasi perubahan iklim ke RPJPD

id Perhutanan sosial, RPJPD, perubahan iklim

Kabupaten Solok masukan upaya mitigasi perubahan iklim ke RPJPD

Workshop praktik baik pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan oleh masyarakat melalui skema perhutanan sosial kolaborasi dengan KKI Warsi pada (20/12). (ANTARA/HO-Warsi)

Arosuka (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Solok, Sumatera Barat memasukkan mitigasi perubahan iklim dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).

Langkah ini selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk 2025-2045, kata Sekretaris Pabelitbang Kabupaten Solok Nafri, seperti rilis diterima di Padang, Jumat

Pemerintah pusat berkonsentrasi pada perubahan iklim, indikator yang digunakan adalah penurunan gas emisi rumah kaca.

Jadi untuk visi Indonesia emas tahun 2045 adalah negara nusantara yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan.

“Sesuai amanat undang-undang kita di kabupaten kota wajib mengadopsi terkait RPJPN. Di draft rancangan awal RPJPD kita ialah pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan peduli terhadap lingkungan,"katanya.

Indeks kualitas hidup yang kita gunakan ialah tiga sub indikator untuk menghitungnya pertama kualitas air, udara, dan tutupan lahan.

Nah tentu, perhutanan sosial yang telah kita lakukan di Kabupaten Solok dapat berkontribusi terhadap indikator tersebut, ujarnya.

Komitmen mitigasi perubahan iklim diturunkan melalui beberapa program. Salah satunya melalui penjagaan hutan.

Menjaga kawasan hutan artinya mencegah terjadinya pengrusakan hutan yang bermuara pada efek gas rumah kaca dan kenaikan suhu bumi. Karena itu, pemerintah Kabupaten Solok menyatakan komitmennya untuk dalam pengelolaan perhutanan sosial. Pengelolaan hutan yang baik melibatkan masyarakat.

“Lebih dari 60 persen wilayah Kabupaten Solok ialah hutan, sehingga kegiatan perhutanan sosial ini tidak hanya mengadaptasi perubahan iklim tapi juga menggerakkan ekonomi lokal. Kedepannya, kegiatan ini dapat diadopsi oleh nagari-nagari yang ada di Kabupaten Solok. Harapannya kita dapat melindungi hutan tanpa mengenyampingkan efek ekonominya terhadap masyarakat” katanya.

Justru itu, Nafri digelar kegiatan Workshop praktik baik pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan oleh masyarakat melalui skema perhutanan sosial kolaborasi dengan KKI Warsi pada (20/12).

Hampir dari setengah wilayah di Kabupaten Solok merupakan kawasan hutan atau sekitar 194,366 ha dari 358,322 ha total luasan Kabupaten Solok.

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, terdapat 13 nagari di Kabupaten Solok yang memiliki izin pengelolaan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Penjagaan dan pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat menjadi kunci dalam mitigasi perubahan iklim melalui penjagaan tutupan hutan.

Selain terkait perubahan iklim, akses legal melalui perhutanan sosial juga membantu masyarakat mengembangkan usaha berbasis potensi lokal.

“Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional. Nah, skema perhutanan sosial sejalan dengan target NDC sebab sektor kehutanan salah satu penyumbang terbesar untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” kata Ryan Thanoesya, Project Officer KKI Warsi.

Guna mencapai target NDC dengan usaha sendiri melalui penjaga hutan, perlu adanya sinkronisasi antara inisiatif masyarakat dengan upaya pembangunan di tingkat Kabupaten Solok tahun 2024.

Karena itu, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Tingkat Kabupaten Solok turut menyampaikan komitmennya untuk mendukung program perhutanan sosial.

Diantaranya melalui mendorong percepatan pembentukan Kelompok Kerja (POKJA )di tingkat Kabupaten Solok yang akan dilanjutkan dengan membuat Rencana Aksi Daerah terhadap Perhutanan Sosial.

Inisiatif masyarakat Nagari Sirukam

Di Kabupaten Solok telah dibentuk Forum Komunitas Pengelola Hutan Berbasis Masyarakat Nagari (FK-PHBMN) Kabupaten Solok pada 21 November 2022 lalu oleh KPHL Solok.

FK-PHBMN hadir atas kesamaan pandangan sejumlah masyarakat atas isu pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan.

Forum ini juga sebagai wadah masyarakat pemegang izin perhutanan sosial untuk menyampaikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dengan para pihak, termasuk menyelaraskan rencana kerja kelompok perhutanan sosial dengan rencana pembangunan pemerintah.

Masyarakat melakukan penjagaan hutan dibarengi dengan kegiatan ekonomi. Akses legal pengelolaan hutan turut mendukung perekonomian masyarakat lokal.

Seperti halnya di Nagari Sirukam masyarakat mengembangkan komoditi berbasis tanaman kehutanan. Sejak mendapatkan persetujuan hutan nagari pada 2014 lalu, telah dibentuk unit-unit usaha bernilai ekonomi berdasarkan potensi lokal yang dimiliki nagari.

“Aktivitas yang dilakukan sebagai langkah adaptasi kami ialah pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam bentuk pengembangan usaha komoditi kopi dan lebah madu,” Kata Syafrizal St. Palindih selaku perwakilan LPHN Sirukam.

Selain mengembangkan komoditi yang bernilai ekonomi, di Nagari Sirukam juga dilakukan pengembangan jasa lingkungan melalui program pohon asuh dengan total 301 pohon yang telah diasuh.

Tak ketinggalan, ekowisata di sekitar kawasan hutan nagari dengan camping dan tracking menuju pohon asuh juga tengah dikembangkan sejak tahun 2022.

Terakhir pengelolaan limbah organik sejak tahun 2022 yang telah melalui uji laboratorium pupuk kompos di BPTP Sumatera Barat dengan hasil uji kompos memiliki nilai unsur yang bagus dan layak jual.

Tidak hanya itu masyarakat di Nagari Sirukam juga melakukan langkah-langkah pemulihan hutan. Melalui reboisasi dan pengamanan hutan melalui kegiatan patroli hutan minimal sekali sebulan serta pelaporan hasil kegiatan patroli dilakukan sekali dalam tiga bulan kepada KPHL Solok.

“Kami juga melakukan reboisasi pada lahan kritis dengan total lahan 30,25 Ha dengan penanaman bibit 12.100 batang tanaman produktif dan tanaman kayu-kayuan. Penanaman ini sudah kami lakukan sejak tahun 2017, 2020, dan 2021,” tutupnya.