Pelaku usaha Rice Miling Unit di Pesisir Selatan pasok gabah dari Sumsel agar tetap eksis

id Pelaku usaha Rice Miling Unit di Pesisir Selatan,BERITA PESSEL,BERAS PESSEL,BERITA SUMBAR

Pelaku usaha Rice Miling Unit di Pesisir Selatan pasok gabah dari Sumsel agar tetap eksis

Pekerja sedang menggiling beras pada salah satu RMU di Kabupaten Pesisir Selatan

Painan (ANTARA) - Gabah asal Sumatera Selatan kini mulai membanjiri Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat sebagai dampak dari minimnya ketersediaan dan tingginya permintaan beras.

Ketua Kelompok Tani Batang Tumbulun Kecamatan Sutera Buskamil mengatakan para pelaku usaha Rice Miling Unit (RMU) terpaksa harus mendatangkan gabah dari luar daerah agar tetap bisa beroperasi, di tengah kelangkaan gabah lokal saat ini.

"Apalagi musim panen masih lama, sekitar 2 bulan-2,5 bulan ke depan. Setidaknya pada November. Apa boleh buat, jika tidak usaha penggilingan beras tentu akan berhenti," ungkapnya di Painan, Selasa (12/9).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi gabah Pesisir Selatan pada 2022 tercatat sebanyak 161 ribu ton atau naik dari periode tahun sebelumnya yang hanya 144 ribu ton.

Demikian pula dengan produksi beras dari 84 ribu ton pada 2021, menjadi 93 ribu ton periode 2022. Angka tersebut jauh di atas rata-rata konsumsi beras per kapita yang hanya sekitar 4 000 ton per tahun.

Ia melanjutkan Masuknya gabah dari provinsi tetangga itu merupakan sebuah ironi ketika Pesisir Selatan tercatat sebagai daerah penghasil gabah kedua terbesar dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat.

Keputusan pelaku usaha penggilingan beras memasok gabah dari luar daerah itu secara tidak langsung ikut meredam harga tidak terus naik. Jika tidak ketersediaan beras di pasar lokal tentu akan semakin langka.

Kondisi itu akibat sebagian besar produksi gabah petani selama ini diangkut keluar daerah. Petani hanya menyisakan sebagian kecilnya saja untuk konsumsi keluarga jelang panen berikutnya.

Mereka tidak bisa menahan gabah, karena ada kewajiban utang modal tanam seperti pupuk, benih, obat hama hingga kebutuhan biaya rumah tangga yang mesti dilunasikan, bahkan dengan bunga yang relatif besar.

"Mau tidak mau,, petani terpaksa menjual. Tentu ada sesuatu yang salah, sehingga kelimpahan produksi tidak menjadikan daerah aman dari gejolak harga," ujarnya.

Sementara di lain sisi serapan gabah petani dari pemerintah sangat minim. Ketika panen raya harga menjadi anjlok, namun akibat desakan kebutuhan petani terpaksa hasil melepas hasil panen dengan harga murah.

Karena itu menurut Buskamil pemerintah kabupaten harus menyiapkan tata kelola dan tata niaga pangan dengan baik guna mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan daerah.

Meningkatkan alokasi pengadaan cadangan pangan pemerintah melalui lumbung pangan masyarakat. Optimalisasi lumbung diyakini mampu menjadi stabilator harga, baik saat panen raya, maupun paceklik.

Pemerintah kabupaten bisa mengintervensi pasar ketika harga sedang tidak stabil. Jika terlalu diserahkan pada mekanisme pasar dikhawatirkan bakal melahirkan liberalisme dan kapitalisme pangan.

Bahkan dapat mengancam kedaulatan negara, karena harga pangan yang terus membumbung. Gejolak harga berubah jadi gejolak sosial yang kemudian mengancam stabilitas keamanan dan ketahanan negara.

Saat ini lumbung pangan masyarakat tidak berfungsi dengan mestinya, meski tiap tahun mendapat bantuan dari pemerintah. Begitu juga alokasi anggaran cadangan pangan pemerintah yang relatif kecil.

"Ya, jadi jangan main-main dengan urusan perut. Kerentanan pangan berkorelasi erat dengan kerentanan negara," tuturnya.

Dalam rentang waktu satu bulan terakhir beras terus melanjutkan rally kenaikan harga, tak hanya beras kualitas medium atau beras lokal, tapi juga kualitas premium seperti beras Solok dan Sokan Kubang.

Berdasarkan pantauan harga di Pasar Inpres Painan harga beras lokal seperti PB 42, anak daro, bujang merantau dan banang sahali kini sudah mencapai Rp16.250 per Kilogram.

Harga itu melambung dari Rp12.500 per Kilogram untuk beras lokal dan Rp14.500 untuk kualitas premium. Menurut para pedagang kenaikan dipicu minimnya pasokan.

Sebagian besar lahan pertanian di Pesisir Selatan kini masih dalam masa tanam dan baru panen pada November-Desember. Di lain sisi permintaan beras terus tumbuh, karena merupakan kebutuhan pokok.