Kejari Pasaman Barat usulkan penyelesaian dua perkara melalui restorative justice

id restorativejustice,kejari pasaman barat,manfaat restorativejustice

Kejari Pasaman Barat usulkan penyelesaian dua perkara melalui restorative justice

Kejaksaan Negeri Pasaman Barat saat mengusulkan penghentian dua perkara ke Jampidum dan disetujui karena telah memenuhi persyaratan. (ANTARA/Altas Maulana)

Simpang Empat (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Pasaman Barat, Sumatera Barat mengusulkan penghentian penuntutan atau restorative justice terhadap dua perkara kepada Jaksa Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung karena telah memenuhi kriteria aturan hukum yang ada.

"Dua perkara itu adalah perkara narkotika dan perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Usulan itu disetujui oleh Jampidum dan Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Direktur TP Oharda)," kata Kepala Kejaksaan Negeri Pasaman Barat Ginanjar Cahya Permana di Simpang Empat, Rabu.

Ia mengatakan perkara yang disetujui untuk restorative justice adalah perkara narkotika dengan nama tersangka Paisal yang disangka melanggar Pasal 127 UU Nomor. 35/2009 tentang narkotika.

Kemudian satu perkara kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan nama tersangka Monza Putra yang disangkakan melanggar pasal 44 ayat (4) UU Nomor 23/2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka narkotika yang penyelesaian perkaranya melalui restorative justice karena ada beberapa pertimbangan. Selain barang bukti tidak lebih dari satu gram juga hanya dipakai untuk diri sendiri, tidak masuk dalam jaringan narkotika dan tidak masuk dalam Daftar Pencarin Orang atau pernah dipidana pada kasus yang sama.

"Tersangka nanti akan diberikan rehabilitasi di rumah sakit yang ditunjuk dan dipantau perkembangannya sampai selesai rehabilitasi," ujarnya.

Sedangkan pada perkara KDRT dilakukan restorative justice karena keduanya sepakat untuk berdamai.

Berdasarkan hal itu, katanya, untuk mencapai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum serta untuk menciptakan keharmonisan di dalam masyarakat maka dianggap perkara dari masing-masing mereka tersebut di atas lebih tepat untuk dilakukan penghentian penuntutan.

"Penghentian penuntutan itu berdasarkan keadilan restorative justice karena sudah memenuhi kriteria untuk dilakukan restorative justice," ujarnya.

Ia mengatakan selama 2022, perkara yang penyelesaiannya melalui restorative justice sebanyak 8 perkara dan satu perkara diversi.