Program Doktor (S3) Fakultas Peternakan Unand hasilkan Disertasi Tentang Pemanfaatan Mangrove Sebagai Hijauan Pakan Ternak Berkelanjutan

id S3. Doktor, mangrove

Program Doktor (S3) Fakultas Peternakan Unand hasilkan Disertasi Tentang Pemanfaatan Mangrove Sebagai Hijauan Pakan Ternak Berkelanjutan

Sidang S3 Gusri Yanti. (ANTARA/ist)

Padang (ANTARA) - Lulusan Doktor dari Fakultas Peternakan Universitas Andalas (Unand) Dr. Gusri Yanti, SP, MP mempertahankan disertasinya yang mengangkat tentang pemanfaatan daun mangrove jenis Rhizopora apiculata sebagai hijauan pakan ternak ruminansia.

Dr. Gusri Yanti lulus sebagai Doktor dengan dengan predikat Cumlaude pada Ujian Terbuka program Doktor Fakultas Peternakan Unabd pada hari Rabu 21 Desember 2022 di Kampus Unand Limau Manis Padang.

"Disertasi saya dengan judul Pengembangan dan Potensi Mangrove (Rhizopora apiculata) Sebagai Sumber Hijauan Pakan Berkelanjutan Pada Daerah Pesisir Sumatera Barat, " ujar Dr. Gusri Yanti, dalam presentasi ujian terbuka promosi Doktor di Padang, Rabu (21/12).

Dalam ujian tersebut Dr. Yanti memaparkan bahwa daun mangrove jenis Rhizopora apiculata dapat dijadikan hijauan pakan bagi ternak seperti kambing, sapi dan jenis ruminansia lainnya melalui perlakuan tertentu.

Perlakuan inilah yang menjadi titik tolak pengembangan penelitian disertasi tersebut yang dilaksanakan melalui 3 tahap penelitian di tiga lokasi yakni di wilayah Kab. Pesisir Selatan, Kota Padang, dan Kabupaten Padang Pariaman.

Dalam hal ini daun Rhizopora apiculata yang dipangkas secara selektif dengan cara "Cut and Carry" ( potong dan angkut ) diberikan kepada hewan ternak yang dikandangkan.

"Sistem panen Cut and Carry ini akan hemberikan pertumbuhan kembali pada tanaman dan penyediaan pakan yg cukup bagi ternak dimana hewan ternak tidak dilepaskan dikawasan mangrove ujarnya.

Dalam hal ini tambah Yanti, Rhizopora apiculata dapat menjadi pakan alternatif, karena telah kandungan gizi daun mangrove cukup memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia sebagaimana dengan rumput.

Dari analisis laboratorium daun Rhizopora apiculata didapatkan komposisi kandungan gizi yaitu : protein kasar 7.32%, serat kasar 16.83%, lemak kasar 3.07%, ADF 48.62% dan NDF 54.51% yang secara standar kebutuhan cukup memenuhi syarat sebagai hijauan pakan.

Secara keseluruhan dalam dianalisis kandungan mineral, daun Rhizopora juga memiliki makromineral yang terdiri P, K, Ca, Mg, dan S serta mikro mineral Fe, Cu, Mn, Zn, Mo dan Cl yang lengkap sebagai suatu bahan

hijauan pakan memenuhi nilai kebutuhan bagi ternak ruminansia.

"Meskipun memanfaatkan mangrove untuk ternak, saya dalam penelitian ini tetap memperhatikan aspek konservasinya," katanya.

Penilaian konservasi mangrove menjadi salah satu tolok ukur penelitian tersebut tambah dia lagi.

Konservasi ini terlihat dari pola pemangkasan yang dilakukan dengan tidak merusak organ mangrove secara keseluruhan, namun memilih memangkas percabangan daun yang terlihat menutupi cabang di bawahnya.

Kemudian untuk memastikan keberlangsungan hidup tanaman Rhizopora itu, dalam penelitiannya ditambahkan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) untuk mempercepat pertumbuhan kembali dari daun mangrove yang dipangkas.

"Dalam percobaannya penggunaan ZPT, ditambahkan Yanti bahwa ZPT alami air kelapa jauh lebih efektif untuk merangsang pertumbuhan daun atau cabang dibandingkan dengan ZPT buatan" sebutnya.

Dia menambahkan tujuan penambahan ZPT ini juga membuktikan bahwa daun mangrove dapat bertumbuh kembali dalam waktu singkat dalam hal ini selama empat bulan.

Kemudian dengan penambahan ZPT dari air kelapa juga membuktikan adanya kemudahan bagi masyarakat khususnya di sekitar pesisir dalam menggunakan sistem ini untuk menghasilkan hijauan pakan alternatif untuk ternaknya.

Sebab dengan melimpahnya tanaman kelapa di sekitar wilayah pantai akan memudahkan dan meringankan biaya peternak untuk menggunakannya sebagai ZPT untuk menghasilkan hijauan dari tanaman mangrove.

"Sebelum melakukan penelitian, saya bersama tim telah melakukan analisis daya keberlanjutan dari ekosistem mangrove di lokasi penelitian," kata dia.

Analisis ini dilakukan dengan Teknik Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries) yang merupakan analisis untuk mengevaluasi keberlanjutan dari hutan mangrove suatu kawasan secara multidisiplin.

Teknik Rapfish ini didasarkan pada teknik penyusunan grafik dengan menempatkan sesuatu pada urutan atribut atau dimensi yang terukur menggunakan Multi-Dimensional Scaling (MDS).

Aspek ini merupakan faktor yang menentukan keberlanjutan ekosistem mangrove baik dari dimensi ekologi, ekonomi dan sosial yang satu sama lain saling berkaitan.

"Data dari analisis ini didapatkan dari data primer dan sekunder termasuk wawancara dengan masyarakat sekitar lokasi penelitian," ujarnya.

Dari hasil tersebut kata Yanti didapatkan tingkat keberlanjutan ekosistem mangrove di tiga kawasan yakni Pesisir Selatan, Kota Padang dan Padang Pariaman masih kurang atau jelek.

Menurutnya banyak faktor yang menyebabkan kurang berlanjutnya ekosistem tersebut, seperti masih belum terjangkaunya secara menyeluruh lokasi sehingga data yang didapat masih kurang.

Akan tetapi bila diobservasi langsung dari tiga aspek dimensi tersebut ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keberlanjutan kawasan mangrove, seperti adanya kegiatan alih fungsi lahan seperti dijadikan tambak udang, ikan, ditebang, dsb.

Kemudian belum berjalannya dg baik regulasi atau kebijakan dari pemerintah dalam pengelolaan hutan mangrove, tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarskat yg rendah tentang manfaat mangrove.

"Inilah tujuan digunakan analisis ini untuk melihat kelemahan tersebut sehingga dapat dicarikan solusinya secara bertahap guna keberlanjutan ekosistem mangrove dapat ditingkatkan," ujar dia.

Ia menjelaskan implementasi disertasi ini juga bukan semata-mata mempertahankan kelestarian ekosistem mangrove namun juga pada peningkatan ekonomi masyarakat atau peningkatan UMKM masyarakat di kawasan pesisir.

Sejauh ini katanya penelitian masih berskala laboratorium atau in-vitro namun selanjutnya dapat diaplikasikan dalam penelitian yang lebih luas lagi.

Artinya penelitian dapat dilakukan dengan skala besar dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat pesisir, ilmuwan termasuk pemerintah.

"Ada peluang bagi masyarakat membentuk industri lewat pembuatan hijauan pakan, atau penfembangan ternak dengan hijauan mangrove yang berkualitas," tambah Yanti.

Tentunya sebagai awalan penelitian ini akan dipublikasikan secara ilmiah dan kepada masyarakat melalui penyuluhan secara persuasif dalam proses pembuatannya.

Kemudian menggandeng pemerintah dan swasta untuk mengembangkannya sehingga menjadi suatu usaha mikro, kecil dan menengah yang bermanfaat untuk peningkatan pendapatan masyarakat pesisir.

Lebih lanjut bagi peternak di sekitar pesisir tentu akan memberikan alternatif hijauan pakan bagi ternaknya selain rumput yang terkadang sulit didapatkan pada lokasi tersebut.

"Tidak hanya di Sumbar, harapannya tanaman Rhizopora apiculata di mana pun dapat dijadikan hijauan pakan termasuk jenis mangrove lainnya," ujarnya.

Sementara itu Ketua Promotor Prof. Dr. Ir. Novirman Jamarun, M.Sc menilai penelitian disertasi Dr. Gusri Yanti ini memiliki kebaruan atau novelty yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan.

Dalam hal ini kata dia, pemanfaatan daun mangrove Rhizopora apiculata dengan sistem "Cut and Carry" dapat dijadikan hijauan pakan dan potensinya cukup besar untuk dikembangkan.

Menurutnya ini menjadi kebaruan karena mangrove yang selama ini terkenal dengan konservasinya sebenarnya memiliki manfaat luar biasa dalam pengembangan ternak ruminansia kecil tanpa merusak tanaman itu sendiri sebagai penahan erosi, penahan abrasi, pertumbuhan ikan-ikan dan penyerap karbon terbaik.

Bukan semata melakukan pemanfaatan dengan memangkas daun mangrove tambahnya, dengan penambahan ZPT ikut melakukan kelestarian tanaman mangrove.

"Bila ditilik dari penelitian sebelumnya mangrove banyak dimanfaatkan untuk dijadikan obat, keripik, sirop, dodol sebagai pangan namun dalam penelitian ini sebagai bahan pakan sehingga berbeda dengan penelitian-penelitian lainnya " kata dia.

Selain itu penggunaan mangrove untuk pakan banyak dilakukan di luar negeri seperti di negara Jazirah Arab, dan afrika utara.

Artinya ini merupakan terobosan baru dalam dunia peternakan khususnya bidang Hijauan Pakan di Indonesia.

Senada dg itu salah satu penguji Dr. Gusri Yanti yang menjabat sebagai Sekretaris Kepala Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat, Dr. Ferdinal Asmin, S.TP, MP mengatakan penelitian ini cukup menarik dan dapat terimplementasi bila dikembangkan dengan baik dan benar.

Meskipun demikian ujarnya, Dr Gusri Yanti harus menerjemahkan hasil ini secara jelas kepada masyarakat dan pemerintah sehingga dapat dimengerti dan direkomendasikan dalam kebijakan.

Lebih lanjut kata dia, penelitian ini juga akan mengubah persepsi banyak pihak yang menegaskan bahwa mangrove sangat rawan dimanfaatkan karena berkaitan dengan konservasi daerah pesisir.

Untuk itu pihaknya menunggu tindak lanjut dari penelitian ini termasuk sosialisasi kepada berbagai elemen masyarakat.

Sementara itu dalam Ujian Terbuka Doktor tersebut, Dr Gusri Yanti memperoleh nilai A dan dinyatakan lulus dengan prediket Cumlaude dengan IPK 4.0.

Ibu dua anak yang lahir 36 tahun lalu di Padang itu menamatkan studi Program Doktor di Prodi Ilmu Peternakan selama tiga tahun lima bulan.

Dr. Gusri Yanti disahkan menjadi doktor di bawah Promotor yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Novirman Jamarun, MSc dengan anggota Dr. Ir. Suyitman, MP, dan Dr. Benni Satria, MP.

Dalam sidang yang dihelat di gedung Peternakan Convention Centre Fakultas Peternakan Unand, Dr. Gusri Yanti diuji oleh empat orang dosen yakni Prof. Dr. Ir. Mardiati Zain, MS, Dr. Ir. Indra Dwipa, M.S, Dr. Imana Martaguri, S.Pt, M.S dan penguji eksternal Dr. Ferdinal Asmin, S.TP, MP.*