Painan (ANTARA) - Pejabat Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Pertanahan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat menegaskan hingga saat ini pihaknya belum mengetahui apa yang menyebabkan tercemarnya air parit di belakang PT Kemilau Permata Sawit yang berkedudukan di Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan, daerah setempat.
"Hasil uji laboratorium menyebut bahwa air tercemar, namun kami tidak tahu apa yang menyebabkan air parit tersebut tercemar," kata Kepala Bidang Penataan, Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan (P3KL), Andi Fitriadi Amdar di Painan, Jumat.
Sebelumnya ia berjanji akan mencari tahu penyebab air parit tercemar, namun hingga saat ini janji tersebut belum juga tunaikan.
Saat pengambilan sampel air di parit yang dilakukan pada hari Kamis (25/8/22) dibuat berita acara sebagai pelengkap kegiatan, dokumen itu ditandatangani oleh tim dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Pertanahan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Pesisir Selatan yakni Sofia Akhrita, Okta Fikri, dan Muhammad Naufal.
Selanjutnya tim dari UPTD Laboratorium Lingkungan Hidup Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Pertanahan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Pesisir Selatan yakni Zulpadri, dan Debi Sri Rahayu, serta pihak pengadu, dan terakhir pihak PT Kemilau Permata Sawit.
Pada berita acara itu dibuat rangkaian kegiatan diantaranya ialah, dari lokasi pengambilan sampel air di parit, tim selanjutnya menyisir aliran parit sampai ke batas lahan perusahaan.
Kemudian di batas perusahaan ditemukan adanya pipa HDPE di lahan PT Kemilau Permata Sawit, setelah ditelusuri ternyata pipa berasal dari IPAL kolam lima dan tujuh milik pabrik namun dalam kondisi terpotong.
Terpisah warga setempat, Syafril, mengungkap bahwa limbah ke PT Kemilau Permata Sawit telah dialirkan ke parit sejak 2017 sehingga menyebabkan lahan pertanian miliknya, dan satu warga lain terendam.
Pada tahun itu rumput dan kayu mati akibat tergenang, dan luasan genangan limbah waktu mencapai lebih kurang sekitar dua hektare.
Selanjutnya di 2018 pihaknya meminta perusahaan untuk menggali parit supaya genangan limbah bisa mengalir, dan lahan pertanian bisa diolah, namun hingga 2019 limbah masih belum kering dengan maksimal.
Di 2020 setelah lahan bisa diolah, ia pun mengusahakan budidaya jahe, dan menanam kelapa sawit, namun pada 2021 air limbah meluap hingga menyebabkan jahenya gagal panen.
"Kemarin Kamis (3/11) pihak perusahaan sudah membuka komunikasi dengan kami untuk dilaksanakan pembayaran ganti rugi, dan kegiatan tersebut juga diketahui oleh Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Pertanahan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Pesisir Selatan, Mukhridal, dan jajarannya, termasuk juga Camat Lunang, dan wali nagari yang waktu itu berkesempatan meninjau areal pertanian saya," ujarnya.