Satreskrim Polres Dharmasraya sediakan Ruang Restoratif Justice untuk penyelesaian perkara
Pulau Punjung, (ANTARA) - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar) menyediakan ruang keadilan restoratif (restorative justice) untuk masyarakat dalam penyelesaian sebuah perkara.
Kasat Reskrim Polres Dharmasraya, Iptu Dwi Angga di Pulau Punjung, Rabu mengatakan dibentuknya ruangan keadilan restoratif merupakan tindaklanjut Perpol Nomor 8 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan restorative justice oleh Satreskrim Polres Dharmasraya.
"Dalam mendukung penerapan keadilan restoratif tentu diperlukan pendukung fasilitas sarta sarana dan prasarana lainnya, inilah yang kita bentuk," katanya.
Ia mengatakan tempat penerapan keadilan restoratif itu diberi nama "Ruangan Restorative Justice Satriyo Pambudi Luhur Polres Dharmasraya". Fasilitas tersebut diharapkan dapat menunjang kegiatan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Ia menyebutkan penanganan perkara melalui keadilan restoratif baru-baru ini telah dilakukan antara kedua belah pihak dalam kasus dugaan tindak pidana penganiayaan. Setelah melalui mediasi kedua belah pihak sepakat untuk tidak melanjutkan kasus tersebut.
"Tentu dalam penerapan keadilan restoratif ini kita lakukan sesuai SOP dan ketentuan yang ada, artinya ada prosedurnya," katanya.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri memaparkan syarat-syarat apabila ingin menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian sebuah perkara.
"Persyaratan formal dan materiel harus dipenuhi dahulu dalam penerapan keadilan restoratif," kata Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri Komisaris Besar (Kombes) Polisi Pitra A. Ratulangi pada diskusi bertajuk Kontekstualisasi Implementasi Keadilan Restoratif di Indonesia di Jakarta, Rabu (6/7).
Untuk syarat materiel, ketika akan menerapkan keadilan restoratif, tidak boleh menimbulkan keresahan atau penolakan di tengah masyarakat, dan tidak boleh berdampak pada konflik sosial, termasuk perkara yang berpotensi memecah belah bangsa.
Tidak hanya itu, penerapan keadilan restoratif juga tidak boleh diterapkan pada kasus radikalisme dan separatisme, tetapi pelaku kejahatan yang berulang atau residivis.
Pada diskusi itu, Kombes Pol. Ratulangi juga sebutkan perkara apa saja yang tidak boleh diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif.
"Tindak pidana terorisme, korupsi, dan tindak pidana terhadap keamanan negara tidak boleh ditangani melalui mekanisme keadilan restoratif di kepolisian," katanya menegaskan.
Ia menyebutkan terdapat syarat khusus dalam penanganan perkara narkotika melalui mekanisme keadilan restoratif. Dalam implementasinya, polisi fokus pada korban dan pecandu.
Namun, apabila tersangka atau terdakwa adalah sindikat jaringan narkoba atau pengedar, mekanisme keadilan restoratif tidak bisa diterapkan. (*)
Kasat Reskrim Polres Dharmasraya, Iptu Dwi Angga di Pulau Punjung, Rabu mengatakan dibentuknya ruangan keadilan restoratif merupakan tindaklanjut Perpol Nomor 8 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan restorative justice oleh Satreskrim Polres Dharmasraya.
"Dalam mendukung penerapan keadilan restoratif tentu diperlukan pendukung fasilitas sarta sarana dan prasarana lainnya, inilah yang kita bentuk," katanya.
Ia mengatakan tempat penerapan keadilan restoratif itu diberi nama "Ruangan Restorative Justice Satriyo Pambudi Luhur Polres Dharmasraya". Fasilitas tersebut diharapkan dapat menunjang kegiatan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Ia menyebutkan penanganan perkara melalui keadilan restoratif baru-baru ini telah dilakukan antara kedua belah pihak dalam kasus dugaan tindak pidana penganiayaan. Setelah melalui mediasi kedua belah pihak sepakat untuk tidak melanjutkan kasus tersebut.
"Tentu dalam penerapan keadilan restoratif ini kita lakukan sesuai SOP dan ketentuan yang ada, artinya ada prosedurnya," katanya.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri memaparkan syarat-syarat apabila ingin menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian sebuah perkara.
"Persyaratan formal dan materiel harus dipenuhi dahulu dalam penerapan keadilan restoratif," kata Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri Komisaris Besar (Kombes) Polisi Pitra A. Ratulangi pada diskusi bertajuk Kontekstualisasi Implementasi Keadilan Restoratif di Indonesia di Jakarta, Rabu (6/7).
Untuk syarat materiel, ketika akan menerapkan keadilan restoratif, tidak boleh menimbulkan keresahan atau penolakan di tengah masyarakat, dan tidak boleh berdampak pada konflik sosial, termasuk perkara yang berpotensi memecah belah bangsa.
Tidak hanya itu, penerapan keadilan restoratif juga tidak boleh diterapkan pada kasus radikalisme dan separatisme, tetapi pelaku kejahatan yang berulang atau residivis.
Pada diskusi itu, Kombes Pol. Ratulangi juga sebutkan perkara apa saja yang tidak boleh diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif.
"Tindak pidana terorisme, korupsi, dan tindak pidana terhadap keamanan negara tidak boleh ditangani melalui mekanisme keadilan restoratif di kepolisian," katanya menegaskan.
Ia menyebutkan terdapat syarat khusus dalam penanganan perkara narkotika melalui mekanisme keadilan restoratif. Dalam implementasinya, polisi fokus pada korban dan pecandu.
Namun, apabila tersangka atau terdakwa adalah sindikat jaringan narkoba atau pengedar, mekanisme keadilan restoratif tidak bisa diterapkan. (*)