Padang (ANTARA) - Keringat merupakan cairan normal pada tubuh manusia yang diproduksi oleh kelenjer keringat yang terdapat di bawah kulit. Kelenjer keringat terbanyak terletak di area ketiak, dahi, telapak tangan dan kaki. Keringat mengandung air, garam dan lemak. Fungsi utama keringat adalah untuk menjaga suhu tubuh agar tetap normal. Dalam kondisi normal keringat banyak diproduksi ketika metabolisme tubuh meningkat seperti ketika berolahraga, aktivitas fisik berat, peningkatan suhu tubuh, peningkatan suhu sekitar, konsumsi makanan pedas dan kondisi emosional (cemas, gelisah, stress). Pada kondisi tertentu keringat bisa diproduksi secara tidak normal saat terjadi gangguan produksi keringat. Salah satu kelainan produksi keringat ini dikenal dengan istilah Hiperhidrosis. Hiperhidrosis adalah suatu keadaan terjadi produksi keringat secara berlebihan bahkan ketika tidak sedang berolahraga, tidak demam, tidak ada aktivitas, dan lain-lainnya.
Secara teori, hiperhidrosis terdiri atas hiperhidrosis primer dan sekunder. Hiperhidrosis primer merupakan keadaan sistem saraf terlalu aktif dalam merangsang kelenjar keringat sehingga kelenjar keringat mengeluarkan keringat meski tidak dipicu oleh aktivitas fisik atau kenaikan suhu tubuh. Penyebab utama kondisi ini masih belum diketahui, namun dikaitkan erat dengan riwayat keluarga. Hiperhidrosis primer biasanya terjadi pada satu atau beberapa area tubuh, terutama di ketiak, tangan, kaki, atau dahi. Keringat berlebih tidak muncul saat tidak beraktivitas berat dan bahkan saat santai atau istirahat. Umumnya, hiperhidrosis primer terjadi sejak masa kanak-kanak atau remaja. Sementara hiperhidrosis sekunder terjadi karena adanya kondisi medis lain seperti penyakit diabetes, hipertiroidisme, penyakit asam urat, menopause, obesitas, beberapa jenis kanker, konsumsi obat-obatan atau suplemen tertentu. Hiperhidrosis sekunder biasanya menyebabkan seluruh tubuh mengeluarkan keringat secara berlebihan yang juga timbul dalam kondisi walaupun tidak beraktivitas atau sedang istirahat. Penderita biasanya baru mengalami hiperhidrosis sekunder setelah usia dewasa.
Hiperhidrosis biasanya menimbulkan gejala yang jelas berupa kondisi keringat keluar secara berlebihan bahkan di saat tidak melakukan aktivitas berat dan dalam keadaan fisik maupun lingkungan yang normal. Pasien mulai risih dan tidak nyaman karena biasanya pakaiannya sering basah karena keringat, aktivitas mulai terganggu seperti kesulitan memegang pena, mengetik, membuka pintu, membuka tutup botol, kulit terkadang lebih tipis, pecah-pecah, terkelupas dan berwarna lebih pucat/kemerahan dan bahkan terkadang rentan terjadinya infeksi kulit. Jika kondisi tersebut sudah dialami maka sebaiknya segera periksa ke dokter.
Pemeriksaan darah, urin dan pemeriksaan lainnya dibutuhkan untuk memastikan tidak ada kondisi medis lain yang memicu kondisi hiperhidrosis. Jika ada kelainan medis lain yang mendasari maka terapi untuk penyakit utama tersebut akan dilakukan terlebih dahulu. Pada kondisi terjadi hiperhidrosis primer maka beberapa terapi bisa menjadi pilihan. Obat-obatan seperti jenis antiperspirant yang mengandung aluminium klorida bisa dioleskan di kulit pada malam hari dan harus dibersihkan pada pagi harinya, namun demikian, obat ini dapat menyebabkan iritasi di mata dan kulit. Oleh sebab itu, pemakaiannya harus dengan petunjuk dokter dan dilakukan secara hati-hati. Obat lainnya adalah golongan antikolinergik, seperti glycopyrronium, untuk menghambat kerja saraf yang memicu keringat. Obat golongan antidepresan juga bisa diberikan untuk mengurangi produksi keringat dan meredam kegelisahan yang dapat memperparah hiperhidrosis.
Terdapat juga tindakan berupa merendam tangan atau kaki pasien ke dalam air. Setelah itu, aliran listrik akan disalurkan lewat air untuk menghambat kelenjar keringat, tindakan ini disebut iontophoresis. Tindakan ini dibutuhkan berkali-kali dengan angka keberhasilan yang juga tidak terlalu tinggi. Terapi ini efektif pada beberapa pasien. Namun, efeknya tidak bertahan lama dan harus diulang berkali-kali. Suntik botox atau botulinum toksik juga dapat menghambat saraf yang menyebabkan keringat berlebih untuk sementara. Efek suntik botox dapat bertahan hingga 12 bulan dan harus diulang. Namun, terapi ini berpotensi menyebabkan lemah otot sementara pada bagian tubuh yang disuntik. Terapi lain berupa terapi gelombang mikro untuk menghancurkan kelenjar keringat. Terapi ini sayangnya dapat menimbulkan efek samping berupa rasa tidak nyaman dan perubahan sensasi pada kulit.
Pilihan terakhir dan paling menjanjikan bagi penderita hiperhidrosis adalah pembedahan yang dikenal dengan nama simpatektomi. Simpatektomi adalah prosedur pembedahan memotong dan membakar jaringan saraf simpatis yang berjalan sepanjang tulang belakang yang bertujuan mengurangi atau menghilangkan rasa simpatis sesuai dengan lokasinya. Prosedur ini dilakukan pertama kalinya oleh Royle pada tahun 1923. Angka keberhasilannya di atas 90 persen dengan potensi untuk berulang sekitar 10 persen. Walaupun tindakan ini dilakukan dengan kondisi pasien ditidurkan (bius total), namun nantinya sayatan luka operasi hanya kecil dengan ukuran maksimal 1cm di dua atau tiga tempat berbeda. Sayatan dilakukan di dinding dada bagian samping. Dari luka kecil ini nanti akan masuk kamera ke dalam rongga dada sambil paru-paru diistirahatkan sementara agar rongga dada bisa terlihat dengan baik dan memudahkan mengidentifikasi ganglion simpatis. Kemudian dengan panduan kamera dimasukkan alat melalui sayatan kecil kedua untuk membakar dan memotong saraf simpatis di rongga dada tersebut.
Tindakan pembedahan simpatektomi ini dilakukan oleh dokter spesialis Bedah Toraks Kardiak dan Vaskular (BTKV). Tindakan operasi biasanya dilakukan 1-2 jam. Jika operasi lancar dan perawatan pasca operasi juga aman, maka pasien biasanya bisa pulang kisaran hari ketiga pasca operasi. Pengalaman kita di BTKV RSUP M. Djamil Padang, dari beberapa pasien yang sudah kita dilakukan simpatektomi menyatakan kepuasan maksimal dan keluhan keringat berlebihannya yang juga hilang. Sejauh ini belum ada laporan kekambuhan kembali hiperhidrosisnya. Untuk itu, jangan ragu mengonsultasikan ke dokter jika ada kecurigaan mengalami hyperhidrosis. Walau operasi pembedahan terlihat berat, namun semua prosedur pembedahan sudah dilakukan kepada banyak pasien dan sudah ada standarnya.
(Penulis merupakan Kepala Divisi Bedah Toraks Kardiak dan Vaskular / BTKV RSUP dr. M. Djamil Padang)