Padang (ANTARA) - Ratusan massa yang tergabung dalam Driver Online Sumatera Barat (Sumbar) Bersatu mendatangi gedung DPRD Sumbar, Selasa (13/9) menggelar aksi penolakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang berdampak buruk terhadap perekonomian mereka.
Salah satu perwakilan Driver Online Sumbar Bersatu Roem di Padang, Selasa mengatakan pihaknya menolak kenaikan BBM bersubsidi yakni pertalite sekarang dijual Rp10 ribu per liter dan kondisi itu berdampak kepada buruk terhadap ekonomi keluarga dan sangat miris, dahulu bisa membawa Rp100 ribu pulang kerumah, sekarang Rp 30 ribu saja.
Selanjutnya, melalui DPRD Sumbar kita menyuarakan cabut izin aplikator yang tidak patuh terhadap regulasi dan tidak mematuhi regulasi dari Kementerian Perhubungan.
"Kita berharap Ketua DPRD Sumbar, bisa menjalankan fungsi pengawasan akan hal ini sehingga aplikator nakal bisa ditertibkan," katanya.
Selain itu beberapa tuntutan lainnya yang diharapkan dapat ditindaklanjuti DPRD sebagai perwakilan masyarakat di parlemen seperti pemerataan tarif untuk seluruh aplikator, bentuk payung hukum untuk driver online dan mewujudkan kesejahteraan sosial bagi driver online Indonesia serta menolak aplikasi baru yang beroperasi di Sumbar.
Sementara itu Ketua DPRD Sumbar Supardi yang menyambut kedatangan perwakilan masa tersebut mengatakan, terkait penolakan kenaikan BBM bersubsidi, DPRD dalam beberapa waktu terakhir sibuk dengan menerima tuntutan yang sama dari berbagai kalangan, meski kenaikan BBM merupakan kebijakan pemerintah pusat DPRD Sumbar sebagai representasi masyarakat akan menindaklanjuti hingga ke pusat.
Supardi juga menjelaskan tentang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022. Aturan ini mewajibkan pemerintah daerah (pemda) untuk menyalurkan dua persen dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk bantuan sosial.
Adapun bantuan sosial tersebut diarahkan kepada tukang ojek, pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan nelayan. Kemudian juga ditujukan untuk penciptaan lapangan kerja serta pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
Dalam PMK tersebut, alokasi yang sebesar dua persen ari dana transfer umum tersebut bertujuan untuk memitigasi dampak inflasi. Dalam rangka mendukung program penanganan dampak inflasi, Daerah menganggarkan belanja wajib perlindungan sosial untuk periode bulan Oktober 2022 sampai dengan bulan Desember 2022.
"Salinan PMK tersebut belum kami terima dan mudah-mudahan dalam waktu dekat ini kita bisa merealisasikan sesuai dengan PMK yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat sehingga dapat membantu teman-teman driver ojek kita," kata dia.
Supardi mengimbau kepada aplikator nakal yang sering merubah tarif agar senantiasa patuh kepada ketentuan yang dikeluarkan Menteri Perhubungan.
"Kenyataan di lapangan sering kita lihat tarif ojek online ini selalu berbeda-beda, ada yang murah dan ada yang mahal. Sehingga ini merupakan hal yang sangat merugikan. Sementara Kementerian Perhubungan sudah menentukan tarif tentang masalah itu," katanya.