Painan (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menegaskan agar pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Listrik Mikro hidro memberikan imbal hasil lingkungan di daerah operasionalnya.
Wakil Menteri Alue Dohong menyampaikan pembagian dana imbal hasil lingkungan itu merupakan hak daerah yang besarannya sesuai dengan kesepakatan antara daerah sumber energi dengan perusahaan, di luar sana coorporate social responsibility (CSR).
"Jadi, daerah sebagai penghasil sumber energi primernya juga harus dapat untung di sana," tegas Wamen baru-baru ini di Painan.
Menurut Wamen bagi hasil penjualan energi listrik yang dikembangkan melalui PLTMH sejatinya juga harus dinikmati pemerintah daerah, tidak hanya sekedar pajak yang dibayarkan pada pemerintah pusat semata.
Karena pada prinsipnya hirarki pemerintah itu terintegrasi dari pusat sampai tingkat desa sebagai terdepan pemerintahan. Artinya pemerintahan itu di Indonesia adalah satu nafas mulai dari pusat sampai desa.
Pembagian dana imbal hasil lingkungan itu nantinya bisa digunakan untuk merawat kelestarian hutan sebagai sumber air dari operasional pembangkit. Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap kelancaran operasional PLTMH.
"Mau itu dikembangkan penanaman modal asing, penanaman modal dalam negeri, Badan Usaha Milik Negara maupun Badan Usaha Milik Daerah, mereka tetap harus bayar itu," ujar Wamen.
Bahkan Wamen menyatakan dirinya bakal menegur jika pengembang PLTMH tidak memberikan nilai imbal hasil lingkungan pada daerah, apalagi tidak pernah beraudiensi dengan pemerintah kabupaten.
Sementara Bupati Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat Rusma Yul Anwar mengungkapkan hingga kini daerah itu belum pernah dana imbal hasil lingkungan dari pengembang PLTMH.
Sementara di daerah berjuluk 'Negeri Sejuta Pesona' itu terdapat sejumlah PLTMG, namun selama dua tahun menjabat sebagai bupati, dirinya mengaku belum pernah ditemui pengembang.
Di lain sisi bupati juga tidak menampik jika pemerintah kabupaten pun sampai saat ini belum pernah meminta atau mengundang para pengembang untuk beraudiensi, karena dikhawatirkan ada kesalahan persepsi.
"Nanti jika kami panggil asumsinya lain-lain pula. Nah, kami tidak mau itu terjadi," sebut bupati.
Padahal jika terjadi gejolak sosial atau peristiwa alam di sekitar area operasional pembangkit penyelesaiannya tentu tidak bisa dilepaskan dari campur tangan pemerintah kabupaten.
Namun yang terjadi di Pesisir Selatan lanjut bupati jangankan memberikan imbal hasil lingkungan pada daerah operasionalnya, keberadaan pembangkit justeru banyak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Salah satunya adalah soal kondisi jalan yang kian parah akibat mobilisasi kenderaan berat waktu pelaksanaan pembangunan pembangkit dan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan lainnya.
"Kami atas nama pemerintah kabupaten tentu berharap pada pengembang agar memerhatikan daerah operasional sesuai yang disampaikan Pak Wamen," ujar bupati.