Solok (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Solok, Sumbar meluncurkan program makan tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri tanpa anemia (Putri Tamia) dalam rangka penanggulangan dan pencegahan stunting di Kota Solok dan implementasi gerakan masyarakat hidup sehat (germas) yang diadakan di SMA Negeri 4 Kota Solok, Jumat.
Wali Kota Solok Zul Elfian Umar di Solok, Jumat dalam sambutannya mengatakan program suplementasi tablet tambah darah (TTD) pada remaja putri sudah dimulai sejak tahun 2014 lalu dan saat ini menjadi salah satu intervensi spesifik dalam upaya penurunan stunting.
"Suplementasi TTD pada remaja putri merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memenuhi asupan zat besi untuk mencegah anemia yang dapat menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh," kata dia.
Dengan demikian mudah terkena penyakit infeksi, menurunnya kebugaran dan ketangkasan berpikir karena kurangnya oksigen ke sel otot dan sel otak, serta menurunnya prestasi belajar.
Lebih lanjut, ia mengatakan dalam jangka panjang jika remaja putri tersebut menjadi ibu hamil maka akan menjadi ibu hamil yang anemia juga yang akan meningkatkan risiko persalinan, kematian ibu dan bayi, serta infeksi penyakit.
Pemberian TTD dengan dosis yang tepat dapat mencegah anemia dan meningkatkan cadangan zat besi di dalam tubuh. Pemberian TTD dilakukan pada remaja putri mulai dari usia 12-18 tahun di institusi pendidikan (SMP dan SMA atau yang sederajat) melalui UKS.
Dosis pencegahan dengan memberikan satu tablet tambah darah setiap minggu selama 52 minggu.
"Jika di sekolah sudah membagikan TTD kepada remaja putri, lanjutkan dengan memberikan edukasi dan pengingat agar mereka meminum TTD setiap minggu secara rutin dan juga beritahukan cara minum yang benar yaitu diminum tidak dalam keadaan perut kosong, untuk mencegah efek samping," kata wako.
Selain itu, Zul juga mengatakan bahwa iman dan takwa adalah hal utama dalam kehidupan kemudian segi kesehatan. Para pelajar harus beriman dan bertakwa dengan sebenar-benarnya.
Menurut dia anemia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang dapat dialami oleh semua kelompok umur mulai dari balita, remaja, ibu hamil sampai usia lanjut.
Ia menyebutkan berdasarkan data Riset kesehatan dasar tahun 2018, prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 persen, artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia.
Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktifitas fisik.
Anemia pada remaja putri akan berdampak pada kesehatan dan prestasi di sekolah dan nantinya akan berisiko anemia saat menjadi ibu hamil yang dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan janin yang tidak optimal serta berpotensi menyebabkan komplikasi kehamilan dan persalinan serta kematian ibu dan anak.