Padang (ANTARA) -
Telah lebih seminggu waktu berlalu sejak kasus mark-up atau pendongkrakan nilai pada PPDB Sumbar, tetapi belum ada solusi yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sumbar untuk siswa yang dirugikan atau menjadi korban. Berita media massa justru banyak menampilkan rasa empati untuk siswa yang nilainya digelembungkan. Sedangkan siswa yang menjadi korban dirugikan malah terlupakan. Jika dicerna dengan jernih, maka pihak yang paling dirugikan pada kasus ini adalah siswa peserta PPDB yang gagal masuk ke sekolah favorit pilihan mereka karena adanya pendongkrakan nilai ini.
Dengan melihat data perankingan PPDB jalur prestasi akademik, maka kita dapat melakukan analisa dan mengidentifikasi siswa yang menjadi korban PPDB. Yaitu siswa yang gagal masuk sekolah pilihannya dengan dua kriteria. Kriteria pertama, nilai rapor nya lebih tinggi dari batas nilai yang diterima di sekolah pilihan. Sebagai contoh pada SMA Negeri 1 dan 10 Padang, batas nilai rapor yang diterima sama yaitu 92,92. Pada SMA Negeri 3 Padang, batas nilai yang diterima adalah 92,40 dan batas nilai yang diterima pada SMA Negeri 2 Padang adalah 91,48. Sedangkan pada SMA Negeri 4 Padang, batas nilai yang diterima adalah 90,84.
Kriteria kedua adalah siswa yang memantau perankingan nilai rapor yang ditayangkan online dan kemudian pada akhirnya menentukan pilihan pada hari terakhir pendaftaran berdasarkan perankingan sementara tsb. Ranking sementara yang ditampilkan pada website PPDB Sumbar pada hari terakhir pendaftaran yaitu tanggal 24 Juni 2022, telah menjadi sumber informasi menyesatkan sehingga siswa tersebut keliru dalam mengambil keputusan untuk menentukan SMA yang akan dipilih. Sebagai contoh, siswa yang tadinya ingin masuk ke SMA Negeri 1 Padang kemudian berubah pikiran dan memilih SMA lainnya karena melihat pendaftar pada SMA Negeri 1 Padang memiliki nilai yang lebih tinggi dari nilainya. Tetapi belakangan pada saat melihat hasil ranking final, siswa tersebut mengetahui bahwa dia telah disesatkan oleh informasi tidak valid akibat adanya kecurangan.
Jika kedua kriteria tersebut digunakan maka kita dapat menentukan seberapa banyak siswa yang menjadi korban dari kasus ini. Mari kita lihat contoh pada SMA Negeri 1 Padang. Analisa data ranking final hasil PPDB jalur prestasi akademik menunjukkan bahwa terdapat setidaknya 3 siswa yang diterima di SMA Negeri 2 padang, 13 siswa yang diterima pada SMA Negeri 3 Padang, 5 siswa yang diterima pada SMA Negeri 4 Padang, dan 6 siswa yang diterima pada SMA Negeri 10 Padang yang potensial menjadi korban kasus ini sehingga gagal masuk ke SMA Negeri 1 Padang. Menggunakan metode yang sama, kita dapat mengidentifikasi siswa yang menjadi pihak yang dirugikan sehingga gagal masuk ke SMA favorit lainnya.
Informasi dari Ombudsman.go.id menunjukkan bahwa ada lebih dari 40 siswa yang nilainya dinaikkan. Ini artinya Dinas Pendidikan juga bisa mengidentifikasi di sekolah mana saja telah terjadi kecurangan sehingga pihak yang berpotensi menjadi korban yang dirugikan juga dapat diidentifikasi dengan baik.
Kita patut mengapresiasi Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat yang telah konsisten memantau dan mengawasi proses PPDB setiap tahun dan menjalankan fungsi nya agar tidak terjadi mal-administrasi serta membantu masyarakat agar tidak ada pihak yang diperlakukan tidak adil. Untuk pelaksanaan PPDB tahun 2022 ini, peran Ombudsman terasa sangat berarti.
Ombudsman juga telah memberi saran secara resmi kepada Kepala Dinas Pendidikan Sumbar untuk menunda pengumuman PPDB jalur prestasi dan memberi kesempatan luas kepada siswa untuk mendaftar kembali ke sekolah pilihannya. Namun Dinas Pendidikan hanya memenuhi saran pertama saja yaitu mencoret nama siswa yang nilai nya didongkrak dan menunda pengumuman. Sampai saat ini tidak ada solusi yang diberikan oleh Dinas Pendidikan untuk siswa yang dirugikan tersebut.
Dinas Pendidikan Sumbar saat ini hanya punya waktu tersisa 1 minggu untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk memulihkan hak-hak siswa yang dirugikan tersebut sebelum proses pembelajaran dimulai pada tanggal 11 Juli 2022 nanti. Jika tidak ada solusi dan tindakan tidak segera diambil, maka siswa yang telah menjadi korban kasus PPDB ini akan semakin bertambah rugi. Jika Dinas Pendidikan terlambat memberikan solusi maka siswa bisa saja mengalami ketidaknyamanan psikologis yang bertambah besar.
Dinas Pendidikan jelas bertanggung jawab untuk memberikan keadilan kepada setiap siswa. Kita bisa membayangkan betapa sedih dan kecewa nya seorang siswa yang telah belajar bersungguh-sungguh selama 3 tahun tetapi kemudian gagal masuk ke sekolah favorit yang diinginkannya karena adanya kecurangan. Kegagalan tersebut terjadi bukan karena nilai rapor mereka rendah ! Bukan.. nilai rapor mereka tinggi dan melewati batas nilai penerimaan. Tetapi mereka gagal karena mereka mendapat informasi menyesatkan sehingga salah mengambil keputusan.
Mengingat jumlah siswa yang menjadi korban kasus pendongkrakan nilai ini tidaklah terlalu besar, sepatutnya Dinas Pendidikan dapat segera memberi solusi dan mengambil tindakan. Memberi siswa kesempatan bersekolah di tempat pilihan mereka tentunya adalah solusi yang paling baik. Tidak ada salahnya menambah daya tampung pada sekolah-sekolah favorit dimana kecurangan telah terjadi untuk memberi kesempatan siswa yang menjadi korban bersekolah di tempat pilihan mereka.