Jakarta, (ANTARA) - Menkopolhukam Mahfud MD menilai cendekiawan muslim dan kritikus sastra asal Gorontalo Hans Bague Jassin pantas menyandang gelar pahlawan nasional.
“Karya-karya H.B. Jassin memiliki sumbangan besar terhadap kekayaan khasanah Bahasa Indonesia dan pembentukan peradaban Indonesia,” kata Mahfud saat memberi sambutan pada acara seminar di Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Rabu.
Mahfud, yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, meyakini riwayat hidup, catatan, dan reputasi H.B. Jassin cukup jadi alasan ia pantas menyandang gelar itu.
Walaupun demikian, ada prosedur yang harus ditempuh sebelum seseorang ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Tahapan yang harus dilewati itu, salah satunya adalah penyelenggaraan seminar membahas tokoh yang hendak dicalonkan sebagai pahlawan nasional.
Tidak hanya itu, tokoh itu harus juga diusulkan oleh pihak lain.
“Selanjutnya, Kementerian Sosial akan mengolah siapa yang layak baru (nama yang diusulkan) masuk ke Dewan Gelar,” terang Mahfud sebagaimana dikutip dari siaran tertulisnya.
Dalam seminar bertajuk “H.B. Jassin Pahlawan Peradaban Indonesia”, Mahfud menyebut tokoh sastra itu berperan membangun sastra Indonesia terutama pada masa perjuangan kemerdekaan. Itu terlihat dari karyanya menerjemahkan “Max Havelaar” karangan Eduard Douwes Dekker, yang nama penanya Multatuli.
H.B. Jassin menerjemahkan karya sastra itu ke dalam Bahasa Indonesia.
“Karya itu menjadi salah satu sumber yang membangkitkan perlawanan terhadap ketidakadilan dan ketimpangan pada masa penjajahan Belanda,” terang Menkopolhukam.
Ia juga meyakini karya-karya H.B. Jassin telah membentuk substansi pendidikan bahasa dan sastra di Indonesia.
Mahfud menyampaikan pendidikan bahasa bukan sekadar mengajarkan berbahasa dengan baik dan benar, melainkan juga berbahasa yang indah dan sesuai dengan rasa ke-Indonesia-an.
Tidak hanya bidang sastra, H.B. Jassin juga turut aktif menjadi editor beberapa penerbit buku dan majalah sastra Indonesia.
Menurut Mahfud, H.B. Jassin telah mengembangkan kritik sastra yang bersifat edukatif dan apresiatif. Ia menambahkan kritik-kritik sastra yang disampaikan oleh H.B. Jassin mengedepankan kepekaan dan perasaan daripada teori ilmiah sastra.