Padang (ANTARA) - Roda waktu serasa makin cepat berputar, belum lama rasanya kita menapak tahun 2021 dengan segala optimisme meski diliputi suasana pandemi, tiba-tiba kini kita sudah di beranda 2022 yang merupakan tahun ketiga pandemi mengingat penyebaran COVID-19 penyebab pandemi global yang masih membayangi dan belum bisa diprediksi kapan berakhir. Terlepas pahit getir perjalanan waktu di 2021 yang diwarnai gejolak akibat pandemi dan berbagai bencana geologi, vulkanologi maupun anomali perubahan iklim, tahun 2021 juga menorehkan optimisme mulai pulihnya ekonomi yang sejak awal 2020 terkontraksi akibat pandemi.
Secara meyakinkan pertumbuhan kembali bergerak positif bahkan sempat mencapai angka pertumbuhan fantastis di triwulan II 2021 yakni 7,07 persen diatas rata-rata angka pertumbuhan bahkan sebelum pandemi meski pada triwulan III kembali terkoreksi menjadi 3,51 persen sebagai efek penarikan “rem darurat” melalui kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akibat terjangan gelombang ke 2 pandemi covid-19 ulah merebaknya varian delta.
Setidaknya terdapat tiga hal yang mendorong perekonomian kembali ke jalur pemulihan di tahun 2021. Pertama, pulihnya mobilitas masyarakat seiring makin terkendalinya pandemi imbas keberhasilan kebijakan PPKM dan makin luasnya cakupan vaksinasi sehingga mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga untuk terus tumbuh positif hingga triwulan IV. Kedua, kinerja ekspor yang tumbuh 42,62 persen (YoY) dan impor tumbuh 37,53 persen (YoY) dengan neraca perdagangan internasional Januari hingga Nopember 2021 mencatatkan angka surplus impresif yakni 34,32 Miliar USD atau tumbuh 78,75 persen (YoY). Bahkan net ekspor menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran di triwulan III sebesar 1,23 persen (BPS.go.id) menggeser konsumsi rumah tangga sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan di triwulan sebelumnya.
Ketiga, efektifitas belanja pemerintah melalui APBN yang mencatatkan kinerja realisasi sebesar Rp2.658,8 triliun (96,68 persen ) dari pagu belanja sebesar Rp2.750,03 triliun atau tumbuh 4,0 persen (YoY) per 30 Desember 2021. Di saat sektor riil terpuruk akibat hantaman varian delta di pertengahan tahun, APBN mampu berperan optimal sebagai instrumen stabilisasi penanganan dampak pandemi dan upaya pemulihan ekonomi sehingga mendorong membaiknya kinerja perekonomian sepanjang 2021 yang diprediksi oleh Kementerian Keuangan tetap akan mampu tumbuh positif di kisaran 3,5 persen - 4 persen.
Kinerja Penerimaan Negara
Torehan manis dari sisi kinerja fiskal APBN di tahun 2021 adalah tercapainya target pendapatan negara meski di tengah pandemi. Untuk pertama kali kinerja penerimaan pajak mampu menutup cerita short fall dalam 12 tahun terakhir dengan capaian melampaui target bahkan sebelum tahun anggaran 2021 berakhir yakni per 26 Desember telah tercapai sebesar Rp1.231,87 triliun atau 100,19 persen dari target APBN 2021 sebesar Rp 1.229,6 triliun (Katadata.co.id). Target penerimaan bea cukai tercapai jauh lebih tinggi yakni hingga akhir Nopember 2021 tercapai Rp232,3 triliun atau 108,05 persen dari target APBN 2021 Rp 215 triliun, tumbuh sebesar 26,6 persen (YoY). Adapun kinerja penerimaan negara dari sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga tak kalah impresif. Hingga akhir Nopember 2021 capaian PNBP sebesar Rp382,5 triliun atau tercapai 128,3 persen dari target yang dipatok di APBN 2021 sebesar Rp298,2 triliun, tumbuh sebesar 25,4 persen (YoY) (Kemenkeu.go.id).
Tantangan Fiskal Kedepan
Penghujung tahun 2021 tentu memberikan angin segar bagi upaya konsolidasi fiskal yang lebih baik di tahun 2022 sehingga kebijakan pelebaran defisit APBN diatas 3 persen dari PDB untuk merespon pandemi dapat dikembalikan ke jalur awal dibawah 3 persen mulai tahun 2023.
Namun perlu disadari bahwa capaian kinerja outstanding khususnya disisi penerimaan didukung tingginya harga komoditas seperti migas, minyak nabati (CPO) beserta produk turunannya, bahan tambang dan bahan komoditas lainnya di pasar internasional. Mulai pulihnya pertumbagai capaian positif kinerja fiskal hingga buhan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama seperti Amerika, Uni Eropa, China, Jepang dan Korea seiring terkendalinya pandemi dan terjadinya krisis energi di Uni Eropa, China dan India yang menyebabkan melambungnya harga batubara dan migas menjadi blessing in disguise bagi perekonomian nasional sepanjang tahun 2021.
Kondisi rebound penerimaan seperti ini tentu tidak dapat dipastikan keberlanjutannya. Fluktuasi harga masih akan sangat mungkin terjadi apabila terjadi perubahan demand dan supply. Untuk menjaga keberlanjutan kinerja fiskal diperlukan langkah-langkah antisipatif ke depan seperti optimalisasi pendapatan di sektor perpajakan melalui peningkatan kepatuhan wajib pajak seiring implementasi Undang-Undang No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan; optimalisasi pengembangan sektor-sektor unggulan seperti pertanian, industri pengolahan, pertambangan dan pariwisata; optimalisasi pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) dan peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan termasuk utilisasinya untuk mendukung kinerja ekspor/impor, serta optimalisasi penerimaan PNBP.
Disisi belanja negara diperlukan pula upaya extraordinary untuk terus meningkatkan kinerja pelaksanaan anggaran terutama akselerasi, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran sehingga anggaran semakin adaptif dan resilien sebagai instrumen countercyclical menghadapi ketidakpastian apalagi status pandemi belum dinyatakan berakhir dan masih membayangi ketidakpastian di tahun 2022 ini seiring merebaknya galur omicron.
Penulis adalah Kakanwil Ditjen Perbendaharaan, Kemenkeu, Provinsi Sumatera Barat