Padang (ANTARA) - Menggali kearifan lokal dalam khazanah budaya Minangkabau ibarat menggali permata dalam cerita yang yang telah membatu dalam pusaran waktu. Perlu kerja keras, tekad dan penelitian yang dalam untuk menemukannya kembali. Tapi segala usaha dan percik peluh itu akan terbayar tuntas saat pengetahuan itu terbuka dan dimanfaatkan untuk memperkuat jati diri masyarakat.
Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Gemala Ranti mengatakan nilai-nilai kearifan lokal itu berada di nagari-nagari dan kampung-kampung. Nilai-nilai budaya tersebut tidak akan bertahan jika tidak digali karena sebagian besar sudah berada diujung pewarisan.
"Kearifan lokal budaya Minang tidak terbatas pada satu bidang, tapi sangat luas. Pemerintahan, pendidikan, sosial hingga pengobatan yang bersumber pada falsafah Alam Takambang Jadi Guru itu perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk masa depan yang lebih baik," katanya.
Untuk itu, Dinas Kebudayaan Sumbar menggelar Bimbingan Teknis Pembinaan Sejarah Minangkabau yang berlangsung pada 16 hingga 19 November di Sakura Hotel, Agam melibatkan tuo tuo nagari, dalam melestarikan kekayaan warisan budaya Minangkabau.
Dengan itu, upaya Pemprov Sumbar melalui Dinas Kebudayaan Sumbar berupaya melindungi, memanfaatkan, mengembangkan sebagain warisan sejarah.
"Menggerakan semua pihak, agar peduli dan terlibat dalam pelestarian dan pengembangan sejarah. Peninggalan sejarah dan nilai yang berkembang terdiri dari nilai dan yang sarat dengan keraifan lokal. Kearifan lokal terbentuk dengan kurun waktu lama. Diperlukan pengakuan eksistensi dan berbagai proses dalam proses itu," katanya.
Kearifan lokal dapat menghubungkan masa lalu dan sekarang. Pemikiran generasi nenek moyang dan milenial yang jika dimanfaatkan dengan bijak bisa memupuk masa depan gemilang bagi generasi yang akan datang.
Karena itu kegiatan yang dapat menghimpun gagasan, pemikiran pendapat dan masukan dari tuo nagari amat penting untuk dilakukan guna menggali kearifan lokal untuk penguatan basis data tentang sejarah dari sumber informasi sejarah.
"Kami berharap tuo nagari menjadi ajang bertukar pikiran, dimanfaatkan sebagai pembelajaran untuk pemahaman nilai-nilai sejarah dalam mendukung jati diri pembangunan karakter Sumbar,"ujarnya.
Anggota Komsisi III DPRD Sumbar, Ismunandi Sofyan menyampaikan, penting menghimpun nilai-nilai sejarah dari tuo-tuo nagari. Karena banyak nilai yang tersimpan bersama
tuo-tuo nagari yang seharusnya diwariskan pada anak cucu.
"Untuk itu pemerintah harus aktif mendorong upaya menggali dan melindungi nilai-nilai kearifan lokal bersama tuo-tuo nagari," katanya.
Ia meyakini di Minangkabau ada tigo tuo yang harus dihargai, tuo silek, tuo surau dan tuo dukun. Tiga tuo-tuo ini masih ada di Minangkabau.
Melahirkan kembali tokoh-tokoh Minang di pentas nasional
Pada periode perjuangan sebelum kemerdekaan 1945 hingga tahun medio 1950-an Ranah Minang menjadi penyumbang tokoh-tokoh nasional yang ikut menjadi kunci dan penentu dalam terbentuknya Bangsa Indonesia. Hal itu tidak terlepas dari sistem pendidikan dan sosial budaya masyarakat Minang pada saat itu.
Pendidikan awal yang membentuk mental oleh sosok ibu, kemudian diteruskan dengan pendidikan surau (agama dan silek), pendidikan sosial di lapau dan majelis-majelis adat membuat pondasi kepemimpinan generasi Minang saat itu terbangun dengan kokoh. Pondasi itu yang membuatnya menonjol saat periode merantau, salah satunya dalam melanjutkan pendidikan.
Menggali kembali kearifan lokal dalam sistem pendidikan dan sosial itu, dengan pemahaman dan pengkajian memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan diyakini bisa membangkitkan kembali kejayaan Ranah Minang.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi dalam beberapa kesempatan mengatakan usai reformasi, gerakan kembali ke Nagari di Sumbar kembali digulirkan. Salah satu tujuannya adalah untuk menggali kembali kearifan lokal untuk memajukan daerah.
Pengobatan tradisional yang kembali mendapat tempat di hati masyarakat
Perkembangan ilmu kesehatan dan pengobatan modern ternyata tidak serta-merta "membunuh" peran pengobatan tradisional di tengah masyarakat. Bahkan, saat ini makin banyak orang yang percaya dan memanfaatkan kembali obat-obat tradisional yang bersumber dari kearifan lokal nenek moyang.
Tuo Pengobatan Tradisional Buya Zuari Abdullah mengatakan pengobatan ada seiring dengan penciptaan manusia sebagaimana Allah SWT menciptakan serba dua, ada siang, ada malam, ada sehat, ada sakit.
Hal ini merupakan sebuah siklus kehidupan dan tanda-tanda kekuasaan tuhan yang maha kuasa mengatur alam semesta, oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa ilmu pengobatan telah ada sejak manusia itu ada.
Sebagaimana yang dikisahkan sejak nabi Adam AS hingga nabi Nuh AS dimana ummatnya diserang penyakit kista dan berbagai penyakit lain, juga ada di zaman nabi Musa AS hingga nabi Muhammad SAW dengan berbagai pengobatannya.
"Dilihat dari peradaban, sejak zaman pra sejarah dari bangsa babilonia kuno, india kuno, mesir kuno hingga Minangkabau kuno di masa lampau, banyak cerita yang dituturkan tentang ilmu pengobatan, dan semuanya berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Sasek diujuang jalan, babaliek kapangka jalan,"sebutnya.
Dikatakannya, manusia diciptakan sempurna dengan fitrah ingin melindungi diri, ketika terancam maka akan mencari perlindungan. Sejatinya silek sebagai hakikat beladiri, ketika terancam oleh penyakit maka ingin kesehatan, maka diusahakan untuk mendapatkannya dengan menelusuri sumber-sumber pengetahuan itu sendiri.
Sementara menurut Dr (cand) Irwan Malin Basa, Minangkabau memiliki tradisi pengobatan tradisional yang sudah diwariskan secara turun temurun. Ragam pengobatan tradisional tersebut ada yang dicatat dalam manuskrip, ada yang dituturkan saja. Bahannya dari bahan alam, tumbuhan, binatang, tanpa kimia.
"Mari kita lestarikan pengobatan tradisional sehingga bisa duduk sama rendah dan berddiri sama tinggi dengan pengobatan modren,"katanya.
Menurutnya, pengobatan tradisional dianggap sebagai sebuah alternatif pengobatan yang rasional, murah, tidak memiliki efek samping dan mudah untuk didapatkan.
Pengobatan tradisonal sudah banyak dituliskan dalam manuskrip kuno yang ada di Minangkabau. Puluhan ragam penyakit sudah ditentukan obatnya dalam manuskrip kuno tersebut. Pengobatan itu seperti ramuan alam, urut atau pijat, mantra,azmat dan prosesi.
Misalnya, untuk penyakit bisul atau silatua dalam bahasa Minang disebutkan obatnya adalah sidingin, pisang muda, ubi kentang diparut dan ditempelkan pada bisul. Masih banyak contoh pengobatan tradisional yang bisa kembali diteliti dan dimanfaatkan pada saat ini.
Sementara Wannofri Samry menilai Tuo Kampuang dan budaya Minangkabau dari sisi sejarahnya adalah salah satu kekayaan Minangkabau adalah budaya, disamping kekayaan alam dan sejarah.
Kekayaan budaya itu hidup dalam sistem sosial Minangkabau yang intinya ada di nagarai. Keberagaman nagari juga sekaligus mengandung keberagaman budaya.
"Jadi apabila ingin melihat Minangkabau maka jenguklah ke nagari. tentu setiap nagari mempunyai ide, aktivitas serta wiujud yang berbeda,"katanya.
Dikatakan, keberagaman itu diwariskan dan kemudia diperbaharui oleh setiap generasi sesuai dengan keperluan mereka masing-masing. Budaya nagari itu sekaligus identitas nagari, mulai dari bahasa, sistem sosial budaya, pengetahuan, kesenian dan sebagainya.
"Semua itu akan menjadi penting dan sangat berharga dan mesti dilestarikan. kesadaran identitas, kesadaran berbudaya Minangkabau semestinya juga diikuti dengan kesadaran untuk menjaga dan mengembangkan kebudayaan itu sendiri,"katanya.
Ikut dalam Kegiatan Bimtek Pembinaan Sejarah Minangkabau dengan tema "Menggali Kearifan, Menuju Peradaban" di Hotel Sakura Syariah, Lubuak Basuang, Agam
Selasa-Jumat( 16-19/11/2021) itu 50 orang peserta dari para tuo-tuo nagari. Narasumber yang dihadirkan diantaranya Irwan malin Basa, Jamilus, Buya Zuari Abdullah, dan sejarawan Wannofri Samry.
Hadir pula anggota DPRD Provinsi Ismunandi Sofyan, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Agam, Jajaran pada Dinas Kebudayaan Sumbar, serta undangan lainnya***