Jakarta, (ANTARA) - Jika melihat koleksi trofi liga, Paris Saint Germain yang 9 kali juara liga bukanlah klub tersukses di Prancis. Marseille dan Saint-Etiene yang masing-masing 10 kali juara liga justru lebih sukses.
Marseille malah menjadi satu-satunya klub Prancis yang pernah juara Liga Champions tepat pada musim pertama kompetisi Piala Eropa itu berubah nama menjadi Liga Champions mulai 2012-2013.
PSG bahkan pernah harus berjuang melawan degradasi dari 1998 sampai 2011. Namun, sejak diakuisisi Qatar Sports Investments (QSI) pada 2011, PSG menjadi meraksasa.
PSG bukan hanya menjadi klub terkaya di Prancis, bahkan juga menjadi salah satu yang terkaya di dunia. Nasser Al-Khelaifi yang mengetuai CSI sejak awal bersumpah menyulap PSG menjadi tim juara Liga Champions yang diisi pemain-pemain terbaik di dunia.
Maka dibelilah pemain-pemain kelas dunia seperti Zlatan Ibrahimovic, Thiago Silva, Edinson Cavani, Angel Di Maria, Neymar dan Kylian Mbappe yang menjadi dua pemain termahal di dunia saat ini.
PSG juga menjadi dibanjiri trofi, mulai tujuh gelar juara liga, enam Piala Prancis, enam Piala Liga Prancis sampai delapan Piala Super Prancis, bahkan langganan fase knockout Liga Champions.
Namun, meski mencetak sejarah setelah untuk pertama kali masuk final Liga Champions pada 2020 untuk dikalahkan Liverpool, janji Al-Khelaifi mengantarkan PSG menjuarai Liga Champions belum terwujud, sekalipun sudah mempunyai Neymar dan Mbappe.
Mereka pun belanja lagi musim ini, termasuk bek tengah andal Sergio Ramos dan kiper tangguh dari Italia, Gianluigi Donnarumma. Tetapi yang membuka lebar-lebar gerbang optimisme mereka bisa lebih sukses lagi adalah Lionel Messi.
Menurut The Athletic, PSG sejak lama mendambakan Messi, bahkan sejak CSI membeli 70 persen sahamnya pada 2011. Sejak membeli PSG, Al-Khelaifi dan Jorge Messi yang adalah ayah sekaligus agen Messi, terus menjalin kontak.
Al-Khelaifi nyaris mendapatkan Messi musim panas lalu ketika sang superstar mengungkapkan ingin meninggalkan Barcelona.
Sempat terhenti oleh kabar disepakatinya kontrak lima tahun dengan gaji dipangkas 50 persen antara Barcelona dan Messi, PSG akhirnya mendapatkan jalan tol manakala Presiden Barcelona Joan Laporta mengumumkan terpaksa melepas Messi karena tak bisa berkompromi dengan La Liga yang ketat memberlakukan aturan financial fair play.
Bersama Juventus dan Real Madrid, Barcelona adalah tiga klub yang tak pernah menghapus ide Liga Super Eropa.
Keinginan mengeruk keuntungan lebih besar adalah faktor terbesar di balik ide Liga Super Eropa ini setelah pandemi meruntuhkan arsitektur laba mereka.
Dan kasus Messi membuka lebar-lebar bahwa masalah keuangan Barca ternyata jauh lebih parah dari perkiraan semula.
Kesalahan yang disesali
Tapi sikap mereka menyangkut Liga Super Eropa, membuat liga, dan juga UEFA, geram. Oleh karena itu, tak mengherankan jika kali ini La Liga tak mau menoleransi Barcelona agar melonggarkan aturan demi bertahannya Messi di Liga Spanyol.
Padahal kepergian Messi tak saja merugikan Barcelona, tetapi juga La Liga.
Messi ditaksir berpendapatan bersih 70 juta euro (Rp1,1 triliun) per tahun. Memang besar sekali, namun nilai komersial Messi dua kali lebih besar dari pendapatannya itu. 10 kostum yang terjual, delapan di antaranya adalah kostum Messi.
“Ini pukulan yang besar sekali,” kata Placido Rodriguez Guerrero, profesor ekonomi pada Universitas Oviedo dan direktur Sports Economics Observatory (FOED) di Spanyol, kepada AFP.
“Ada kostum yang tak bisa lagi dijual, ada gol yang tak bisa lagi dicetak, dan ada dampak terhadap sponsor.”
Pariwisata Spanyol pun terpengaruh, kata Jimmy Burns, pengarang buku “Barca, A People's Passion”.
“Orang Inggris datang ke Barcelona untuk melihat (basilika) Sagrada Familia dan Messi," kata Burns.
Setelah ditinggalkan Cristiano Ronaldo dan kemudian Sergio Ramos dan pensiunnya sejumlah ikon seperti Andres Iniesta, daya tarik Liga Spanyol menjadi tak sebesar dulu. Apalagi kini tanpa Messi.
“Messi adalah pemain simbolis terakhir yang tersisa di La Liga dan jika dia juga pergi maka Liga Spanyol menjadi kurang atraktif,” kata Marc Ciria, salah satu pemodal terkemuka di Barcelona.
Hari-hari ketika ratusan juta orang memantengi layar televisi guna menonton el Clasico antara Barca dan Madrid, bakal menjadi sejarah yang sejak Ronaldo pindah ke Juventus pun sudah berkurang daya tariknya.
Klub-klub kecil Spanyol seperti Getafe bahkan menilai La Liga tak akan mampu menanggung akibat dari kehilangan Messi.
"Kami telah membuat kesalahan yang bakal kami sesali,” kata Presiden Getafe Angel Torres.
Situasi itu berbalik 180 derajat dengan Prancis yang bahkan sebelum Messi resmi meneken kontrak dengan PSG, negeri mode itu sudah diguncang efek Messi.
Saham sejumlah perusahaan terkait dengan Liga Prancis, serempak naik, gara-gara
Bisa lebih maut
Saham Olympique Lyon naik 0,9 persen, demikian pula dua perusahaan penguasa hak siar Liga Prancis, TF1 dan Canal Plus, yang masing-masing naik 1,3 dan 0,2 persen.
Bagi PSG tentu lebih dari itu. Messi membuat impian Al-Khelaifi menjadikan PSG klub paling ditakuti lawan bakal segera terwujud.
Membentuk tim impian pun bukan lagi khayalan. Kalau dulu Barcelona memiliki trio MSN (Messi, (Luis) Suarez, Neymar), maka PSG kini memiliki trio semaut MSN; Messi, Mbappe, Neymar (MMN).
Tak banyak klub yang memiliki kemewahan bisa membeli siapa pun yang terbaik di dunia. PSG sudah membeli Neymar seharga 222 juta euro Rp3,7 triliun) dan Mbappe 180 juta euro (Rp3,03 triliun). Dan kini Messi juga sudah jatuh ke tangan mereka.
PSG bisa membuka babak baru menjadi salah satu tim terbaik sepanjang masa di mana trisula Messi, Neymar dan Mbappe bakal menebar teror di mana-mana.
Bahkan mereka bisa lebih maut ketimbang Trio R dalam timnas Brazil pada Piala Dunia 2002; Ronaldinho, Rivaldo dan Ronaldo, atau MSN sendiri, atau trisula Gareth Bale, Cristiano Ronaldo dan Karim Benzema di Real Madrid dulu.
PSG juga sudah membeli pemain-pemain langganan juara sarat pengalaman bertanding dalam level-level atas seperti Donnarumma, Achraf Hakimi, Georginio Wijnaldum dan Ramos.
Pelatih Mauricio Pochettino mungkin kebingungan dalam meracik tim, sementara Al-Khelaifi terpaksa melepas sejumlah asset pentingnya yang disebut media bakal mencakup 10 pemain, agar bisa menutup dana yang dihabiskan untuk merekrut Messi.
Tetapi tak bisa dipungkiri Pochettino menjadi kaya opsi dalam membentuk tim agar tetap garang dari satu laga ke laga lain, dalam semua kompetisi.
Dia bisa memasang formasi 4-3-3 di mana Messi mengisi sayap kanan serangan, sedangkan sahabat baiknya, Neymar, menempati sayap kiri. Mereka mengapit Mbappe di tengah. Tak terbayangkan betapa sibuk dan terterornya lawan-lawan PSG nanti.
Pochettino juga bisa memakai 4-2-3-1 di mana Messi menjadi striker kedua di belakang Mbappe, sedangkan Angel Di Maria dan Neymar mengapit pada kedua sayap serangan. Kendati bakal membuat dua jangkar Marco Verratti dan Georginio Wijnaldum rawan dikoyak serangan balik lawan, tapi kuartet serang itu bisa membuat lawan lebih sibuk menangkis serangan.
Terakhir Pochettino bisa memasang 3-5-2 di mana Messi dan Mbappe menjadi ujung tombak kembar yang disangga Neymar di belakang mereka, sedangkan Verrattid dan Wijnaldum anteng mendikte lapangan tengah. Tetapi sistem ini membuat Di Maria yang menjadi pemain terbaik PSG musim lalu bersama Mbappe dan kiper Keylor Navas, menjadi tak terpakai.
Tetapi apa pun itu, berbekal komposisi lengkap seperti ini, kalau bukan yang terbaik di dunia, paling tidak PSG bisa menjadi salah satu tim terbaik di dunia.
Dan juara Liga Champions pun bukan lagi asa yang tak bisa diwujudkan.