Katupek gulai tunjang kuliner penggugah selera dari Pariaman nan sabana sero
Pariaman (ANTARA) - Selepas subuh M Idrus (40) sudah kembali dari pasar membawa sejumlah potongan tulang kaki sapi dan kerbau yang baru dibelinya. Potongan kaki itu akan direbusnya dengan air mendidih hingga siang.
Sambil menunggu kulit dan daging yang melekat pada kaki sapi dan kerbau melunak, pria paruh baya itu menyiapkan bumbu dan rempah lainnya untuk membuat gulai yang akan dijualnya petang nanti.
Sekitar pukul 10.00 WIB ia mulai membersihkan kaki sapi dan kerbau yang direbus tadi dari bulu dan kotoran yang melekat. Lalu memasukkan potongan kaki itu ke dalam wajan besar yang di dalamnya telah tercampur bumbu dan rempah-rempah gulai kari khas Minang.
Proses menggulai pun dimulai memakan waktu yang lama bahkan berjam-jam. Setidaknya gulai itu baru dapat dinikmati sekitar pukul 14.00 WIB.
Rangkaian memasak gulai tunjang tersebut telah dilakoninya semenjak ia kecil. Bahkan bumbu dan teknik memasaknya pun didapatkan secara turun temurun.
Tidak heran katupek gulai tunjang atau kikil yang dijualnya selalu habis dalam setiap hari. Padahal kuliner tersebut hanya dijualnya di kedainya yang berada di pelosok Desa Sikabu, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman, Sumatera Barat .
"Nenek saya sudah menjual katupek gulai tunjang, lalu ilmunya turun ke orang tua dan sekarang saya," katanya.
Setidaknya dalam sehari ia mengolah delapan tulang kaki sapi dan kerbau untuk dijual di kedainya. Tulang kaki tersebut dipotong-potong hingga menjadi 60 bagian yang nantinya dijual dengan harga bervariasi.
Kuliner yang memiliki sensasi kenyal dan gurih tersebut sulit ditemukan di sejumlah kabupaten dan kota di Sumbar, namun tidak di Kota Pariaman.
Masakan yang terdiri dari tulang yang berisi sumsum dan tulang muda yang masih dibalut dengan daging dan kulit tersebut hanya dijual di Kecamatan Pariaman Selatan dan terpusat di Los Lambuang atau lambung di Pasar Kurai Taji, Pariaman Selatan.
Setidaknya untuk hari biasa atau di luar bulan puasa kuliner tersebut dapat dinikmati selama 24 jam. Tidak heran Kota Pariaman dikenal dengan kuliner katupek gulai tunjang sehingga masakan khas minang tersebut telah menjadi sajian ikonik di daerah itu.
Harga yang dipatok pedagang untuk satu porsi gulai tunjang bervariasi sesuai dengan ukuran sehingga dapat menyesuaikan dengan isi kantong pembeli.
Idrus menyebutkan harga katupek gulai tunjang yang dijualnya mulai dari Rp20 ribu untuk tunjang sapi, lalu untuk katupek gulai tunjang kerbau dijual dengan harga Rp26 ribu dan Rp29 ribu per porsi.
Sedangkan gulai tunjang kerbau tanpa ketupat dijual dengan harga Rp45 ribu dan Rp60 ribu per porsi. Biasanya untuk gulai tunjang ukuran besar itu disantap oleh tiga sampai empat orang.
Selain menjual katupek gulai tunjang, ia juga menjual katupek gulai kacuik atau kulit sapi dan kerbau dengan harga Rp13 ribu per porsi.
Menu favorit berbuka
Meskipun katupek gulai tunjang biasanya dianggap santapan untuk sarapan pagi namun kuliner itu menjadi salah satu menu favorit untuk berbuka puasa di Kota Pariaman.
Tidak heran setiap memasuki bulan puasa jumlah penjual katupek gulai tunjang di Pariaman meningkat karena adanya pedagang musiman yang menjual kuliner itu di Pasar Pabukoan atau pasir takjil yang didirikan pemerintah setempat.
Salah seorang pedagang katupek gulai tunjang musiman di Pasar Pabukoan di Pasar Kurai Taji, Emide (56) mengatakan biasanya ia menjual serabi di Pasar Kurai Taji. Namun setiap bulan puasa dirinya menjual katupek gulai tunjang karena selalu laris dibeli.
Ia menyebutkan harga katupek gulai tunjang yang dijualnya per porsi Rp30 ribu per porsi dengan keuntungannya yang diperoleh mencapai 50 persen.
"Modal hanya Rp100 ribu sedangkan hasil jual beli mencapai Rp150 ribu," katanya.
Seorang penjual gulai tunjang di Pasar Pabukoan di Pasar Kurai Taji lainnya Ramailis (62) mengatakan biasanya menjual kuliner tersebut di lokasi lainnya di Kecamatan Pariaman Selatan. Namun karena kunjungan warga di Pasar Pabukoan banyak maka ia mulai menjual di pasar tersebut.
"Alhamdulillah penjualan saya bisa mencapai Rp200 ribu setiap hari," ujarnya.
Namun semenjak 2020 penjualannya di pasar pabukoan menurun 50 persen karena adanya pandemi COVID-19.
Ikon kuliner
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Pariaman Gusniyetti Zaunit mengatakan Los Lambuang merupakan pusat kuliner di daerah itu. Di lokasi itu dijual berbagai jenis makanan sarapan pagi mulai dari katupek gulai tunjang, katupek gulai paku atau gulai pakis, sate, dan teh talua.
Dari banyaknya menu tersebut katupek gulai tunjang menjadi kuliner yang sukar ditemukan di daerah lainnya namun di Pariaman makanan itu mudah untuk didapatkan. Dengan kondisi tersebut katupek gulai tunjang menjadi incaran pengunjung ke Pariaman.
"Tidak lengkap datang ke Pariaman jika tidak datang ke Los Lambuang dan mencicipi kelezatan makanan yang ada, termasuk gulai tunjang," ujarnya.
Oleh karena itu untuk menciptakan kenyamanan di Los Lambuang, Pemerintah Kota Pariaman menata lokasi itu mulai dari pedagang, kursi bahkan sistem pembayaran yang sudah digital dengan memanfaatkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Ia menyampaikan dengan QRIS tersebut maka pengunjung dapat membayar makanan yang dipesannya hanya dengan memindai barkode milik pedagang. Sistem tersebut tidak terbatas dengan satu bank saja atau dapat digunakan oleh banyak bank dan aplikasi pembayaran digital.
"Ini akan memudahkan pelaku usaha dan pedagang serta konsumen untuk pembayaran," katanya.
Salah seorang penikmat gulai tunjang di Kota Pariaman Arsy mengaku sering menyantap kuliner tersebut bersama keluarga.
Ia menyampaikan karakteristik gulai tunjang yang dijual di Kota Pariaman yaitu kuahnya kurang kental dibandingkan dengan yang dijual pedagang di Kabupaten Padang Pariaman.
Namun kondisi tersebut tentu menyesuaikan dengan selera pembeli di Kota Pariaman dan pengunjung yang datang ke daerah itu.
Seporsi katupek gulai tunjang yang disajikan panas dengan ketupat merupakan hidangan pembuka sempurna setelah seharian berpuasa menahan lapar. Perpaduan gurih pedas kuah kari dan kenyal manis daging kikil yang masih melekat di tulang kaki sapi akan menghadirkan sensasi rasa luar biasa di lidah. Mau mencoba ayo ke Pariaman.
Sambil menunggu kulit dan daging yang melekat pada kaki sapi dan kerbau melunak, pria paruh baya itu menyiapkan bumbu dan rempah lainnya untuk membuat gulai yang akan dijualnya petang nanti.
Sekitar pukul 10.00 WIB ia mulai membersihkan kaki sapi dan kerbau yang direbus tadi dari bulu dan kotoran yang melekat. Lalu memasukkan potongan kaki itu ke dalam wajan besar yang di dalamnya telah tercampur bumbu dan rempah-rempah gulai kari khas Minang.
Proses menggulai pun dimulai memakan waktu yang lama bahkan berjam-jam. Setidaknya gulai itu baru dapat dinikmati sekitar pukul 14.00 WIB.
Rangkaian memasak gulai tunjang tersebut telah dilakoninya semenjak ia kecil. Bahkan bumbu dan teknik memasaknya pun didapatkan secara turun temurun.
Tidak heran katupek gulai tunjang atau kikil yang dijualnya selalu habis dalam setiap hari. Padahal kuliner tersebut hanya dijualnya di kedainya yang berada di pelosok Desa Sikabu, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman, Sumatera Barat .
"Nenek saya sudah menjual katupek gulai tunjang, lalu ilmunya turun ke orang tua dan sekarang saya," katanya.
Setidaknya dalam sehari ia mengolah delapan tulang kaki sapi dan kerbau untuk dijual di kedainya. Tulang kaki tersebut dipotong-potong hingga menjadi 60 bagian yang nantinya dijual dengan harga bervariasi.
Kuliner yang memiliki sensasi kenyal dan gurih tersebut sulit ditemukan di sejumlah kabupaten dan kota di Sumbar, namun tidak di Kota Pariaman.
Masakan yang terdiri dari tulang yang berisi sumsum dan tulang muda yang masih dibalut dengan daging dan kulit tersebut hanya dijual di Kecamatan Pariaman Selatan dan terpusat di Los Lambuang atau lambung di Pasar Kurai Taji, Pariaman Selatan.
Setidaknya untuk hari biasa atau di luar bulan puasa kuliner tersebut dapat dinikmati selama 24 jam. Tidak heran Kota Pariaman dikenal dengan kuliner katupek gulai tunjang sehingga masakan khas minang tersebut telah menjadi sajian ikonik di daerah itu.
Harga yang dipatok pedagang untuk satu porsi gulai tunjang bervariasi sesuai dengan ukuran sehingga dapat menyesuaikan dengan isi kantong pembeli.
Idrus menyebutkan harga katupek gulai tunjang yang dijualnya mulai dari Rp20 ribu untuk tunjang sapi, lalu untuk katupek gulai tunjang kerbau dijual dengan harga Rp26 ribu dan Rp29 ribu per porsi.
Sedangkan gulai tunjang kerbau tanpa ketupat dijual dengan harga Rp45 ribu dan Rp60 ribu per porsi. Biasanya untuk gulai tunjang ukuran besar itu disantap oleh tiga sampai empat orang.
Selain menjual katupek gulai tunjang, ia juga menjual katupek gulai kacuik atau kulit sapi dan kerbau dengan harga Rp13 ribu per porsi.
Menu favorit berbuka
Meskipun katupek gulai tunjang biasanya dianggap santapan untuk sarapan pagi namun kuliner itu menjadi salah satu menu favorit untuk berbuka puasa di Kota Pariaman.
Tidak heran setiap memasuki bulan puasa jumlah penjual katupek gulai tunjang di Pariaman meningkat karena adanya pedagang musiman yang menjual kuliner itu di Pasar Pabukoan atau pasir takjil yang didirikan pemerintah setempat.
Salah seorang pedagang katupek gulai tunjang musiman di Pasar Pabukoan di Pasar Kurai Taji, Emide (56) mengatakan biasanya ia menjual serabi di Pasar Kurai Taji. Namun setiap bulan puasa dirinya menjual katupek gulai tunjang karena selalu laris dibeli.
Ia menyebutkan harga katupek gulai tunjang yang dijualnya per porsi Rp30 ribu per porsi dengan keuntungannya yang diperoleh mencapai 50 persen.
"Modal hanya Rp100 ribu sedangkan hasil jual beli mencapai Rp150 ribu," katanya.
Seorang penjual gulai tunjang di Pasar Pabukoan di Pasar Kurai Taji lainnya Ramailis (62) mengatakan biasanya menjual kuliner tersebut di lokasi lainnya di Kecamatan Pariaman Selatan. Namun karena kunjungan warga di Pasar Pabukoan banyak maka ia mulai menjual di pasar tersebut.
"Alhamdulillah penjualan saya bisa mencapai Rp200 ribu setiap hari," ujarnya.
Namun semenjak 2020 penjualannya di pasar pabukoan menurun 50 persen karena adanya pandemi COVID-19.
Ikon kuliner
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Pariaman Gusniyetti Zaunit mengatakan Los Lambuang merupakan pusat kuliner di daerah itu. Di lokasi itu dijual berbagai jenis makanan sarapan pagi mulai dari katupek gulai tunjang, katupek gulai paku atau gulai pakis, sate, dan teh talua.
Dari banyaknya menu tersebut katupek gulai tunjang menjadi kuliner yang sukar ditemukan di daerah lainnya namun di Pariaman makanan itu mudah untuk didapatkan. Dengan kondisi tersebut katupek gulai tunjang menjadi incaran pengunjung ke Pariaman.
"Tidak lengkap datang ke Pariaman jika tidak datang ke Los Lambuang dan mencicipi kelezatan makanan yang ada, termasuk gulai tunjang," ujarnya.
Oleh karena itu untuk menciptakan kenyamanan di Los Lambuang, Pemerintah Kota Pariaman menata lokasi itu mulai dari pedagang, kursi bahkan sistem pembayaran yang sudah digital dengan memanfaatkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Ia menyampaikan dengan QRIS tersebut maka pengunjung dapat membayar makanan yang dipesannya hanya dengan memindai barkode milik pedagang. Sistem tersebut tidak terbatas dengan satu bank saja atau dapat digunakan oleh banyak bank dan aplikasi pembayaran digital.
"Ini akan memudahkan pelaku usaha dan pedagang serta konsumen untuk pembayaran," katanya.
Salah seorang penikmat gulai tunjang di Kota Pariaman Arsy mengaku sering menyantap kuliner tersebut bersama keluarga.
Ia menyampaikan karakteristik gulai tunjang yang dijual di Kota Pariaman yaitu kuahnya kurang kental dibandingkan dengan yang dijual pedagang di Kabupaten Padang Pariaman.
Namun kondisi tersebut tentu menyesuaikan dengan selera pembeli di Kota Pariaman dan pengunjung yang datang ke daerah itu.
Seporsi katupek gulai tunjang yang disajikan panas dengan ketupat merupakan hidangan pembuka sempurna setelah seharian berpuasa menahan lapar. Perpaduan gurih pedas kuah kari dan kenyal manis daging kikil yang masih melekat di tulang kaki sapi akan menghadirkan sensasi rasa luar biasa di lidah. Mau mencoba ayo ke Pariaman.