Ketika trotoar di Kota Padang dikuasai pedagang

id trotoar,kaki lima kota padang,umkm

Ketika trotoar di Kota Padang dikuasai pedagang

Pedagang menggelar barang dagangannya di Jalan S Parman Padang. (Antara/ist.)

Padang (ANTARA) - Salah satu cara untuk mengetahui tingkat peradaban suatu negara bisa dilakukan dengan melihat bagaimana penggunaan fasilitas umumnya, apakah sudah digunakan sebagai mana mestinya sesuai peruntukan.

Trotoar merupakan salah satu etalase kota modern yang diperuntukkan bagi pejalan kaki untuk berjalan-jalan menikmati suasana kota.

Menikmati suasana kota sembari berjalan menyusuri jalan utama di pagi hari adalah salah satu kenikmatan jiwa.

Kota-kota besar di dunia terutama Eropa, berupaya menghadirkan trotoar yang tertata sehingga warganya bisa nyaman berjalan kaki dan menjadi salah satu magnet pengundang wisatawan.

Trotoar layak disebut sebagai roh sebuah kota karena untuk melihat langsung kondisi sebenarnya suatu kota hanya dapat dilakukan dengan berjalan kaki menyusuri trotoarnya.

Apalagi berjalan kaki juga merupakan hak asasi paling dasar bagi warga kota, dan kota yang beradab adalah yang menyediakan trotoar yang aman dan nyaman.

Guna memanjakan pejalan kaki Pemerintah Kota Padang, sejak 2019 telah berupaya merenovasi trotoar yang ada di jalan utama menjadi lebih lebar untuk menghadirkan kenyamanan bagi pejalan kaki.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas PUPR setempat tak kurang dari 44,5 kilometer trotoar telah direnovasi pada 2020.

Sejumlah trotoar yang direnovasi meliputi kawasan SMA 1 Padang, Jalan Beringin Raya, Jalan Khatib Sulaiman, Jalan Gajah Mada, Jalan Proklamasi.

Kemudian Jalan Ksatria, Jalan KH Ahmad Dahlan, Jalan Agus Salim, Jalan MH Thamrin dan Jalan Kampung Nias.

Berikutnya Jalan Veteran, Jalan Sutan Syahril, Jalan Kis Mangunsarkoro, Jalan S Parman, Jalan Proklamasi, Jalan Raya Siteba, Jalan Jamal Jamil dan Jalan Andalas.

Pedagang menggelar barang dagangan di Jl Gajah Mada Padang. (Antara/Tim)

Tercoreng

Namun apa daya, kesungguhan pemerintah kota menghadirkan trotoar yang nyaman menjadi tercoreng oleh ulah pedagang yang menjadikan trotoar sebagai lokasi berdagang.

Telah menjadi rahasia umum tidak hanya dinikmati pejalan kaki, trotoar juga dimanfaatkan pedagang untuk menggelar lapak, berjualan menanti pembeli.

Bahkan berdasarkan pengamatan yang dilakukan di sejumlah ruas jalan utama di Kota Padang ditemukan ada pedagang yang mengokupasi (menguasai) penuh trotoar untuk berjualan sehingga pejalan kaki harus turus ke bahu jalan saat berjalan.

Berdasarkan pengamatan pada pekan pertama Maret 2021 di lima ruas jalan utama di Kota Padang yaitu Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Veteran, Jalan A Yani, Jalan Raden Saleh dan Jalan S Parman ditemukan ratusan PKL menggunakan trotoar sebagai tempat berdagang.

Tak hanya pedagang, trotoar juga diokupasi sebagai tempat parkir kendaraan hingga tempat mangkal pengendara ojek.

Di Jalan Perintis Kemerdekaan pada sisi kiri dari arah Simpang Sawahan ada banyak toko hingga rumah makan yang tidak memiliki tempat parkir.

Walhasil konsumen menggunakan bahu jalan hingga trotoar untuk meletakkan kendaraan.

Tukang tambal ban, hingga penjual, masker dan bensin eceran pun ikut menggelar dagangan di trotoar Jalan Perintis Kemerdekaan.

Yang lebih ekstrem pada sejumlah titik ada yang menggelar lapak dagangannya khususnya kuliner menutupi penuh trotoar.

Memang di kawasan ini terdapat sejumlah kampus yang "mengundang" warga berburu kuliner, namun amat disayangkan mereka menggunakan trotoar.

Berdasarkan pemantauan, tak kurang dari 53 pedagang yang menggunakan trotoar sebagai tempat berdagang.

Sementara di Jalan Gajah Mada tak kurang dari 76 pedagang yang memanfaatkan trotoar untuk berjualan.

Dari 76 pedagang tersebut sebanyak 40 lapak berdagang kuliner, 13 lapak penjual minuman, BBM eceran delapan pedagang, pembuatan kunci 2 lapak, pakaian 3 lapak, sandal 5 lapak, buah 2 lapak, ikat pinggang dan aksesoris pria 1 lapak, sepatu 1 lapak dan masker 3 lapal.

Beralih ke Jalan S Parman tak kurang dari 211 pedagang yang mengokupasi trotoar di sisi kiri dan kanan jalan.

Bahkan ada rumah makan yang meletakkan meja dan kursinya di atas trotoar, lalu ada juga pedagang kuliner yang menaruh gerobak jualan.

Selain itu puluhan mobil juga ditemukan parkir di trotoar di jalan yang cukup ramai ini serta dijumpai 11 lokasi menjadi tempat nongkrong pengendara ojek.

Lanjut ke Jalan Veteran terdapat 11 titik yang diokupasi pedagang kuliner, minuman 10 titik, masker 3 titik, parkir mobil dan motor 10 titik, penjual pulsa 1 titik dan warung 4 titik.

Tak hanya itu di Jalan A Yani yang notabene rumah dinas Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang berada juga tak luput dari okupasi trotoar oleh pedagang

Setidaknya terdapat pedagang buah, kuliner, masker hingga pangkalan ojek.

Sedikit beralih ke Jalan Bandar Purus dijumpai 18 titik yang digunakan pedagang mulai dari penjual pakaian, kuliner, buah, pulsa hingga untuk parkir.

Salah seorang PKL yang berjualan di jalan Juanda Padang mengaku sengaja menggunakan trotoar karena tidak mampu menyewa toko untuk berjualan.

Penjual gorengan tersebut juga berdalih ketika ia berjualan di trotoar akses pembeli lebih mudah.

Ia mengakui trotoar bukan untuk berjualan akan tetapi pada sisi lain karena keterbatasan modal tidak punya pilihan lain untuk menyambung hidup.

Akibatnya ketika ada penertiban oleh Satpol PP terpaksa ia tidak berjual dan baru beraktivitas kembali ketika suasana sudah kondusif.

Penertiban

Menyikapi hal itu Kasatpol PP Kota Padang Alfiadi menyampaikan hampir setiap hari pihaknya menertibkan PKL yang berjualan di trotoar hingga tujuh lokasi.

Satpol PP Padang juga rutin menyerukan imbauan agar pedagang kaki lima tidak menggunakan trotoar sebagai lokasi berjualan karena peruntukannya adalah untuk pejalan kaki.

Seruan dilakukan lewat mobil pengeras suara agar para PKL tidak menggunakan fasilitas publik seperti trotoar sebagai lokasi berdagang.

Menurut dia, Satpol PP terus mengedukasi agar pedagang tidak menggunakan trotoar sebagai lokasi berjualan karena secara tidak langsung telah mengambil hak pejalan kaki.

"Imbauan disampaikan secara santun sebagai salah satu bentuk pembinaan terhadap pedagang yang masih menggunakan trotoar untuk berjualan," katanya.

Ia berharap setelah dilakukan pembinaan para pedagang tidak lagi menggunakan trotoar sebagai tempat atau sarana berjualan.

Bagi mereka yang sudah didata dan dibina, namun masih kedapatan berjualan di trotoar, akan diberikan tindakan tegas menurut undang-undang yang berlaku hingga disidang, ujarnya.

Konsistensi

Pakar tata kelola Universitas Bung Hatta Padang Miko Kamal Phd mengemukakan penegakan hukum yang konsisten merupakan kunci untuk menertibkan Pedagang Kaki Lima nakal yang berjualan menggunakan fasilitas umum seperti trotoar.

"Aparat, dalam hal ini Satpol PP, harus tegas dan konsisten melakukan penertiban, jika tidak maka PKL akan tetap menggunakan trotoar kendati sebelumnya sudah ditertibkan," kata dia.

Menurut dia, para PKL nakal yang menggunakan trotoar sesungguhnya memiliki mental yang kuat karena kendati sudah ditertibkan akan kembali mengulang kesalahan.

"Jika ada penertiban mereka akan berkata ini cuma hari ini besok sudah bisa jualan lagi, oleh karenanya jika aparat konsisten berhukum maka tidak ada lagi yang berani berjualan di trotoar," kata dia.

Ia melihat selama ini konsistensi berhukum belum berjalan di Padang sehingga banyak trotoar yang diokupasi oleh pedagang hingga pengendara.

"Selain itu jangan sampai trotoar sudah dibangun menggunakan uang negara tapi malah disalahgunakan untuk kepentingan lain," katanya.

Pada sisi lain ia juga mengajak semua pihak memberikan sanksi sosial kepada PKL yang berjualan menggunakan fasilitas umum dengan tidak membeli dagangannya.

"Ini belum menjadi kebiasaan kita sehingga PKL yang memakai fasilitas umum tetap eksis, bahkan tak jarang pembelinya juga dari jajaran ASN yang berseragam," katanya.

Selain ini membangun kesadaran bahwa trotoar adalah ruang bagi pejalan kaki perlu dilakukan sejak dini mulai di tingkat keluarga hingga sekolah.

Ia berani menggaransi di negara maju seperti Australia tak ada muda mudi yang bersuka ria menikmati kuliner di trotoar karena menyadari fungsi trotoar bukan untuk itu.

Selain itu ia menilai maraknya penyalahgunaan trotoar oleh pedagang terjadi karena rendahnya empati yang dimiliki.

"Pedagang yang berjualan di trotoar hanya memikirkan dapurnya saja sementara hak orang lain dirampas tidak terlalu dipusingkan," katanya.

Pada satu sisi pemerintah kota sudah mulai mencicil pembangunan peradaban dengan membenahi trotoar namun tentu saja itu belum cukup karena harus diikuti kesadaran semua warga kota untuk menggunakan sesuai peruntukan.*