Padang, (ANTARA) - Baru-baru ini Deputi Bidang Advokasi dan Penggerakan (ADPIN) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Nofrijal pada acara Pembukaan Workshop Proyek Prioritas Nasional (Pro-PN) 13 Juli 2020 di Padang menjelaskan, populasi penduduk dunia pada 2020 ini mencapai 7,5 miliar dan setiap 13 tahun jumlahnya bertambah 1 miliar.
Sedangkan jumlah penduduk di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 270 juta jiwa atau setiap 40 tahun jumlah penduduk Indonesia bertumbuh dua kali lipatnya. Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana upaya menciptakan sumberdaya manusia Indonesia yang unggul dimulai sejak awal fase kehidupannya ? Agar besarnya pertumbuhan penduduk bisa sejalan dengan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni. Hal ini bukan tanpa alasan, terlebih sebentar lagi pada 2045 Indonesia genap merayakan ulang tahun emas hari kemerdekaannya yang ke-100 tahun. Memang berat untuk menggapai impian di atas, terlebih Indonesia saat ini masih berkutat pada persoalan pandemi COVID-19.
Sebelum pandemi COVID-19 mewabah, sebenarnya keseriusan Presiden Joko Widodo saat kembali terpilih menjadi Presiden RI setelah Pilpres 2019, mengenai persoalan stunting yang harus segera diatasi dan layak diapresiasi. Hal ini disampaikan Presiden Jokowi dalam Pidato Visi Membangun Indonesia pada 14 Juli 2019 . Dalam pidatonya, presiden berkeinginan untuk menurunkan angka stunting sekaligus mencegah kematian ibu dan bayi. Lebih lanjut presiden menegaskan, pembagunan SDM menjadi kunci kesuksesan Indonesia ke depan dan mestinya dimulai dengan menjamin kesehatan ibu saat hamil.
Menteri Kesehatan RI waktu itu, Nila F Moeloek mendukung penuh Visi Pembangunan Indonesia dalam mencegah stunting dan masalah gizi. Sebab sejak dahulu, masalah stunting masih menjadi perhatian utama, karena 1 dari 3 anak Indonesia masih mengalami stunting. Lebih lanjut, berdasarkan Surat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bernomor : B.240/M.PPN/D.5/PP.01.01/04/2019 perihal Penyampaian Perluasan Lokasi Fokus Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi Tahun 2020, yang ditandatangani oleh Menteri Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro, mengklasifikasikan empat daerah di Sumatera Barat sebagai lokasi fokus penurunan stunting bagi lintas sektor seperti Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Pasaman, Kabupatn Solok dan Limapuluh Kota.
Bahkan dari Surat Bappenas terbaru yang ditandatangani Menteri Bappenas saat ini, Suharso Monoarfa 9 April 2020 menginformasikan bahwa, ada penambahan lokasi fokus intervensi penurunan stunting terintegrasi pada 2021 nantinya. Adapun lokasi fokus intervensi penurunan stunting yang dimaksud seperti Padang Pariaman, Kota Padang, Agam, Sijunjung dan Pesisir Selatan. Jadi 2021 wilayah Sumatera Barat yang menjadi lokasi fokus intervensi penurunan stunting meningkat menjadi 9 kabupaten kota.
Dampak stunting bagi perkembangan kualitas generasi muda bangsa ke depan mengkhawatirkan. Informasi dari Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa dampak stunting bisa mengakibatkan gagal tumbuh (berat lahir rendah, kecil, pendek dan kurus), hambatan perkembangan kognitif dan motorik, serta gangguan metabolik pada saat dewasa sehingga berisiko mengidap penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, stroke, dan penyakit jantung.
Kementerian Kesehatan menambahkan, dari sisi ketahanan nasional, dampak balita yang terkena stunting sesungguhnya cukup mengkhawatirkan. Balita yang menderita stunting saat ini akan mengalami kondisi yang sering sakit, mengalami kekurangan gizi, pendek, kurus. Apabila balita yang terkena stunting sudah memasuki era usia produktif, maka berpotensi besar menghasilkan sumberdaya manusia dengan tingkat intelektual yang rendah, generasi lemah dan tidak berdaya saing, produktivitas yang rendah, dan besar kemungkinan tingkat pengangguran akan meningkat.
Apabila pengangguran meningkat, biasanya diiringi dengan lambatnya menurunnya produk domestik bruto negara sebanyak 3 persen, dilanjutkan dengan kerugian ekonomi sebesar Rp300 triliun, melonjaknya angka kemiskinan, dilanjutkan dengan angka kriminalitas meningkat, kualitas kesehatan yang menurun, menghambat pembangunan sehingga memperlambat negara menjadi maju.
Menindaklanjuti keadaan ini, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam sambutannya pada acara Wisuda Angkatan Kedua Akademi Keluarga Hebat Indonesia yang diselenggarakan 12 Desember 2019 di Auditorium BKKBN Pusat, Jakarta menjelaskan, penanganan stunting yang paling tepat ketika 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu sejak awal kehamilan hingga usia 2 tahun.
Periode ini merupakan pondasi utama kehidupan manusia di masa depan yang dapat dipengaruhi oleh pengasuhan selama 1,000 hari pertama kehidupan, dimulai dari sejak awal konsepsi atau 270 Hari masa kehamilan, dilanjutkan 730 Hari setelah lahir (sampai anak berusia 2 tahun). Pada periode ini, terjadi perkembangan otak, pertumbuhan badan, perkembangan sistem metabolisme tubuh maupun pembentukan sistem kekebalan tubuh yang sangat cepat. Lebih lanjut, 200 hari sebelum terjadinya konsepsi (pembuahan) sebaiknya dipersiapkan dengan sangat baik seperti meminum vitamin yang mengandung asam folat, DHA dan vitamin B3.
Sesungguhnya stunting terjadi karena kurangnya asupan gizi, yang diterima oleh janin dan bayi. Ditingkat kelembagaan, BKKBN sejak lama memasukkan permasalahan stunting sebagai Proyek Prioritas Nasional (Pro PN). Kepala Perwakilan BKKBN Sumatera Barat Etna Estelita dalam acara Monev Refreshing Promosi Pola Pengasuhan Pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan di Nagari Tarung-Tarung, Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman 24/8/2020 menyampaikan, stategi BKKBN dalam melaksanakan Pro PN pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dilakukan dengan strategi : melaksanakan sosialisasi kepada pemangku kebijakan tentang promosi dan KIE pengasuhan 1000 HPK melalui pokja advokasi daerah, meningkatkan kualitas pengelolaan kegiatan Pro PN dan meningkatnya peran serta masyarakat tentang pengasuhan 1.000 HPK dengan sasaran keluarga yang memiliki bayi berumur dua tahun (baduta), dan diakhiri dengan monitoring dan evaluasi kegiatan (monev). Kerangka nasional penanganan stunting dilakukan dengan intervensi gizi spesifik yang berkontribusi sebesar 30 persen , dan intervensi gizi sensitif yang berkontribusi sebesar 70 persen .
Intervensi gizi spesifik diberikan kepada anak dalam 1.000 HPK, yang umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan dan bersifat jangka pendek. Sedangkan intervensi gizi sensitif diberikan melalui berbagai kegiatan pembangunan sumberdaya manusia baduta di luar sektor kesehatan oleh lintas kementerian dan lembaga. Dalam penanganan bersama masalah stunting nasional, BKKBN melalui Program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kependudukan, Keluarga Berencana) dalam kerangka visi BKKBN, yaitu penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas. Upaya menciptakan keluarga berkualitas agar terhindar dari stunting, diimplementasikan BKKBN dalam kegiatan persiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja (PKBR) pada kegiatan bina keluarga remaja yang di dalamnya ada materi tentang kesehatan reproduksi, dan juga ada kegiatan bina keluarga balita (BKB).
BKKBN juga mengamanatkan para pasangan untuk menikah di usia yang ideal menurut fase kesehatan reproduksi, perempuan diatas 21 tahun dan laki-laki di atas 25 tahun. Menikah sesungguhnya adalah mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua agar anak yang dilahirkan berkualitas, jadi sebaiknya tahapan yang dilalui seorang remaja sebelum menikah seperti melanjutkan pendidikan, bekerja, menikah, menjadi anggota masyarakat dan hidup sehat.
Sedangkan pada kegiatan bina keluarga balita, dengan memberikan penyuluhan yang intensif bagi orang tua, dan anggota keluarga lainnya dalam mengasuh, dan membina tumbuh kembang anak melalui kegiatan stimulasi fisik, mental dan intelektual, emosional, spiritual, sosial dan moral. Melalui kegiatan bina kelompok balita juga diberikan pemahaman atau sosialisasi dalam memperhatikan pola asuh pada 1000 hari pertama kehidupan yang dilakukan dengan memperhatikan gizi ibu hamil, seperti: ibu hamil makan dua kali lebih banyak dengan porsi lauk pauk, sayur dan buah ditambah tablet tambah darah sebutir sehari agar terhindar dari risiko anemia. Terlebih masa pandemi COVID-19 ini, harus patuh pada protokol kesehatan dengan rajin cuci tangan, memakai masker, hindari merokok dan pola hidup tidak sehat, hindari makan makanan yang berpengawet, dan berolahraga sesuai kebutuhan ibu hamil.
Setelah melahirkan, pola pengasuhan dilanjutkan dengan memberikan asi ekslusif pada bayi hingga berumur dua tahun dan ini bersifat wajib. Setelah lewat enam bulan, ASI bisa dikombinasikan dengan makanan pendamping ASI. Berikan kapsul vitamin A dan imunisasi lengkap sesuai jadwal yang dianjurkan dokter. Lakukan timbang berat badan bayi secara rutin untuk memantau tumbuh kembang kesehatannya. Akhirnya, kepedulian terhadap pola pengasuhan yang baik dan terukur dari kita semua walaupun masa pandemi COVID-19, adalah langkah dasar yang fundamental, dalam membangun asa dan harapan, guna menciptakan sumber daya manusia berkualitas yang berkelanjutan hingga nanti untuk kebanggaan bagi keluarga, masyarakat dan Indonesia tentunya.
Penulis merupakan Penata Muda III A Perwakilan BKKBN Sumatera Barat