Payakumbuh (ANTARA) - Berawal dari hanya mengelola sampah plastik untuk dicacah, Minda Riszana bersama karyawannya Ramadhan berinovasi untuk mengelola sampah plastik non-ekonomis jadi paving block.
Minda menyebutkan bahwa ia sudah mulai mengelola sampah sejak 2017 bersama rekannya Saga Putra Syahrun yang memiliki lahan yang ditempatinya di Gaduik, Nagari Batu Payuang, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota.
Awalnya, dirinya bersama Saga hanya mencoba mengelola sampah plastik menjadi hal yang bernilai.
Tetapi, setelah berjalannya waktu, pihaknya mendapati masih banyak sampah yang tidak dapat diolah dan makin menumpuk di tempatnya, padahal pihaknya sudah mengelola sampah.
Sempat berpikir mau diapakan sampah-sampah yang tidak dapat diolah, dicacah dan tidak bernilai ekonomis ini. Karena tidak mungkin dibakar dan tidak bisa dikubur karena butuh waktu ratusan tahun untuk terurai.
Berdasarkan hal ini, bersama Ramadhan dirinya mencoba melakukan inovasi dengan mengelola sisa sampah tersebut. Tepatnya pada tiga bulan sebelum pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia.
Minda menyebutkan untuk dapat menjadikan sisa sampah plastik yang tidak bernilai ekonomis ini menjadi paving block yang siap dipakai, pihaknya membutuhkan waktu hingga enam bulan.
"Bersama Ramadan kami belajar mengelola ini secara otodidak meskipun ada tukar pikiran dengan teman-teman saya. Tidak sebentar kami terus gagal. Setidaknya selama tiga bulan kami terus gagal," jelasnya.
Selanjutnya, pihaknya juga membutuhkan waktu tiga bulan untuk mengetes kekuatan dari paving block yang telah dibuat.
Dalam kurun waktu tiga bulan itu, ia mencoba kekuatannya dan lainnya mulai dari menjemur di cuaca panas, hujan dan melihat apakah paving blocknya berlumut.
"Kami juga mencoba meneteskan minyak, oli dan lainnya, ini untuk melihat apakah akan hancur ketika dipakai untuk parkir. Untuk kekuatan juga telah dites, dan telah bisa dijadikan untuk parkir," tambah dia.
Ia mengatakan dalam satu hari pihaknya baru bisa menghasilkan 100 paving blok, sebab selain hanya ada dua karyawan untuk membuat ini, pengolahannya masih manual.
"Karena saat ini kami melihat respon dari masyarakat. Bagaimanapun harus tetap diperhitungkan bisnisnya dan misi untuk menyelamatkan bumi. Nanti kalau responnya bagus, tentu akan dicari mesin yang lebih canggih," sambungnya.
Sekarang, ujar dia paving block buatannya tersebut sudah dipasang di Halaman Kantor Wali Kota Payakumbuh.
Selanjutnya, ia mengaku masih kekurangan bahan baku untuk membuat ini. Untuk itu, pihaknya sangat berharap masyarakat untuk ikut serta dalam hal ini dengan menjual segala macam sampah plastik yang ada di rumah masing-masing.
"Masyarakat harus mengetahui bahwa sampah itu bernilai ekonomi. Kami membutuhkan semua sampah plastik, semua mulai dari kantong kresek, bungkus sampo dan lainnya," ujarnya.
Ia menyebutkan untuk saat ini, pihaknya menghargai satu meternya Rp180 ribu. Sebab paving block yang dibuatnya ini anti pecah, lebih kuat, awet, anti lumut.
"Dan bisa di daur ulang, apabila rusak, antar ke kami dan kami bikinkan yang baru. Kami juga siap membuat sesuai dengan keinginan," tambah dia.
Mengubah sampah plastik non-ekonomis jadi paving block di Luak Limopuluah
Karyawan sedang membuat paving block dari sampah plastik. (Antarasumbar/Akmal Saputra)
Awalnya, dirinya bersama Saga hanya mencoba mengelola sampah plastik menjadi hal yang bernilai,
