Mempelajari keberhasilan pengendalian COVID-19 di Sumatera Barat

id pengendalian covid-19,COVID-19 di sumbar',berita padang, berita sumbar

Mempelajari keberhasilan pengendalian COVID-19 di Sumatera Barat

Guru memeriksa suhu tubuh murid saat hari pertama masuk sekolah di SDN 11 Marunggi, Pariaman, Sumatera Barat, Senin (13/7/2020). (Antara/Iggoy El Fitra)

Padang, (ANTARA) - Jajaran gugus tugas dan tenaga medis di Sumatera Barat layak diberi apresiasi atas kerja keras dan ikhtiar memutus mata rantai penularan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Sejak diumumkannya kasus pertama di Sumatera Barat pada 26 Maret 2020, penambahan kasus baru terus terjadi dan hingga 18 Juli 2020 terkonfirmasi 817 warga Sumbar terinfeksi virus yang episentrum penyebarannya pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, China, tersebut.

Dengan sejumlah ikhtiar yang dilakukan, mulai dari pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama tiga tahap pada 22 April hingga 7 Juni 2020, pemeriksaan spesimen cairan saluran pernafasan lewat tes usap masal secara masif, kini penambahan kasus baru terus melandai.

Sejak awal Juli 2020 penambahan kasus baru di Sumbar berada di bawah 10 kasus, padahal sebelumnya sempat menjadi provinsi dengan peringkat lima tertinggi angka positif COVID-19 di Indonesia.

Pada awal Mei 2020 rasio positif kumulatif COVID-19 di Sumbar mencapai 6 persen dan pada akhir Juni telah turun menjadi 1,9 persen. Dalam dua pekan terakhir rasio kasus positif harian juga telah turun menjadi di bawah 0,5 persen.

Bahkan, pada 15 Juli 2020, saat pengarahan para gubernur dalam rangka percepatan penyerapan APBD 2020 di Istana Kepresidenan Bogor, Presiden Jokowi mengumumkan lima provinsi yang dinilai terbaik menangani COVID-19, yaitu Yogyakarta, Bangka Belitung, Aceh, Gorontalo dan Sumatera Barat.

Apresiasi yang disampaikan presiden tersebut dilihat dari parameter yang dinilai oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 nasional.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Kesehatan, Sumbar berada pada urutan pertama positive rate COVID-19 dari 33 provinsi yang ada, yaitu 1,80 persen.

Positive rate merupakan perbandingan antara orang yang dinyatakan positif COVID-19 dengan jumlah tes yang dilakukan.

Tahapan pandemi

Keberhasilan pengendalian COVID-19 di Sumatera Barat tak terlepas dari keberadaan Laboratorium Biomedik, Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Universitas Andalas (Unand) Padang yang dikomandoi Kepala Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Unand Dr dr Andani Eka Putra.

Jika provinsi lain butuh waktu tiga hari, bahkan hingga satu minggu untuk mengetahui hasil tes usap, sejak disahkannya Laboratorium Infeksi Biomedik Unand Padang sebagai salah satu tempat pengujian sampel dan diagnosa COVID-19, dalam waktu lima jam dan paling lama 24 jam hasil tes sudah dapat diketahui.

Melibatkan sumber daya manusia sebanyak 40 orang, mulai dari dosen, mahasiswa S2, S3 dengan latar kedokteran, biologi, kimia, Labor Fakultas Kedokteran Unand merupakan yang paling berperan dalam menentukan diagnosa positif atau negatif COVID-19 yang kini telah memeriksa lebih dari 60.000 spesimen.

Menurut Kepala Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Unand Dr dr Andani Eka Putra, kunci pertama dalam penanggulangan wabah adalah menegakkan diagnosa secepat mungkin dengan metode yang akurat.

Ia menerangkan terdapat lima fase dalam penanganan pandemi, yaitu prepatogenesis, patogenesis, erupsi/eksponensial, rekonvalensi, dan rehabilitasi.

Fase prepatogenesis ditandai dengan belum ada kejadian infeksi dan yang perlu dilakukan adalah promosi kesehatan, edukasi, pola hidup sehat, pembatasan sosial, isolasi daerah dan pemantauan perbatasan hingga penyiapan fasilitas kesehatan.

Kemudian fase patogenesis ditandai dengan kejadian infeksi di bawah 40 persen dari populasi, kasus berat dan kematian sedikit, survailans masif, diagnostik masif dan penanganan awal di RS.

Sementara fase erupsi/eksponensial ditandai dengan infeksi pada populasi di periode yang sama hingga 40 persen, pertumbuhan penyakit eksponensial, kasus berat dan kematian tinggi.

Berikutnya, masuk ke fase rekonvalensi, yaitu infeksi di atas 80 persen dari populasi, terbentuk kekebalan masal, perkembangan penyakit menurun, serta penerapan normal baru.

Terakhir fase rehabilitasi ditandai dengan infeksi epidemik, dan perbaikan sosial ekonomi masyarakat.

Andani menilai saat ini di Sumbar penyebaran virus berada pada fase patogenesis, yaitu kejadian infeksi di bawah 40 persen, kasus kematian berat sedikit, surveilans dan diagnostik masif, serta "pertempuran" terjadi di lapangan.

Ia mengingatkan jangan sampai masuk pada fase eksponensial dengan melakukan pencegahan melalui edukasi kepada masyarakat dengan kolaborasi dinas kesehatan dan laboratorium serta melakukan pool test, yaitu tes usap massal.

Di Amerika Serikat dan Eropa, kata Andani, penyebaran virus sudah masuk fase erupsi atau eksponensial karena angka kematian per hari mencapai 3.000.

Edukasi masyarakat

Setelah penambahan kasus baru mulai melandai, Dr Andani mengingatkan perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi agar tetap mengikuti protokol kesehatan dalam beraktivitas.

Andani mengakui untuk mendorong masyarakat mematuhi protokol COVID-19 memang sangat sulit, seperti membiasakan pakai masker hingga mencuci tangan.

"Ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi selama ini dalam menanggulangi COVID," ujarnya.

Ia memaparkan saat ini 90 persen pasien COVID-19 di Sumbar adalah orang tanpa gejala sehingga perlu berhari-hati.

"Bayangkan, 90 persen yang terpapar tanpa gejala, jadi kita tidak tahu siapa yang sudah positif dan dapat menularkan," kata dia.

Menurutnya, karakteristik penyebaran COVID-19 adalah terjadi kontak erat intensif minimal dua sampai tiga hari dengan durasi 15 hingga 30 menit per hari.

Ia menyampaikan empat langkah yang perlu dilakukan, adalah mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, dan mandi setiba di rumah jika pulang dari daerah risiko tinggi, seperti pasar dan tempat umum lainnya.

Andani memperkirakan hingga dua tahun ke depan kita belum tentu bisa menghilangkan COVID-19 dan yang dapat dilakukan saat ini adalah memutus mata rantai penularan dengan melaksanakan protokol COVID-19 dan pemeriksaan secara masif.

Empat langkah

Sementara Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno memaparkan dalam memutus rantai penularan COVID-19 di setiap wilayah Sumatera Barat pihaknya melakukan empat langkah, yaitu pengujian (testing), pelacakan (tracing), isolasi (isolation) dan perawatan (treatment) yang dilakukan secara masif.

"Sumbar beruntung memiliki Laboratorium Biomedik dari Fakultas Kedokteran Unand yang bisa memeriksa sampai dengan 1.800 lebih spesimen tes usap per hari, sembari menunggu vaksin COVID-19 ditemukan. kedisiplinan untuk pencegahan penyebaran COVID-19 tetap dilaksanakan," ucapnya.

Selain itu, gubernur juga menjelaskan saat ini pihaknya terus melakukan pembatasan di setiap perbatasan provinsi, baik darat, laut dan udara dipantau secara ketat.

Kendaraan bisa ke luar dan masuk Sumbar tanpa dibatasi, hanya saja tetap harus mengikuti protokol kesehatan terkait COVID-19.

Untuk memasuki jalur darat Pemprov Sumbar, setiap orang yang masuk diwajibkan melengkapi surat kesehatan dan melakukan tes cepat dan menggunakan masker hingga batasan jumlah penumpang.

Sementara untuk jalur udara para penumpang juga mengikuti protokol kesehatan dengan melakukan tes usap dan harus dikarantina sampai hasilnya keluar dari laboratorium.

Sejalan dengan itu Pemerintah Kota (Pemkot) Padang membentuk Kongsi COVID-19 berbasis RT dan RW bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Unand dalam rangka mengatasi wabah tersebut.

"Kongsi COVID-19 bertujuan mempermudah koordinasi dan sinergi dalam mengatasi COVID-19 dengan menumbuhkan semangat kepedulian bersama, saling memberikan dukungan kesembuhan bagi warga yang terkonfirmasi positif, serta edukasi pola hidup sehat masyarakat agar tidak terpapar," kata Wali Kota Padang Mahyeldi.

Kongsi COVID-19 tersebut diberi pendampingan langsung oleh Fakultas Kedokteran Unand untuk menjelaskan tentang wabah COVID-19 dan upaya pencegahan.