Padang (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), akhirnya menyerahkan berkas tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Rasyidin atas nama Iswandi Ilyas ke kejaksaan.
"Berkas kasusnya telah dirampungkan oleh penyidik Tindak Pidana Korupsi dan hari ini diserahkan ke kejaksaan," kata Kepala Satuan Reskrim Polresta Padang Kompol Rico Fernanda, di Padang, Jumat.
Iswandi Ilyas merupakan tersangka yang sempat buron sekitar delapan bulan sebelum akhirnya ditangkap pada Kamis (11/6).
Ia ditangkap di daerah Bogor, Jawa Barat oleh KPK RI bersama Polres Bogor dan langsung dibawa ke Padang pada Jumat (11/6).
Menurut Rico pemberkasan kasus terhadap tersangka itu tidak memakan waktu lama, mengingat sebelum ia buron proses pemberkasan sudah berjalan.
"Sebelumnya kan sudah dilakukan pemberkasan, kemudian ia DPO. Jadi setelah ditangkap tinggal melanjutkan dan memeriksa tersangka," katanya.
Ia mengatakan setelah penyerahan berkas tersebut, pihaknya tinggal menunggu hasil penelitian dari Jaksa Penuntut Umum pada Kejari Padang.
Sementara itu Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Padang Perry Ritonga membenarkan telah menerima berkas kasus tersebut.
"Secepatnya jaksa akan meneliti. berkas kasus tersebut untuk menentukan kelengkapan berkasnya," katanya.
Ia mengatakan jika berkas dinyatakan lengkap (P21) maka proses kasus akan dilanjutkan dengan penyerahan tersangka beserta barang bukti dari polisi ke kejaksaan (tahap II).
"Jika dinyatakan belum lengkap maka berkas akan dikembalikan ke penyidik, disertai petunjuk dari jaksa," katanya.
Iswandi Ilyas adalah satu dari lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) pada 2013, anggaran berasal dari pemerintah pusat sebesar Rp10 miliar.
Namun pemrosesan sempat tertunda karena ia tidak diketahui keberadaannya, sementara tersangka lainnya saat ini telah menjalani persidangan.
Nama Iswandi Ilyas dimasukkan ke Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 8 Okrober 2019.
Berdasarkan penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI diketahui kasus tersebut telah merugikan keuangan negara mencapai Rp5 miliar.