Bagaimana sains menjelaskan pengaturan gizi dalam meningkatkan daya tahan tubuh

id berita padang, berita sumbar, pandemi corona

Bagaimana sains menjelaskan pengaturan gizi dalam meningkatkan daya tahan tubuh

dr. Hardisman, MHID, PhD

Padang, (ANTARA) - Wabah pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) di awal tahun ini mengajarkan kita bagaimana pentingnya vitalitas atau daya tahan tubuh dalam menghadapi serangan penyakit infeksi. Pada suatu kota atau sekelompok orang yang saling berinteraksi, tidak semuanya yang positif penyakit ini dan muncul gejala penyakitnya.

Begitu juga halnya dengan berat-ringannya penyakit yang diderita oleh pasien. Meski hingga tanggal 28 Maret 2020 sudah tercatat lebih 509 ribu kasus di seluruh dunia dan lebih dari 23 ribu meninggal, namun banyak diantaranya yang dinyatakan sembuh. Setidaknya ini menjadi semangat positif bagi kita menghadapi pandemi global ini.

Salah satu faktor yang berperan dalam berat ringannya penyakit ini adalah daya tahan tubuh atau imunitas seseorang terhadap

serangan virus yang menginfeksinya.

Meskipun bukan satu-satunya, peningkatan imunitas sangat membantu dalam memcegah terserang berbagai penyakit termasuk penyakit infeksi COVID-19. Lalu, bagaimanakah penjelasan sains pengaturan gizi dalam meningkatkan daya tahan tersebut.

Asupan kebutuhan kalorinya dan zat gizi utama.

Kebutuhan kalori adalah mutlak untuk daya tahan tubuh karena segala ia dibutuhkan sebagai energi aktivitas harian dan proses metabolisme dalam tubuh. Kekurangan kalori akan mengakibatkan segala zat gizi lainnya tidak dapat berfungsi dengan baik.

Ada kesalahan yang umum di masyarakat, bahwa untuk meningkatkan daya tahan tubuh mereka fokus pada vitamin dan mineral serta bahan-bahan lain yang dianggap dapat meningkatkan daya tahan tubuh, tetapi mengabaikan kebutuhan nutrisi utama.

Banyak cara menghitung kebutuhan kalori perhari, seperti yang direkomendasikan WHO atau rumus dari Harris-Bennedict.

Akan tetapi, berdasarkan hitungan kasar, secara umum untuk dewasa dapat digunakan perhitungan berdasarkan berat badan (BB). Total kebutuhan 100 Kal/KgBB untuk 10 Kg pertama, 50 Kal/KgBB untuk 10 Kg kedua dan 20 Kal/KgBB untuk setiap KgBB selanjutnya. Lalu ditambahkan 10-20 persen sesuai dengan tingkat aktivitas fisik pekerjaannya.

Berdasarkan perhitungan tersebut, seseorang dengan BB 60 Kg, kebutuhan kalorinya adalah 2.300 Kal (1.000 + 500 + 800 Kal). Meskipun demikian, perhitungan ini tidak untuk mengatur BB menjadi ideal.

Selanjutnya, perlu juga diperhatikan keseimbangan kebutuhan antara karbohidrat, lemak dan protein. Total kalori tersebut selayaknya dibagi menjadi maksimal 65% dari karbohidrat (1500 Kal), sekitar 25 persen dari lemak, dan min 15 persen dari Protein.

Sehingga dengan demikian, asupan karbohidrat maksimal per hari adalah sekitar 3,5 porsi piring nasi ditambah dengan cemilan dan minuman manis yang mengandung gula lainnya.

Sedangkan protein sekitar 350 Kal atau 87 gram, atau setara dengan perhitungan 1-2 gram protein/ KgBB. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan dua butir putih telur atau satu potong daging sedang.

Protein yang dikonsumsi dalam makanan akan dicerna dan diserap dalam bentuk asam-amino. Asam amino inilah yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembentuk protein dan berbagai enzim dan hormon peptida dalam tubuh. Melalui proses ini asam amino akan digunakan untuk proses pembentukan sel, memperbaiki jaringan yang rusak dan proses penyembuhan.

Mencukupi kebutuhan cairan atau minum.

Cairan mutlak dibutuhkan untuk segala proses metabolisme di dalam tubuh. Zat sisa metabolisme akan dikeluarkan melalui ginjal dalam urin juga memerlukan asupan cairan. Selain itu, cairan tubuh juga berperan dalam keseimbangan mineral tubuh dan pengaturan suhu. Kekurangan cairan atau minum jelas akan berdampak pada daya tahan tubuh seseorang.

Seorang dewasa direkomendasikan minum sebanyak 1 ml setiap 1 Kal kebutuhan hariannya. Seorang dengan BB 60 Kg, sebaiknya minum lebih kurang 2 liter setiap harinya, ditambah dengan cairan lain yang ada dalam makanan. Kebutuhan ini juga akan bertambah sesuai suhu tubuh, suhu lingkungan dan aktivitas.

Kecukupan asupan vitamin dan mineral.

Beberapa vitamin dan mineral sudah diketahui sejak lama berperan dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Vitamin tersebut diantaranya adalah vitamin C, E, D dan A.

Vitamin C dan E berfungsi sebagai antioksidan atau membantu menangkal kerusakan sel dan jaringan oleh akibat ‘oksidan’ dan ‘radikal bebas’ akibat polusi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuh.

Vitamin C dan E juga membantu proses pemulihan dan ketahanan sel dan jaringan tubuh. Asupan vitamin C dan E yang cukup dapat meningkatkan ketahanan sel-sel yang akan dihinggapi oleh virus, sehingga membantu meningkatkan daya tahan tubuh secara menyeluruh.

Sumber vitamin C banyak terdapat dalam buah-buahan seperti jeruk dan lainnya. Sedangkan vitamin E banyak terdapat pada kacang-kacangan, alpukat, dan almond serta juga lemak ikan. Seyogyanya untuk mencukupi kebutuhan harian, hendaknya mengonsumsi makanan ini secara alamiah.

Vitamin A, selain lebih umum dikenal berperan dalam kesehatan mata, ia juga membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa kepustakaan menunjukkan vitamin A berperan dalam perkembangan sel-sel imunitas termasuk limfosit-B. Sehingga akan sangat berperan dalam respon tubuh terhadap serangan virus dalam membentuk antibodi.

Vitamin A juga berperan dalam pematangan sel pada jaringan mukosa dan kulit, bersama dengan vitamin C dan E. Fungsi ini juga secara langsung meningkatkan daya tahan tubuh.

Vitamin A (beta karoten) aktif dapat didapatkan daging atau ikan. Akan tetapi precursor-nya yang disebut sebagai pro-vitamin A banyak terdapat pada sayur-sayuran seperti wortel dan buah-buahan, dalam bentuk senyawa karotenoid. Selanjutnya di dalam hati karotenid akan diubah menjadi vitamin A.

Vitamin D (kalsiferol) yang selama ini lebih dikenal untuk pertumbuhan dan kekuatan tulang, juga berperan utama dalam daya tahan tubuh. Vitamin D bekerja dalam proses keseimbangan respon sistim imun (imunomodulator). Sehingga sangat penting dalam respon sistem imun terhadap infeksi virus dan bakteri.

Vitamin D dianjurkan sekitar 20 mcg (800 IU) perhari dari makanan. Sumber vitamin D terutama adalah kuning telur dan berbagai jenis ikan seperti salmon. Satu butir kuning telur mengandung sekitar 1 mcg (37 IU) vitamin D, atau 5% dari kebutuhan harian.

Akan tetapi vitamin D dari makanan dalam bentuk precursornya, senyawa 7-dehidrokalsiferol. Setelah melalui proses percernaan dan penyerapan, sumber vitamin D yang dikonsumsi akan dibawa ke seluruh tubuh. Jika sampai pada permukaan kulit, 7-dehidrokalsiferol akan diubah menjadi vitamin D (kalsiferol) oleh sel-sel keratinosit, dengan bantuan UV-B cahaya matahari.

Disinilah paparan sinar matahari menjadi sangat penting dalam memenuhi kebutuhan pembentukan Vitamin D. Paparan cahaya matahari untuk sintesis vitamin D dapat terpenuhi dengan waktu 10-15 menit perhari, 3-4 kali semingggu.

Selanjutnya kalsiferol (Vitamin D) yang terbentuk pada kulit ditranspor lagi ke sel-sel jaringan ginjal dan diubah menjadi 25-hidroksikalsiferiol-D3 atau kalsitrol. Inilah yang lebih dikenal dengan vitamin D aktif (D3), yang bekerja dalam metabolisme kalsium dan fosfat untuk tulang dan membantu kestabilan kekebalan tubuh.

Kebutuhan mineral juga harus dipenuhi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, yaitu zat besi (Fe), selenium (Se) dan Zinc (Zn). Mineral ini terutama banyak didapatkan dari daging dan ikan.

Zat besi adalah mineral yang berfungsi dalam pembentukan Hb (hemoglobin). Kekurangan Hb akan menyebabkan seseorang menjadi anemia, yang akan berdampak terhadap daya tahan tubuh seseorang. Betapapun cukupnya mineral dan vitamin lainnya, seseorang yang anemia mempunyai daya tahan rendah.

Penulsi adalah Dosen Fakultas Kedokteran UNAND, Bidang Kedokteran Komunitas dan Pencegahan