Jakarta (ANTARA) - Pelaksana tugas Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar, menyebut pemimpin "Keraton Agung Sejagat" yang mengklaim penerus Majapahit sebagai Raja di Purworejo, Jawa Tengah, Totok Santosa, sebagai orang kurang waras.
Bahtiar di Jakarta, Jumat, mengatakan, begitu juga dengan kasus munculnya "Sunda Empire" di media sosial (medsos) viralnya tentang "Keraton Agung Sejagat". "Kalau saya harus cek betul jangan-jangan orang kurang sehat, orang kurang waras kok, jangan orang kurang waras anda respons habis-habisan," kata dia.
Pada prinsipnya, kata dia mengelola organisasi kebudayaan, kemasyarakatan dan sosial boleh-boleh saja asalkan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. "Itu malah dibungkus kegiatan sosial, tetapi mungkin nanti ada soal penipuan, pidana dan lainnya. Jadi indikasinya ada penyelahgunaan berorganisasi dibungkusnya kebudayaan," kata dia.
Karena telah bergulir ke ranah hukum, Bahtiar mengajak masyarakat sebaiknya agar menunggu polisi menyelesaikan penanganan kasus itu. Selain itu, masyarakat juga perlu meningkatkan literasi tentang keorganisasian dan yang menyangkut lainnya seperti kebudayaan agar tidak tertipu oleh orang kurang waras yang ingin melakukan penipuan.
Sebelumnya, Santosa mendeklarasikan diri sebagai sinuhun yang memimpin "Keraton Agung Sejagad", bersama "permaisuri"-nya, Fanni Aminadia, yang diberi gelar Kanjeng Ratu Dyah Gitarja.
Mereka mengklaim memiliki pengikut sekitar 450 orang dan menggelar acara wilujengan dan kirab budaya pada 10-12 Januari 2020 yang membuat keraton fiktif itu menghebohkan publik.
Baca juga: Ternyata cabang Keraton Agung Sejagat juga ditemukan di sejumlah daerah di Klaten
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah menangkap mereka berdua di sekitar Wates, Yogyakarta, atau di luar "keraton"-nya, di Purworejo, Jawa Tengah, dan menjadikannya tersangka penipuan.
Kepala Polda Jawa Tengah, Inspektur Jenderal Polisi Rycko Amelza Dahniel, menjelaskan tersangka memiliki motif untuk menarik dana dari masyarakat dengan menggunakan tipu daya. "Dengan simbol-simbol (mirip simbol) kerajaan, tawarkan harapan dengan ideologi, kehidupan akan berubah. Semua simbol itu palsu," katanya.
Baca juga: Janjikan kehidupan lebih baik, pengikut Raja Keraton Agung Sejagat dipungut puluhan juta
Santosa dan Aminadia bukanlah warga Purworejo, melainkan memiliki KTP Jakarta dan selama ini indekos di Yogyakarta.
Bahkan, mereka juga bukan pasangan suami-istri, sebab Aminadia yang "diakui" Santosa sebagai "permaisuri" ternyata hanya teman wanitanya.
Perbuatan tersangka, lanjut dia, telah menimbulkan keresahan terhadap masyarakat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, sehingga kepolisian telah bertindak cepat dan tegas untuk mencegah terjadi korban yang lebih banyak.
Baca juga: Kasus Keraton Agung Sejagat, polisi libatkan guru besar sejarah
Berita Terkait
Ingat kasus Sunda Empire? Ini putusan pengadilannya
Selasa, 27 Oktober 2020 12:26 Wib
Masih ingat kasus Sunda Empire? ini perkembangannya
Kamis, 18 Juni 2020 20:38 Wib
Empire Unand bersama DD Singgalang dan DDV Sumbar bagikan 165 paket sembako
Senin, 11 Mei 2020 18:07 Wib
Tiga tersangka Sunda Empire dinyatakan tidak mengalami gangguan jiwa
Rabu, 19 Februari 2020 10:35 Wib
Petinggi Sunda Empire ajukan penangguhan penahanan ke Polda Jawa Barat
Selasa, 18 Februari 2020 14:43 Wib
Sunda Empire klaim 500 juta dolar AS, Polda Jawa Barat selidiki kebenarannya ke Kedubes Swiss
Jumat, 14 Februari 2020 14:21 Wib
Perkembangan kasus Sunda Empire, polisi pastikan tak ada unsur penipuan dalam
Jumat, 7 Februari 2020 15:03 Wib
Usai Sunda Empire kini "King of The King", polisi tetapkan dua tersangka
Sabtu, 1 Februari 2020 6:25 Wib