Jakarta, (ANTARA) - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sedang menjajaki kerja sama dengan sejumlah pemerintahan atau pihak swasta di luar negeri untuk kemungkinan kerja sama dalam pembangunan Bandar Antariksa di Biak.
"Sangat mungkin dengan pihak internasional juga. Jadi ini juga sedang diupayakan untuk nantinya bukan Bandar Antariksa kecil, tetapi Bandar Antariksa Internasional," kata Ketua LAPAN Thomas Djamaluddin kepada ANTARA melalui sambungan telepon di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan LAPAN saat ini belum menghitung seberapa besar pendanaan yang kemungkinan akan dikeluarkan untuk pembangunan Bandar Antariksa yang rencananya akan dibangun di Desa Soukobye, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua.
Ia menyebutkan pendanaan pembangunan tersebut kemungkinan akan diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Kemitraan Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Namun, ia juga mengatakan bahwa LAPAN sedang menjajaki kemungkinan kerja sama dengan sejumlah pemerintahan dan lembaga swasta dari luar negeri.
"Kami berharap nantinya ada mitra-mitra internasional yang bersedia untuk berinvestasi untuk Bandar Antariksa tersebut," katanya.
Ke depan, Indonesia dengan keunggulan lokasinya yang berada di garis khatulistiwa atau ekuator bisa memberikan layanan peluncuran roket satelit.
Sejauh ini, LAPAN telah menghubungi bebeberapa mitra internasional, baik pemerintahan maupun lembaga swasta dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, Korea, India dan Rusia.
Sebagian dari mereka, katanya, telah menyampaikan ketertarikan untuk bekerja sama, tetapi beberapa hal yang lebih rinci masih dalam proses diskusi.
"Semuanya punya peluang. Sekarang tinggal menjajaki, mana yang nantinya dapat mewujudkan (kerja sama) itu," katanya lebih lanjut.
Ketika ditanya tentang perkembangan penjajakan kerja sama dengan RRT, Thomas mengatakan bahwa LAPAN telah melakukan beberapa kali pembicaraan dengan mereka terkait rencana kerja sama tersebut.
Dalam pembicaraan itu, RRT pada prinsipnya berminat dan membuka kemungkinan untuk berbisnis dalam jasa peluncuran di wilayah Indonesia.
"Tinggal pihak kitanya perlu menyiapkan regulasi yang saat ini juga sedang disiapkan terkait dengan peraturan pemerintah, turunan dari Undang-Undang Keantariksaan untuk menjadi pedoman dalam pembangunan dan pengoperasian Bandar Antariksa," ujarnya.
Ia mengatakan dari aspek bisnis, produksi satelit di dunia saat ini semakin meningkat, sementara penyediaan Bandar Antariksa untuk peluncuran roket satelit menjadi semakin terbatas.
Oleh karena itu, rencana pembangunan Bandar Antariksa di Biak membuka kesempatan bagi Indonesia untuk menyediakan jasa lokasi peluncuran roket satelit luar negeri.
"Apalagi posisinya di ekuator. (Selain Indonesia) kan hanya di Amerika Selatan, miliknya Prancis dan Brazil. Harapannya di Asia Pasifik ada satu, di Biak itu."
"Nantinya, harapannya kita bisa menyediakan jasa peluncuran satelit dengan roket-roket yang disediakan juga oleh mitra-mitra internasional," katanya. (*)