Wartawati pertama Indonesia asal Agam Ruhanna Kuddus jadi pahlawan nasional

id pahlawan nasional,Rohana Kudus,Ruhanna Kuddus,Wartawati pertama Indonesia,Sejarah rohana kudus,Koto gadang,Sumbar terkini

Wartawati pertama Indonesia asal Agam Ruhanna Kuddus jadi pahlawan nasional

Ilustrasi Ruhanna Kuddus di pencarian Google (ANTARA/Miko Elfisha)

Padang (ANTARA) - Wartawati perempuan pertama di Indonesia asal Koto Gadang, Kabupaten Agam Sumatera Barat, Ruhanna Kuddus, ditetapkan menjadi pahlawan nasional tahun ini, meski sebelumnya telah dua kali gagal saat diusulkan.

"Kami sudah dapatkan surat undangan untuk penganugerahan gelar di Istana Negara, Jumat (8/11). Suratnya sudah disampaikan ke gubernur dan ahli waris," kata Kepala Dinas Sosial Sumbar, Jumaidi di Padang, Kamis.

Ia mengatakan penetapan gelar pahlawan nasional itu diputuskan dalam pertemuan antara Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan dengan Presiden Joko Widodo, Rabu (6/11).

Ruhanna Kuddus pernah dua kali diusulkan Pemprov Sumbar sebagai pahlawan nasional dari provinsi itu. Terakhir diusulkan pada 2018. Meski sudah memenuhi syarat namun belum beruntung ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

Ruhanna Kuddus merupakan wartawan perempuan di Sumbar lahir di Koto Gadang, Kecamatan Ampekkoto pada 20 Desember 1884 dan meninggal di Jakarta pada 17 Agustus 1972 pada usia 87 tahun.

Ia hidup pada zaman yang sama dengan Kartini, di mana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi. Ia adalah pendiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

Saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangannya terhadap kaum pribumi, Ruhanna bahkan turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda.

Kiprahnya di dunia jurnalistik dimulai dari surat kabar Poetri Hindia pada 1908 di Batavia yang dianggap sebagai koran perempuan pertama di Indonesia.

Ruhanna pun mempelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial untuk membantu para gerilyawan.

Dia juga mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari Kotogadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikannya dalam sayuran dan buah-buahan yang kemudian dibawa ke Payakumbuh dengan kereta api.

Hingga ajalnya menjemput, dia masih terus berjuang. Termasuk ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan. Di sana dia mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak. Kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar Cahaya Sumatera.

Perempuan hebat itu wafat pada 17 Agustus 1972.