Jelajah kenikmatan rendang daging ala Katuju Indonesia

id rendang,katuju indonesia,Ranah minang,kuliner minang,kuliner khas sumatera Barat,resep rendang rumahan,bahan rendang

Jelajah kenikmatan rendang daging  ala Katuju Indonesia

Owner Katuju Indonesia Ade Surianto. (ANTARA SUMBAR/ Miko Elfisha)

Padang, (ANTARA) - Bagi Anda yang pernah mendengar nama Sumatera Barat, Ranah Minang, pasti juga pernah mendengar satu kata ini, rendang. Kuliner khas Ranah Minang ini memang sudah terkenal jauh ke mancanegara, bahkan beberapakali pernah dinobatkan menjadi makanan terenak di dunia versi CNN.

Banyak Rumah Makan (RM) Padang yang tersebar di penjuru dunia, karena karakter orang Minang yang memang suka merantau. Di rumah makan itu, siapapun bisa mencicipi nikmatnya rasa rendang. Bukan RM Padang namanya kalau tidak ada rendang.

Tapi kalau ingin mencicipi rasa rendang yang otentik, tidak ada jalan lain Anda harus datang langsung ke sumbernya, tempat rendang itu dibuat dengan bumbu dan rempah yang tumbuh di Ranah Minang. Bukan rahasia lagi, rendang yang dibuat di luar Sumbar, meski tetap enak, tetapi akan memiliki cita rasa yang "sedikit" berbeda dengan rendang di tempat asalnya.

Salah satu "dapur" rendang yang menawarkan keotentikan itu adalah "Katuju Indonesia". Sebuah usaha kuliner khusus rendang di jalan Lolong Karan, Sungai Sapih, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat.

Katuju adalah bahasa Minangkabau. Itu sebuah ungkapan untuk menyatakan sesuatu yang disukai. Kata itu juga bisa merepresentasikan lima pancaindra yang terlibat dalam penilaian sesuatu.

Katuju erat kaitannya dengan indra pengecap (selera, rasa), dengan penglihatan (bentuk, rupa), pendengaran, penciuman (aroma), sentuhan (tekstur).

Kualitas terbaik yang disukai oleh semua pancaindra itulah yang ingin dipersembahkan pemilik Katuju Indonesia kepada pelanggan. Citarasa yang bukan hanya lezat, tetapi juga mampu bercerita dan memberi nilai, kata sang pemilik Ade Surianto.

Meski produk rendangnya telah dikemas secara modern dan higienis, namun keotentikan dan orisinalitasnya tetap terjaga. Sensasi harum rempah dan rasa daging yang serasa membuat air liur meleleh itu tersaji dalam tiap "sachet".

Otentik dan orisinalitas rasa memang menjadi komitmen bagi pemilik Katuju Indonesia sejak usaha kuliner rendang itu didirikan pada 2017.

Memulai bisnis rendang bagi putra asli Solok itu memang bukan sekadar coba-coba, apalagi spekulasi. Ia adalah orang yang memiliki dasar riset yang kuat untuk memproduksi kuliner khas Minangkabau itu.

Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk riset tentang kuliner khas itu. Dimulai dari 2014 saat hotel tempatnya bekerja saat itu menugaskannya untuk memperkuat menu kuliner yang menarik untuk tamu.

"Sejak awal mendirikan usaha, modal yang paling besar saya itu adalah produk. Saya meyakini produk rendang dari Katuju Indonesia sejajar dengan produk rendang enak lain di Ranah Minang," katanya lulusan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang (UNP) pada 2005 itu yakin.

Hingga sekarang, setiap minggu Ade pasti selalu singgah di berbagai rumah makan berbeda khusus untuk menyantap sajian rendangnya. Itu dilakukan untuk membandingkan, menguji stadar dan rasa rendang produknya sendiri.

Walaupun bukan yang terbaik, tetapi rendang produksi "Katuju Indonesia" adalah salah satu yang terbaik di Ranah Minang. Begitu keyakinannya berdasarkan studi perbandingan itu.

Varian Rendang

Riset yang dilakukan Ade tidak hanya memperkuat kemampuannya mengolah rendang, tetapi juga memberikan pemahaman bahwa rendang daging di Minangkabau ternyata memiliki varian yang sangat kaya. Bahkan masing-masing daerah di Sumbar memiliki karakter dan rasa rendang yang berbeda, meski sama enaknya.

Di Sumbar, ada 19 kabupaten dan kota, karena itu setidaknya untuk rendang daging saja, ada 19 varian berbeda, khas masing-masing daerah. Varian itu bisa terjadi karena perbedaan cara memasak, maupun campuran bumbu tambahan.

Ada rendang yang dibuat sangat kering dengan warna kehitaman. Daging padat pada rendang itu seolah disiram dengan dedak rempah yang harum menggugah selera. Namun ada pula rendang yang masih berwarna coklat emas. Dagingnya seakan disiram dengan kuah rempah yang kental dan membuat air ludah meleleh. Varian rendang daging lainnya agak lebih berminyak. Daging dan kuah rempahnya terendam dalam minyak kelapa yang melimpah. Rendang inipun tidak kalah nikmatnya karena dagingnya biasanya lebih lembut.

Varian yang kaya itu, menurut Ade Surianto, adalah sebuah peluang untuk merebut pasar. Maklum, pengusaha yang bermain di bisnis rendang saat ini cukup banyak. Perlu sesuatu yang istimewa agar bisa terdepan dalam persaingan.

Selama ini, dalam satu kemasan berbentuk sachet, Katuju Indonesia mengemas empat potong daging rendang. Rendang itu adalah khas Katuju Indonesia. Satu varian saja. Namun ke depan, dalam satu kemasan akan diisi empat daging rendang dengan empat varian.

"Bisa dalam satu kemasan itu rendang daging khas Padang, khas Solok, khas Tanah Datar dan khas Payakumbuh. Dalam kemasan lain bisa dimasukkan pula komposisi varian yang berbeda. Artinya dengan membeli satu kemasan, konsumen bisa menjelajah rasa rendang khas dari empat daerah di Sumbar," katanya.

Selain ingin memberikan kepuasan kepada pelanggan, hal itu menurut Ade juga akan menyosialisasikan dan melestarikan kekayaan kuliner khas Minangkabau itu. Untuk mencapai tujuan itu, Katuju Indonesia juga akan menjajal pemasaran secara daring agar produk yang kaya varian itu bisa diakses oleh lebih banyak pelanggan dari berbagai kalangan.

Selama ini pola bisnis yang dikembangkan usaha kuliner itu adalah business to business, seperti dengan perusahaan umroh atau perusahaan lain yang membutuhkan kuliner dengan orientasi ekspor.

Membuat museum rendang

Sebagai kuliner yang pernah beberapakali mendapatkan penghargaan sebagai makanan terenak di dunia, rendang seharusnya memiliki sebuah museum yang bisa memberikan informasi komprehensif, baik sejarah, perkembangan, varian hingga informasi lain yang berkaitan. Namun museum tematik seperti itu masih belum ada hingga saat ini.

Ade bermimpi, pada suatu saat, ketika usahanya makin berkembang, ia ingin mendirikan sebuah museum tematik rendang di Sumbar. Sebagai sebuah upaya untuk terus mempertahankan sebuah kearifan lokal yang telah menembus level internasional.

Kepala Dinas Koperasi dan UKM Sumbar Zirma Yusri mengatakan perkembangan usaha kuliner khas rendang saat ini berkembang sangat pesat. Namun hampir seluruhnya masih usaha mikro dan kecil dengan skala produksi terbatas.

Usaha rendang skala industri, boleh dikatakan belum ada di daerah itu. Namun untuk kebutuhan pasar lokal dan nasional dengan penjualan berbasis online, yang ada saat ini dinilai sudah mencukupi.

Salah satu persoalan tentang UKM selama ini, menurut dia, adalah kemasan yang belum baik. Namun beberapa tahun terakhir, persoalan itu sudah mulai teratasi. Pengusaha mulai memahami pentingnya kemasan.

Ke depan, Zirma berharap UKM rendang itu bisa makin berkembang dengan orientasi tidak hanya untuk pasar lokal, tetapi juga ekspor. (*)