Pulau Punjung, (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, menekankan pentingnya penerapan upaya pencegahan kekerdilan akibat kurang gizi kronis pada anak sejak seribu hari pertama kehidupan anak.
"Artinya apabila ibu positif hamil maka mulai hari itu pencegahan sudah harus mulai dilakukan, dengan mengajak para ibu hamil mengonsumsi makanan bergizi dan seimbang," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya Rahmadian di Pulau Punjung, Senin.
Ia mengatakan bahwa cara terbaik untuk mencegah terjadinya kekerdilan pada anak adalah memastikan pemenuhan kebutuhan gizi secara seimbang sejak janin berada dalam kandungan. Upaya pemenuhan gizi juga mesti dibarengi dengan pemeriksaan kesehatan ibu secara rutin selama masa kehamilan.
"Pemeriksaan kesehatan ibu selama masa kehamilan diperlukan untuk memastikan berat badannya sesuai dengan usia kehamilan," katanya.
Dia menjelaskan pula bahwa upaya pencegahan kasus kekerdilan akibat kekurangan gizi kronis pada anak antara lain dilakukan melalui kegiatan sosialisasi di tingkat nagari (desa adat).
"Pemerintah juga bekerja sama dengan pemerintah nagari melalui dana desa untuk menggelar sosialisasi pencegahan stunting(kekerdilan pada anak), tahun ini rencananya kami mulai dari nagari di Kecamatan Timpeh," katanya.
Kekerdilan pada anak, ia menjelaskan, terjadi antara lain akibat kekurangan gizi dalam jangka lama, ketidakseimbangan hormon, dan serangan infeksi pada usia dini.
"Tanda-tanda anak mengalami stunting, yakni berbadan lebih pendek dibandingkan anak seusianya, proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih kecil untuk usianya, berat badan rendah untuk anak seusianya," katanya.
Ia menekankan pentingnya warga mengenali tanda-tanda kekerdilan pada anak dan faktor penyebabnya. Keterlibatan warga sangat penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerdilan pada anak.
Menurut data pemerintah, jumlah kasus kekerdilan pada anak di Kabupaten Dharmasraya tahun 2017 tercatat sebanyak 17 persen dari jumlah anak, tahun 2018 bertambah menjadi 20,4 persen dari jumlah anak, dan tahun 2019 hingga Juni jumlah kasusnya 15,6 persen dari jumlah anak. (*)