Ada pabrik tekstil tua di Sawahlunto, produksi 3.500 helai kain sarung setiap bulan

id Pabrik tekstil sawahlunto

Ada pabrik tekstil tua di Sawahlunto, produksi 3.500 helai kain sarung setiap bulan

Pabrik tekstil tua di Silungkang, Kota Sawahlunto berdiri sejak 1950 namun masih eksis memproduksi kain sarung hingga 3.500 helai setiap bulannya. (Antara Sumbar/Taufan Razzak)

Sawahlunto, (ANTARA) - Mungkin tidak banyak orang yang tahu kalau di Silungkang, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat ada pabrik tekstil tua yang masih eksis memproduksi kain sarung.

Pabrik yang sudah berdiri sejak 1950 itu bahkan masih mampu memproduksi kain sarung hingga 3.500 helai setiap bulannya.

Namanya pabrik Tekstil Taltex milik Pak Darson (63), ia sendiri mengaku generasi kedua yang menjalankan usaha tekstil itu.

Ia menceritakan berdirinya pabrik Tekstil Taltek bermula pada 1927 seorang tokoh masyarakat Silungkang atas nama Talaha ditahan oleh tentara Belanda, dan dibuang ke tempat pengasingan di Boven Digeol di daerah Papua, karena ikut pemberontakan di Silungkang katika itu.

Setelah habis masa tahanan, Talaha kemudian tidak langsung pulang ke Silungkang, namun ia menuju Kota Bandung dan belajar tenun sistem ATBN (Alat Tenun Bukan Mesin).

Setelah merasa mahir dengan tenun ini, Talaha kemudian pulang kampung dan membawa sehelai hasil tenunannya dari Bandung untuk ditiru dengan alat tenun tradisional di Silungkang.

"Pada awalnya tenun sederhana itu berlokasi di Pasar Silungkang sekarang, dan akhirnya berkembang menjadi alat tenun mesin ," kata dia.

Pekerja pabrik tekstil Silungkang, Sawahlunto sedang memperhatikan alat tenun mesin. (Antara Sumbar/Taufan Razzak)


Pada 1950 Talaha mencoba mengembangkan usahanya lebih besar di Silungkang, tidak jauh dari Warung Soto Fahmi, dimana tempat usaha yang dibangunnya itu diberi nama Taltex.

Peralatan yang digunakan masih sistem ATBM dengan memproduksi dasar pakaian, belum kain sarung.

Pada kunjungan Wakil Presiden Muhammad Hatta ke Silungkang, salah seorang wanita yang dulunya sama-sama pernah dibuang bersama Talaha ke Boven Digoel meminta agar Silungkang dialiri listrik.

Permintaan ibu pun dipenuhi oleh pemerintah pada zaman itu sehingga Talaha membeli Alat Tenun Mesin (ATM) sebanyak empat buah, namun sayangnya pada zaman itu Talaha tidak mengerti teknologi sehingga empat mesin yang dibelinya tersebut selama dua tahun tergeletak saja.

Sampai akhirnya teknisi dari Jepang datang dan memasang empat alat mesin tenun tersebut di pabrik tekstil Taltex, dan barulah pada 1957 mesin itu mulai berproduksi.

Datangnya teknisi dari Jepang kebetulan pada 1962 di Sumatera Barat banyak yang membuka industri tenun dengan peralatan mesin dari Jepang yang dipesan para pengusaha tekstil Sumatera Barat.

Untuk di Silungkang didatangkan enam unit alat tenun mesin lagi, dan di Kota Padang ada enam unit atas nama perusahaan Gapersil, dengan bertambahnya ATM di Pabrik Tekstil Taatex maka jumlah keseluruhan mesin menjadi 10.

Pekerja sedang melihat alat tenun mesin tekstil di Silungkang, Sawahlunto. (Antara Sumbar/Taufan Razzak)


Usaha ini terus berkembang dan pada 1975 mesin bertambah 10 lagi dari pabrik tekstil Prima Samudra Ulak Karang Padang, dan 1977 ditambah enam unit lagi juga dari Samudra Ulak Karang Padang, sehingga pada 1977 pabrik tekstil Ulak Karang tutup.

Ia mengatakan pada 2015 ada penambahan mesin sebanyak 14 unit yang dibeli dari pabrik Tekstil Gapersil sehingga jumlah mesin menjadi 40 unit.

Namun ketika terjadi krisis moneter pada 1997 produksi tekstil jadi terganggu dan pekerja hanya bisa bekerja setengah hari saja.

Ditambah kondisi mesin yang kebanyakan sudah tua sehingga yang beroperasi hingga sekarang hanya 26 unit saja, dan memproduksi kain sarung 100 persen katun sebanyak 3.500 helai perbulan dengan merek Lopy, dikerjakan 40 orang semuanya warga Silungkang.

Untuk pemasaran sendiri cukup baik sekitar 75 persen dikirim ke Kota Medan Sumatera Utara, dan 25 persen dipasarkan di Sumatera Barat. (*)