30 tahun tekuni usaha, omzet bawang goreng Bu Uniang kini Rp10 juta per hari

id bawang goreng

30 tahun tekuni usaha, omzet  bawang goreng Bu Uniang kini  Rp10 juta per hari

Seorang wanita mengaduk bawang goreng yang dimasak mengunakan tungku api di JlmPisang, Padang, Sumatra Barat, Rabu (6/3/19). Dalam sehari usaha ini memperoleh omset Rp10.000.000 dan mampu memperkerjakan 9 karyawan yang bekerja di gudang bawang alimasni. (Antara Sumbar/Julian)

Padang (ANTARA) - Sejumput bawang goreng renyah yang ditaburkan pada semangkuk soto atau sup akan membuat citarasa makanan tersebut kian nikmat disantap.

Sebagai penambah cita rasa bawang goreng banyak dipakai pada masakan Indonesia juga masakan Padang.

Di Padang salah satu produsen bawang goreng yang cukup dikenal adalah Alimasni (58) dengan merek Gudang Bawang Alimasni yang bertempat di jalan Pisang no 37, Kecamatan Pauh, Padang, Sumatera Barat.

Perempuan yang akrab disapa bu Uniang tersebut sudah 30 tahun lebih menekuni usaha bawang goreng.

Bawang goreng bu Uniang adalah usaha rumahan yang terkenal dan menjadi favorit masyarakat kota Padang. Dalam sehari bu Uniang bisa mencapai omzet Rp10 juta dengan menjual bawang goreng saja.

Ada sekitar sembilan karyawan yang bekerja di gudang bawang Alimasni, dengan gaji Rp500.000 per minggu, sedangkan ada karyawan lepas sekitar 70 orang yang bekerja di rumah masing-masing.

Usaha ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga , namun juga dapat membantu masyarakat sekitar yang tidak memiliki pekerjaan untuk meningkatkan pendapatan mereka.

“Kami di sini juga bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Jika menggunakan mesin, tenaga manusia tidak terlalu dibutuhkan, jadi karena itu untuk memotong bawangnya kami lebih memilih cara yang traditional,”ujar dia.

Dalam memproduksi bawang goreng ini, bu Uniang menjual sendiri ke Pasar Raya. Harga bawang goreng per kilonya berbeda tergantung jenis bawangnya.

Bawang impor harganya lebih murah yaitu Rp36.000 per kilogram. Sedangkan bawang dari Alahan panjang harganya cenderung tidak stabil Bisa mencapai Rp60.000 sampai Rp70.000 per kilogram.

“Kalau bawang Alahan Panjang ini harganya kurang stabil karena cuaca disana yang berdampak pada petani, sedangkan bawang import cenderung stabil karena harganya sudah ditetapkan pemerintah”ujar dia.

Bawang-bawang yang digunakan untuk membuat bawang gorengnya adalah bawang impor yang berasal dari Pakistan, Selandia Baru, dan Cina serta bawang dalam negeri yang berasal dari Medan dan Alahan Panjang.

Dalam pembuatannya pertama-tama bawang dikupas terlebih dahulu, lalu diparut, setelah diparut bawang dilumuri dengan tepung, didiamkan selama beberapa saat, lalu baru digoreng.

Dengan banyaknya peminat bawang gorengnya, bu Uniang pun ingin lebih memajukan usaha ini lebih baik, seperti bawang goreng dari luar negeri yang kualitasnya lebih baik dan lebih banyak peminatnya. Saat ini bu Uniang terkendala alat pemeras bawang agar bawang yang sudah dimasak cepat kering dari minyak.

“Kami sudah sering di datangi Dinas Perdagangan Tapi belum ada juga tanggapan dari pemerintah, bagaimana bawang goreng kita bisa sama dengan bawang goreng dari luar negeri,”ujarnya.

Ia berharap pemerintah mendukung usaha ini lebih maju agar kualitas produk dapat ditingkatkan.