Ini dampak elektabilitas program "kartu sakti" Jokowi-Ma'ruf menurut pengamat

id Ujang Komarudin

Ini dampak elektabilitas program "kartu sakti" Jokowi-Ma'ruf menurut pengamat

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin. (cc)

Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin berpendapat program-program lanjutan Nawacita Jilid II di bidang sosial karitatif berupa "kartu sakti" akan meningkatkan elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019.

"Kartu sakti Jokowi tersebut untuk merespons serangan dari kubu lawan yang selalu mengkritik pemerintah dengan kesulitan mendapat pekerjaan, pendidikan mahal, dan harga sembako naik," kata Ujang, di Jakarta, Rabu.

Beberapa waktu lalu, Jokowi mencanangkan tiga kartu baru, yakni Kartu Pra-Kerja, KIP-Kuliah, dan Sembako Murah. KIP-Kuliah merupakan pelengkap dari kartu sebelumnya, Kartu Indonesia Pintar.

Namun kartu ini dinilai masih belum cukup membantu anak Indonesia untuk meraih pendidikan yang layak, karena hanya sampai jenjang sekolah menengah atas (SMA), sehingga dikembangkan untuk dukungan bisa menempuh pendidikan tinggi.

Program berikutnya, yakni Kartu Pra-Kerja yang diluncurkan sebagai pelengkap dari gencar pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan masyarakat untuk mengisi lapangan kerja yang semakin luas.

Adapun Kartu Sembako Murah diluncurkan sebagai pelengkap Program Keluarga Harapan (PKH).

Ujang menjelaskan, keberadaan kartu-kartu ini merupakan bukti kehadiran dan keberpihakan negara untuk rakyatnya.

"Ini solusi konkret Jokowi untuk rakyat. Kubu oposisi belum punya program. Masih memberikan janji-janji," ujarnya lagi.

Sebelumnya, calon petahana telah mencanangkan Program Nawacita Jilid II yang menitikberatkan pada penguatan aspek sumber daya manusia, sebagai kelanjutan dari Nawacita I yang berorientasi pada pembangunan infrastruktur.

Pada bidang ekonomi, Jokowi akan fokus meningkatkan produktivitas, daya saing ekspor manufaktur, dan menguatkan industri hulu strategis.

Ada enam langkah strategis yang akan ditempuh, di antaranya penguatan iklim investasi, keterbukaan perdagangan dan keterlibatan di dalam jaringan produksi global. Kemudian, penguatan kemampuan riset dan pengembangan inovasi, serta akselerasi adopsi teknologi.

Menurut ekonom dari Universitas Brawijaya, Malang Aji Dedi Mulawarman, komitmen Jokowi untuk meneruskan kinerja-kinerja positifnya pada periode pertama kepemimpinannya patut diapresiasi.

"Komitmen yang perlu diapresiasi adalah keinginan untuk memperkuat sumber daya manusia ke depan, salah satunya adalah memperbesar anggaran riset," kata Dedi.

Riset ke depan, menurut Dedi, harus didorong tidak hanya dari kalangan perguruan tinggi, namun jauh lebih luas melibatkan partisipasi publik melalui riset keberpihakan.

"Dana riset perlu diarahkan untuk membangun kemandirian kebudayaan dan kekuatan ekonomi menuju kedaulatan pangan dan laut. Bukan hanya ketahanan, apalagi swasembada yang hanya menguntungkan masyarakat kota," katanya pula.

Riset, kata Dedi, bisa diarahkan secara luas hingga menyentuh kekuatan teknologi madya berbasis Indonesia sebagai lumbung pangan dunia dan lumbung maritim dunia.

"Kata kunci dari keberpihakan riset ke depan adalah memperkuat ekonomi nasional dengan mewujudkan kemandirian petani dan nelayan sebagai desain pembangunan Indonesia," ujarnya lagi. (*)