Sijunjung, (Antaranews Sumbar) - Salah seorang pengusaha tenunan Songket Unggan yang berasal dari daerah Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, Indrayeni mengatakan dalam waktu satu bulan pihaknya mampu memproduksi hingga 200 helai songket.
"Dalam waktu satu bulan, kami memproduksi lebih kurang 200 helai songket dari berbagai jenis," katanya di Sijunjung, Jumat.
Ia menyebutkan, dalam produksi tersebut 25 persen diantaranya adalah songket penuh motif, 25 persen semi songket dan 50 persen lainnya adalah songket yang akan digunakan sebagai bahan pakaian.
Dalam produksi ia melibatkan setidaknya 55 orang penenun dari beberapa nagari yang ada di daerahnya, seperti Nagari Unggan, Silantai, Sumpur Kudus dan Sumpur Kudus Selatan.
Tidak hanya perempuan, ia menuturkan, beberapa penenun tersebut diantaranya adalah laki-laki yang menjadi tahanan dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas) di daerah setempat, setelah sebelumnya dibina untuk mengenal dan kemudian memiliki keahlian dalam menenun.
Sementara untuk harga yang ditentukan untuk songket-songket tersebut beragam. Menurut Indrayeni, untuk songket penuh motif dihargai mulai dari Rp1,5 juta hingga Rp4,5 juta rupiah.
Sementara untuk semi songket dihargai mulai dari Rp500 ribu hingga Rp2 juta rupiah dan untuk songket yang akan digunakan sebagai bahan baju dijual dengan harga mulai dari Rp350 ribu hingga Rp1.7 juta rupiah.
"Harga Rp1.7 juta untuk bahan sutra, harga Rp800 untuk bahan semi sutra, Rp350 ribu untuk bahan jenis poliester dan Rp350 ribu dan untuk bahan katun seharga Rp400 ribu rupiah," kata dia.
Ia menambahkan, untuk upah yang diterima oleh para penenun juga beragam, mulai dari Rp100 ribu hingga Rp400 ribu rupiah per helai, tergantung dari bahan yang digunakan dalam menenun.
Untuk penjulan songket tersebut pihaknya juga memiliki rumah promosi ang berada di kawasan ibu kota kabupaten, yaitu di daerah Muaro Sijunjung.
"Nagari Unggan terbilang jauh dari ibu kota kabupaten, sehingga dibutuhkan rumah promosi di daerah keramaian," katanya.
Untuk meningkatkan penjualan hasil tenunan masyarakat tersebut, sebelumnya pemerintah setempat menggunakan Songket Unggan sebagai bahan pakaian ASN yang ada di daerah tersebut. (*)