Putu Sri Tantri, siswa SMAN 10 Luwu Timur, Sulawei Selatan awalnya tak pernah membayangkan akan bisa menjejakan kaki di Ranah Minang hingga mempelajari beragam budaya dan berkunjung ke sejumlah objek wisata yang ada.
Perempuan berusia 16 tahun yang kini duduk di bangku kelas II SMA tersebut hanya mengetahui Padang adalah ibu kota Sumatera Barat.
Saat ia mendengar program Siswa Mengenal Nusantara yang digagas Badan Usaha Milik Negara, Sri pun tertarik mengikut seleksi apalagi daerah tujuannya adalah Sumatera Barat.
Berbagai rangkaian tes dan seleksi pun dilalui hingga akhirnya mamanya keluar sebagai satu di antara 27 siswa Sulawesi Selatan yang mendapat kesempatan berkunjung ke Sumatera Barat pada 12-19 Agustus 2018.
Anak pertama dari dua bersaudara itu senang bukan main. Jika selama ini terbentang jarak cukup jauh antara Sulawesi Selatan dengan Sumatera Barat, tepat pada Minggu (12/8) sekitar pukul 17.15 WIB ia dan rombongan siswa dari Sulsel beserta tiga guru pendamping mendarat di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang Pariaman.
Langit jingga kekuningan di ujung laut Padang pun menyambut para tamu yang datang. Kehadiran mereka disambut langsung manajemen PT Bukit Aasm yang diwakili manajer Hubungan Masyarakat Juliana, KM Salman, dan Manajer Sub Cabang Padang PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Riduan Pasaribu.
Kedua perusahaan itu adalah BUMN yang menjadi pelaksana kegiatan Siswa Mengenal Nusantara di Sumbar pada 2018.
Pada hari pertama menginjakan kaki di Ranah Minang Sri Tanti lekas bersiap dengan agenda orientasi dan pengenalan .
Pada siang harinya, dilanjutkan dengan bedah buku tentang Diary Siswa Mengenal Nusantar pada tahun 2017. Pada tahap awal mereka sengaja dibekali materi itu sebagai panduan untuk menulis diary nanti.
Karena setiap pengalaman baru serta ilmu yang didapat peserta SMN di negeri orang, harus dituangkan melalui diary. Kumpulan tulisan peserta ini nantinya yang nanti akan dijadikan buku.
Kegiatan SMN tidak hanya berputar dalam ruangan saja. Selama sepakan Sri Tantri dan kawan-kawan mengunjungi banyak tempat, serta berkesempatan menjajal pengalaman baru.
Tidak hanya terpusat di Kota Padang sebagai ibu kota provinsi, kunjungan juga dilakukan kabupaten dan kota lain di provinsi "Tuah Sakato".
Beberapa di antaranya adalah Kota Payakumbuh, Bukittinggi, Padang Panjang, Sawahlunto, Kabupaten Tanah Datar, dan lainnya.
Perjalanan ke berbagai kabupaten dan kota itulah yang secara perlahan menimbulkan kesan mendalam Sri Tantri.
Jika sebelumnya putri sulung dari Ketut Sujana dan Wayan Suratni, mengagumi Kota Padang yang masyhur di dunia maya, ternyata setiap tempat yang disinggahi punya kesan tersendiri.
Dari berbagai tempat yang telah disambangi, Sawahlunto menjadi favorit remaja tersebut.
Pesona Sawahlunto yang berhasil memikatnya adalah bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda, bekas lokasi tambang, termasuk lokomotif uap legendaris yang dinamai "Mak Itam". Kini Mak Itam adalah salah satu ikon andalan daerah setempat.
"Semua tempat yang dikunjungi sangat bagus, melengkapi pengalaman saya tentang daerah Sumbar. Namun yang paling menarik hati saya secara pribadi adalah Sawahlunto," katanya.
Ketika di Sawahlunto ia bersama teman-temannya juga berksempatan mempelajari berbagai macam kesenian, tradisi, dan musik daerah Minangkabau.
Beberapa di antaranya adalah Tari Kemilau Songket Silungkang, yang koreografinya menggambarkan kebiasaan masyarakat Sawahlunto dalam menenun songket, kesenian randai, dan lainnya.
Ketika bertandang ke "Kota Galamai", yaitu Payakumbuh, Sri Tantri dan rekan berkesempatan mengunjungi Rumah Kreatif BUMN (RKB) di Kota Payakumbuh, yang kaya dengan berbagai kuliner serta kerajinan tangan.
Saat di Payakumbuh salah seorang teman Sri Tantri, yaitu Andi, menunjukkan kebolehannya berpantomim. Andi adalah siswa dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Pembina, Sulawesi Selatan.
Keterbatasan fisik sebagai penyandang tunarungu, tak menjadi penghalang baginya berkreasi. Gerak demi gerak sukses menggambarkan cerita yang sedang ia mainkan hingga hadirin memberi tepuk tangan yang riuh ketika pertunjukkan selesai.
Sementara di Bukittinggi, peserta diajak mengunjungi panorama serta Lubang Jepang, sebagai bahan pembelajaran sejarah perjuangan Indonesia.
Sri Tantri juga sempat memuji keasrian alam di tanah kelahiran tokoh pendiri Republik Indonesia Muhammad Hatta, yang berikon Jam Gadang tersebut.
"Pemandangan alam Bukittinggi bagus-bagus, kami sempat ke panorama dan Lobang Jepang. Di sini juga banyak pembelajaran sejarahnya," katanya.
Tidak hanya itu, peserta SMN juga dibawa mengunjungi Pusat Dokumentasi Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM) Padang Panjang.
Bahkan di Padang Panjang mereka dijamu makan bajamba, yang merupakan tradisi makan masyarakat Minangkabau dengan duduk secara bersama-sama.
Bersama program SMN para siswa juga berkesempatan menyaksikan megahnya Istano Basa Pagaruyuang di Kabupaten Tanah Datar.
"Salah satu yang menarik ketika memperhatikan Rumah Gadang (rumah adat Minangkabau), atapnya punya lengkungan yang mirip dengan Rumah Tongkonan (rumah adat suku Toraja, Sulsel)," ujar Sri.
Pada malam penutupun para siswa dari Sulsel itu pun menampilkan berbagai tarian tradisi dari tanah kelahirannya. Di antaranya tarian dari suku Mandar, Toraja, Bugis, dan Makassar.
Bahkan salah seorang peserta yaitu Bintang Arya Pamungkas, siswa kelas tiga SMAN 11 Pinrang, Sulsel, juga menyuguhkan pertunjukkan Silat Minangkabau.
Uniknya penampilan berdurasi kurang lebih lima menit itu, hanya berbekal pengamatan sebentar kemudian ditambah video dari youtube.
"Saya senang dengan silatnya, hingga belajar sendiri dari video youtube agar bisa ditampilkan di malam penutupan ini," katanya.
Sri Tanti mengaku mendapatkan banyak pengalaman selama di Sumbar. Mulai dari tradisi, kebudayaan, kesenian, kuliner, wisata sejarah, pemandangan alam dan banyak lainnya Sumbar.
Ia menyadari ternyata Indonesia begitu kaya akan ragam budaya dan adat istiadat.
Kesan positif juga disampaikan salah seorang guru pendamping Kamargono (57), yang mengaku senang karena bisa mengenal adat istiadat Minangkabau.
"Banyak pembelajaran yang didapat di sini, selain itu masyarakatnya ramah sehingga kegiatan jadi menyenangkan," kata pengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) itu.
Manajer Perencanaan dan Bina Wilayah Satuan Kerja CSR PT Bukit Asam, Juliana mengharapkan semua pengalaman yang didapatkan oleh para peserta SMN dibagi sebanyak mungkin.
"Diharapkan pengalaman dan pengetahuan itu dibagi, dimanfaatkan, dan terpenting menambah rasa cinta dan nasionalisme bagi para siswa," kata Juliana
Berbagi pengalaman tersebut, katanya, bisa melalui cerita, tulisan, vlog, postingan media sosial, dan lainnya. Sehingga pengalaman yang didapat di Sumbar tidak hanya untuk diri sendiri. (*)