Kebutuhan terhadap energi seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi dewasa ini menjadi sesuatu yang vital. Terutama pada energi kelistrikan yang hingga saat ini masih banyak masyarakat di pinggiran atau daerah berstatus 3T (terpencil, terdepan dan terluar) belum menikmati penerangan yang layak.
Keterbatasan yang ada tidak cukup dihadapi hanya oleh satu pihak dalam mencari dan menemukan solusinya agar bisa terwadahi kebutuhan penerangan bagi masyarakat daerah terpencil atau dipinggiran.
Manakalah dalam penyediaan penerangan bagi masyarakat pinggiran dan penduduk di daerah 3T tanpa upaya bersama, tentu akan lambat pergerakan ekonomian mereka.
Komitmen pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk percepatan dan pemerataan pasokan listrik, khusus untuk daerah 3T sudah menjadi program prioritas sebagai upaya menuju energi berkeadilan.
Kementerian ESDM meminta agar pasokan listrik untuk daerah 3T harus menjadi prioritas bagi perusahaan listrik nasional dan pemerintah daerah.
Kebijakan yang sudah dituangkan oleh Kemen ESDM, mesti harus diiringi dengan kemauan politik kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, serta selalu bersinergi dengan PLN agar pemerataan pemasokan sesuai harapan.
Direktur Pembinaan Pengusaha ketenagalistrikan Kemen ESDM Dr. Hendra Wahyudi menyampaikan tujuan pamasokan listrik ke daerah 3T jadi prioritas, agar mempercepat berbagai hal perkembangan perekonomian masyarakat.
Hal ini disampaikan pada kegiatan multi stakerholder (pemangku kepentingan) forum yang diselenggarakan oleh PLN Wilayah Sumbar mengangkat tema "Kemudahan mendapatkan listrik untuk mendukung investasi di Provinsi Sumbar," di Padang 28 Juni 2018.
Menurut Hendra, guna memberi layanan energi yang merata terhadap masyarakat daerah 3T, tidak cukup hanya mengandalkan dan bergantung penganggaran dari pemerintah pusat semata.
Namun, tak tertutup kemungkinan bisa perusahaan plat merah mengalokasikan dana sosial respon sibility (CSR) untuk penyambungan awal.
Langkah itu, guna meringankan dan kemudahan kepada masyarakat 3T atau pinggiran. "Mungkin cicilan bisa mereka bayar tetapi untuk sambungan awal keberatan sehingga tetap jadi hambatan mendapat penerangan yang layak,"ujarnya.
Tentu hal ini perlu mendapatkan perhatian bersama, dan syukur di Sumatera Barat sudah punya program sambuangan awal ada bunga nol persen.
"Kami cukup mengapresiasi program yang diterapkan oleh manajemen PLN Sumbar, atas terobosan-terobosan yang dilakukan," ujar Hendra.
GM PLN Wilayah Sumbar Susiana Mutia pada kesempatan yang sama, pihaknya telah berupaya memprioritaskan penerangan di daerah 3T yang masih ada di wilayah Sumatera Barat.
Di Provinsi Sumbar terdapat tiga daerah yang masih 3T, meliputi Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kabupaten Solok Selatan.
Justru itu, ke depan tentu akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten sehingga masyarakat bisa mendapatkan penerangan.
Sebenarnya di daerah 3T seperti di Kepulauan Mentawai, kata Susiana, sudah dilakukan langsung peninjauan bersama Dinas ESDM Sumbar untuk penambahan pembangunan instalasi listrik.
Namun, menurut dia, masih diperlukan koordinasi lanjutan agar setelah infrastruktur PLN dibangun pada daerah 3T masyarakat tentu harus ada uang menyambungkan ke rumahnya.
Sebaliknya bila setelah dilengkapi instalasi, tapi tidak ada yang menyambung dengan berbagai alasan bagi masyarakat, tentu upaya untuk penerangan sulit terlaksana.
"Kami telah melakukan berbagai terobosan program untuk memberikan kemudahan dan pelayanan kepada masyarakat. Baik untuk penyambungan awal, menaikan daya dan lainnya," katanya.
Berkolaborasi
Sesuatu perkejaan berat bila dilakukan dan diselesaikan secara bersama-sama, tentu akan terasa mudah meski secara bertahap.
Kadis ESDM Sumbar Heri Martinus mengatakan, pihaknya akan bersinergi dengan PLN untuk program percepatan penerangan untuk daerah 3T.
Selain itu, sebagai langkah untuk membantu masyarakat dalam penyambungan awal di daerah, Pemprov melalui Dinas ESDM telah mengalokasikan anggaran untuk 500 kepala keluarga pada 2019.
Sebagian daerah sudah ada yang mengusulkan by name - by adress untuk masyarakat kurang mampu mendapatkan bantuan penyambungan tersebut, ungkapnya.
Menyinggung untuk rasio eletrifikasinya Kepulauan Mentawai memang masih di bawah 50 persen. "Kami juga membahas hal ini dengan GM PLN wilayah Sumbar," ujarnya.
Berdasarkan data Dinas ESDM Provinsi Sumatera Barat menunjukan posisi Rasio Eletrifikasi (RE) saat ini sebesar 86,42 persen.
Artinya masih ada sekitar 13,58 persen atau lebih dari 167 ribu rumah tangga di Sumatera Barat yang belum menikmati penerangan yang layak atau listrik.
Dari total tersebut, RE PLN sebesar 85,20 persen dan sisanya sekitar 1,22 persen berasal dari RE listrik Non PLN (PLTMH dan PLTS).
Ia mengungkapkan, jika dilihat dari sudut perbandingan nagari (desa adat) berlistrik, Rasio Desa Berlistrik di wilayah Sumatera Barat sudah mencapai 96,26 persen.
Kendati demikian sebaran RE masing-masing kabupaten/kota dalam wilayah Sumatera Barat memang belum sama besar, khusus di daerah kategori 3T masih pada posisi rendah.
PT. PLN (Persero) tidak sepenuhnya dapat menyediakan tenaga listrik terutama bagi masyarakat di daerah terpencil atau pedesaan.
Oleh sebab itu, salah satu upaya penyediaan tenaga listrik untuk daerah yang sulit dijangkau oleh jaringan PLN, dibangun pembangkit listrik yang bersumber dari potensi Energi Baru Terbarukan yang tersedia dilokasi setempat, seperti Tenaga Air, Tenaga Surya, Biogas dan lainnya.
Faktor geografis menjadikan Sumatera Barat memiliki potensi Sumber Daya Air yang berlimpah, yaitu sebesar 1.100 MW, dimana Sumatera Barat memiliki 4 (empat) buah danau dan 32 sungai besar.
Dengan sumber daya alam yang potensial ini, maka sangat mungkin untuk dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) sebagai salah satu upaya penyediaan sarana listrik bagi daerah terpencil dan pedesaan yang belum berlistrik.
Salah satu kewenangan Pemerintahan Provinsi yang diamanatkan Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik daerah belum berkembang, daerah terpencil dan perdesaan.
Karena itulah, Dinas ESDM Provinsi Sumatera Barat memanfaatkan dan mengoptimalkan berbagai Sumber Daya Alam di daerah ini supaya dapat menghasilkan energi listrik.
Salah satunya adalah memanfaatkan aliran sungai yang ada di kawasan Provinsi Sumatera Barat yang memiliki potensi untuk dibangun PLTMH.
Pengembangan energi baru terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terus dilakukan oleh Dinas ESDM Provinsi Sumatera Barat.
Langkah ini, kata dia, sebagai upaya memenuhi kebutuhan energi listrik masyarakat pedesaan di Sumatera Barat yang belum menikmati listrik karena lokasinya berada di pelosok sehingga tidak terjangkau jaringan listrik PLN.
Sambungan Gratis
Hidup dengan kelengkapan energi dan ingin mendapatkan penerangan yang layak ketika saat malam tiba tentulah menjadi impian semua masyarakat.
Dalam kenyataannya impian itu tidak semua bisa mendapatkan dalam waktu yang sama disebabkan banyak faktor, di antara ekonomi dan geografis wilayah.
Akan tetapi bila kebijakan pemerintah pusat cepat direspon pemangku kepentingan di daerah, terutama gubernur, bupati dan wali kota bisa saja impian energi berkeadilan cepat tercapai.
Kemauan politik kepala daerah cukup menentukan terwujudnya energi berkeadilan yang dapat dirasakan masyarakat, terutama dipinggiran dan ekonomi lemah.
Seperti cara Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni dalam memberi akses dan pemerataan kebutuhan listrik di daerah yang dipimpinannya.
Terkait masih tercatat 6.600 penduduk miskin di Pesisir Selatan yang rumahnya belum teraliri listrik.
Langkah yang diambil sang bupati, yakni program gratis pemasangan sambungan awal listrik ke rumah warga kurang mampu secara ekonomi.
Jumlah yang dialokasikan dalam APBD tahun 2019 untuk program sambungan gratis sebanyak 1.000 unit rumah penduduk yang masuk kategori miskin di daerah itu.
"Kita sudah berkoordinasi dengan PT PLN untuk memberikan sambungan listrik gratis kepada 1.000 rumah milik keluarga kurang mampu di daerah tiu," tegasnya.
Kebijakan itu diambil sebagai bentuk keberpihakan pemerintah daerah kepada masyarakat yang berekonomi lemah.
Masyarakat harus diberi pelayanan dalam berbagai hal, dan ini menjadi tugas pemerintah daerah untuk mendorong mendapatkan penerangan yang memadai.
Hendrajoni program sambungan gratis ini akan dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga semua masyarakat yang berekonomi lemah di Pesisir Selatan beberapa tahun ke depan bisa menikmati listrik.
Melalui program sambungan listrik gratis mudah-mudahan ketimpangan antara masyarakat yang berekonomi kuat dengan ekonomi lemah tidak makin terlihat.
Sasaran untuk program sambungan listrik itu, kata dia, tentu ada skala prioritas rumah penduduk yang tidak layak tetapi sudah direhabilitasi.
Pada 2018 sebanyak 1.700 unit rumah tidak layak telah direhabilitasi menjadi layak, tapi di antara rumah tersebut ada yang belum teraliri jaringan listrik.
"Rumah yang belum masuk listrik kalau dipasang, maka pemiliknya bersemangat lagi dalam memperbaiki ekonominya. Hadirnya usaha baru. Angka kemiskinan di daerah makin berkurang," katanya.
Kehadiran pemerintah daerah sebagai penyambung pelayanan dari pemerintah pusat kepada masyarakat.
Jadi, kata mantan polisi itu, tak ada pilihan pelayanan untuk masyarakat hal yang utama. Dana yang dikelola aparatur pemerintah adalah untuk kepentingan masyarakat secara luas.
Tidak hanya bersinergis dengan PLN, tapi Hendrajoni juga telah melakukan pemetaan potensi energi di daerah. Karenanya memanfaatkan potensi yang, pihak Pemkab Pesisir Selatan menggandeng pihak swasta untuk berinvestasi.
Salah satu perusahaan yang sudah memulai rencana adalah PT. Dempo Sumber Energi yang akan menginvestasikan senilai Rp270 miliar untuk bangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) desa adat Palangai Gadang.
Dari investasi akan dibangun dua PLTMH yang masing-masingnya akan bisa menghasilkan listrik 9,8 megawatt dan 3,6 megawatt.
Oleh karenanya setiap persoalan yang dihadapi masyarakat harus ada jawaban solusi meski tidak bisa dalam waktu bersamaan.
Selama ada kemauan untuk mengubah keadaan yang dihadapi masyarakat, maka akan ada jalan dan terpenting aparatur tidak minta dilayani. (*)