Peringatan Hari Anak Indonesia, LP2M: stop pernikahan usia anak

id pernikahan dini

Peringatan Hari Anak Indonesia, LP2M: stop pernikahan usia anak

Kampanye tolak pernikahan anak di Padang. Antara Sumbar/stimewa.

Padang, (Antaranews Sumbar) - Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Sumatera Barat mengampanyekan stop pernikahan usia anak karena merupakan pintu masuk terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Sudah saatnya pernikahan usia anak dihentikan agar hak anak terpenuhi seperti pendidikan dan bisa hidup nyaman," kata Direktur Eksekutif LP2M Ramadhaniati di Padang, Senin dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional.

Menurut dia saat ini fenomena pernikahan usia anak makin hari makin meningkat untuk level dunia, Indonesia menduduki posisi ke-37.

"Sementara di tingkat ASEAN, Indonesia menempati posisi kedua di bawah Kamboja," ujarnya.

Berdasarkan hasil penelitian BKKBN, data 2010-2015, pernikahan usia anak di Sumbar berjumlah 6.083 pasangan.

Dari data BPS Sumbar 2016 yang mengambil sampel 10.200 rumah tangga, hasilnya 10,22 persen pasangan menikah pada usia anak atau di bawah 18 tahun, kata dia.

“Artinya , 1 dari 4 anak menikah di bawah usia 18 tahun dan 1 dari 10 remaja usia 15-19 tahun itu telah melahirkan atau sedang hamil pertama,” lanjut dia.

Ia menilai pernikahan usia anak, berdampak secara sosial karena hak mendapatkan pendidikan sudah putus, kesempatan bekerja atau mengembangkan diri juga sudah pupus sehingga berpotensi meningkatkan kemiskinan.

“Dampaknya juga soal kontribusi kematian ibu dan bayi, dikarenakan alat reproduksi belum kuat,” katanya.

Di samping itu, pernikahan usia anak menurut Ramadhaniati, rentan kekerasan dan cerai.

“Akhirnya mereka tidak bisa mengembangkan dirinya, termasuk enggan ikut dalam kegiatan sosial, ekonomi rumah tangga cenderung tidak mapan,” ujarnya.

Ia menekankan perlunya menghentikan pernikahan usia anak untuk meningkatkan harapan hidup bagi ibu dan bayi

"Kemudian memastikan hak atas kesehatan reproduksi anak perempuan, meningkatkan kesempatan mengakses pendidikan meningkatkan kemampuan anak perempuan untuk menjadi ibu yang berkualitas,” ujarnya.

Sementara Koordinator Advokasi Forum Anak Kota Padang Nadya Aras, memandang pencegahan dan sosialisasi dampak pernikahan usia anak mesti terus digalakkan.

Menurutnya, pernikahan usia anak banyak dampak negatif antara lain, tidak siap secara reproduksi. Lalu, aspek ekonomi belum mapan.

“Mutu pendidikan masih rendah, sehingga terancam masa depan,” katanya. (*)