Jejaring Sumatera terang desak pemerintah evaluasi proyek PLTU

id PLTU

Jejaring Sumatera terang desak pemerintah evaluasi proyek PLTU

PLTU. (Antara)

Proyek yang terlalu dipaksakan sangat patut dicurigai praktik korupsinya, seperti proyek PLTU Riau yang sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi,
Bengkulu, (Antaranews Sumatera) - Sebanyak 13 lembaga non-pemerintah dan sejumlah individu tergabung dalam Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih mendesak pemerintah evaluasi semua proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara karena proyek-proyek tersebut dinilai terlalu dipaksakan.

"Proyek yang terlalu dipaksakan sangat patut dicurigai praktik korupsinya, seperti proyek PLTU Riau yang sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Anggota Jejaring Sumatera untuk Energi Bersih, Ali Akbar di Bengkulu, Senin.

Menurut Ketua Kanopi Bengkulu ini, Pulau Sumatera dan daerah lain di Indonesia tidak membutuhkan PLTU berbahan bakar batu bara sebagai sumber energi. Sebab, kondisi saat ini, khususnya di Sumatera, jumlah daya yang tersedia sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri.

Berdasarkan data Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027 menyebutkan daya listrik yang tersedia di Pulau Sumatera sebanyak 8.000 Megawatt (MW) denga daya terpakai sebesar 5.500 MW.

Dengan kata lain, saat ini Sumatera mengalami kelebihan daya listrik atau surplus sebesar 2.500 MW. Lalu, dengan kondisi surplus daya tersebut, pemerintah akan menambah lebih 7.000 MW listrik yang bersumber dari batu bara.

Salah satu proyek yang masuk dalam target penambahan daya baru yang bersumber dari batu bara adalah PLTU Riau-1 yang tengah diusut KPK.

Dalam kasus ini KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih menjadi tersangka karena diduga menerima suap sebesar Rp4,8 miliar.

Eni ditangkap bersama Johannes B Kotjo, salah satu pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited yang merupakan kontraktor PLTU Riau I. Uang Rp4,8 miliar diduga merupakan bagian dari komitmen fee sebesar 2,5 persen atas proyek tersebut.

Anggota jejaring lainnya, Aditia Bagus Santoso yang merupakan Direktur LBH Pekanbaru juga mencurigai proyek PLTU Riau-1 dan Riau-2 yang terlalu dipaksakan.

"Narasi yang dibangun adalah proyek ini untuk kesejahteraan rakyat tapi faktanya Sumatera surplus listrik dan yang dibutuhkan adalah pembangunan jaringan untuk konektivitas Sumatera,"katanya.

Bagus juga menyoroti proyek pembangkit listrik berbahan batu bara yang mengancam lingkungan dan kesehatan manusia. Apalagi batu bara merupakan industri destruktif yang merusak lingkungan, menyisakan lubang tambang, air dan udara tercemar yang memicu penyakit mematikan.

Karena itu, anggota jejaring mendesak pemerintah untuk segera meninggalkan energi kotor batu bara dan berpindah ke energi bersih berkelanjutan seperti pembangkit listrik tenaga bayu atau angin di Sulawesi Selatan.(*)