Pekanbaru, (Antaranews Sumbar) - Lembaga Bundo Kanduang, Provinsi Sumatera Barat, telah menerbitkan buku sebanyak 206 buah yang berisi tentang pakaian adat dan tradisi perempuan Minangkabau.
"Setiap perempuan Minangkabau dalam menggunakan pakaian adat perlu mengacu pada buku tersebut agar bisa melihat tradisi aslinya sesuai dengan estetika, dan akhlak secara Islam sehingga tidak berubah-ubah," kata Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat, Prof. Dr. Ir Puti Reno Raudhah Thaib yang dihubungi dari Pekanbaru, Selasa.
Menurut dia, sebanyak 206 buku tentang tradisi berpakaian perempuan Minangkabau, Sumatera Barat yang telah diterbitkan tersebut bagian dari 600 macam atau jenis pakaian adat dan tradisi perempuan Minangkabau, tentunya secara bertahap akan diterbitkan seluruhnya.
Ia mengatakan, buku tersebut sudah diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Riau, namun belum dijual bebas akan tetapi yang ingin mendapatkan informasi tentang pakaian adat perempuan Minang tersebut bisa mendapatkannya dari Lembaga Bundo Kanduang Sumbar.
"Sebanyak 600 jenis pakaian adat dan tradisi perempuan Minangkabau tersebut tidak ada yang buruk, tidak satupun aurat perempuan yang terlihat, semuanya tertutup mulai dari leher, dada, dan perut, hingga kaki semuanya tertutup dengan baju yang bernilai estetika tinggi sesuai ajaran Islam, namun masih tetap indah dipandang, seperti pakaian pengantin Minangkabau yang dilengkapi dengan Suntiang itu," katanya.
Akan tetapi, katanya, beda dengan suntiang yang dikenakan Sophia Latjuba yang terlibat sebagai model catwalk dalam Indonesia Fashion Week 2018 pada Kamis (29/3) di Jakarta mengenakan satu busana karya perancang Anne Avantie.
Penggunaan Suntiang dan busana dikenakan Sophia Latjuba, katanya, jelas tidak tepat terkesan melecehkan budaya Minangkabau, karena konsep berpakaian yang dibuat Anne Avantie dipisahkan dari konsep estetika dan akhlak, sebagian besar busananya "bertelanjang" dan orang Minang Islam tidak boleh seperti itu.
"Konsep pakaian adat Minang sudah dilanggar oleh Anne Avantie, masyarakat Minang tentu merasa terhina dan dilecehkan, sebab Sunting merupakan tradisi yang sudah sesuai dengan kearifan lokal Minangkabar yang populer dengan filosofinya "Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah", sehingga tradisi ini tidak bisa sembarang mendapatkan sentuhan modifikasi," katanya.
Namun demikian, katanya lagi, masyarakat Minangkabau tidak anti modifikasi, akan tetapi jangan sampai pakaian adat pengantin Minang , atau pakaian Datuak yang dimodifikasi, karena fungsi dan statusnya akan berubah.
Oleh karena itu, untuk pemakaian Suntiang yang tidak selaras dengan tradisi Minangkabau tersebut, sudah seharusnya Anne Avantie meminta maaf pada Lembaga Bundo Kanduang dan seluruh masyarakat Minangkabau bukan hanya paguyuban Minang di Jakarta saja. (*)