Denpasar, (Antaranews Sumbar) - Kasus kekerasan terhadap perempuan dalam politik diprediksikan akan meningkat dibanding tahun pilkada 2017 karena dianggap berpeluang mendulang suara dan memenangkan pilkada. "Kasus kekerasan terhadap perempuan dalam politik sangat mungkin terjadi kembali dalam Pilkada 2018," kata Komisioner Komnas Perempuan, Masruchan pada acara Peringatan Hari Perempuan Internasional di Wantilan DPRD Provinsi Bali, Kamis. Menurut dia, temuan kasus kekerasan terhadap perempuan dalam politik yang terjadi di DKI Jakarta seperti ancaman pemerkosaan jika tidak memilih calon tertentu dan ancaman jenazah perempuan tidak dishalatkan jika tidak memilih calon tertentu. "Temuan kasus itu akan diadopsi di daerah lain karena dinilai sukses mendulang suara," ujarnya.
Dia menilai, semua daerah di Indonesia saat ini mungkin dan rawan terjadi kekerasan perempuan dalam politik. "Sarana yang digunakan adalah cybercrime atau kejahatan dunia maya," ujarnya. Dengan demikian, pihaknya meminta KPU dan Bawaslu untuk lebih meningkatkan pengawasan dalam Pilkada 2018 agar kejadian di tahun 2017 tidak teruang kembali. Sementara itu, Direktur Bali Sruti, Luh Riniti Rahayu meminta semua perempuan menggunakan hak pilihknya agar ikut serta membangun bangsa dan negara. "Mari sukseskan Pilkada 2018 dengan datang ke TPS menggunakan hak pilihnya sesuai hati nurani," ujarnya. Dia juga meminta kepada perempuan di Pulau Dewata untuk lebih mempelajari rekam jejak calon kepala daerah dan gunakan hak pilih pada saat pemilihan umum sehingga bisa menghasilkan pemimpin sesuai harapan rakyat.
|
Dinilai bisa mendulang suara, kekerasan perempuan dalam politik menjadi ancaman
Temuan kasus itu akan diadopsi di daerah lain karena dinilai sukses mendulang suara