Menggali Rasa Bahasa lewat Lomba Pantun HPN 2018

id #HPN #Pantun #PWI #Pemprov Sumbar

Menggali Rasa Bahasa lewat Lomba Pantun HPN 2018

Jumpa Pers terkait kegiatan lomba pantun spontan yang merupakan rangkaian HPN 2018 (ist)

Pantun merupakan salah satu produk dari kebudayaan masyarakat Melayu, termasuk etnis Minangkabau. Pada perkembangannya, pantun yang awalnya sebuah tradisi lisan, berkembang sangat pesat, termasuk pada tradisi tulis.

Hal itu terutama ketika bahasa Melayu digunakan menjadi dasar untuk membentuk bahasa persatuan, yang kemudian dikenal dengan nama Bahasa Indonesia.

Karya sastra para pujangga lama dalam kesusastraan Indonesia, banyak menggunakan pantun sebagai media penyampaian pesan, hingga penyebarannya semakin luas.

Namun seiring berjalannya waktu, gaya berbahasa masyarakat baik dalam keseharian maupun karya sastra juga bergeser. Pantun tidak lagi menjadi unsur utama dan perannya makin lama makin pudar.

Pantun seolah menjadi terasing di tengah kebudayaan yang melahirkannya. Ia kemudian hanya ditemukan dalam bab-bab khusus dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Juga pada acara-acara adat yang masih berpegang pada tradisi lama.

Hal itu juga terjadi di Sumatera Barat (Minangkabau). Pantun hanya ditemukan dalam prosesi adat dan rangkaian prosesi pernikahan. Sementara dalam percakapan sehari-hari, pantun sudah mulai langka, digantikan frasa-frasa bahasa asing yang tidak berkejelasan seperti "kids jaman now,".

Hal itu mengundang keprihatinan dari berbagai pihak, salah satunya Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Secara konsisten, orang nomor satu di Sumbar itu berupaya untuk mengajak kembali masyarakat Minang untuk berpantun.

Ajakan itu tidak hanya menjadi "pemanis kata" dalam pidato, tetapi langsung dipraktekkan setiap kali memberikan sambutan pada berbagai acara yang dihadirinya.

Secara spontan, Irwan membuat pantun yang berkaitan dengan acara yang dihadiri. Praktis, semua pantun yang ditulis berbeda-beda sesuai situasi, tamu yang datang dan acara yang dihadiri.

"Kebiasaan ini saya mulai sejak pidato pertama usai dilantik sebagai Gubernur Sumbar pada periode kedua, sejak itu saya bertekad harus berpantun setiap menyampaikan sambutan," ujarnya.

Dalam membawakan pantun yang akan disampaikan tersebut Irwan membaginya menjadi lima bagian pada setiap sambutannya.

Ia menceritakan pertama biasanya salam sekitar dua pantun, lalu penghormatan kepada tokoh yang hadir pada acara dua pantun dilanjutkan dengan pengantar pesan yang akan disampaikan, tentang isi acara dan ditutup dengan pantun penutup.

"Saya akan selang seling, sampaikan pesan dulu kemudian pantun, lanjutkan lagi topik baru lalu pantun lagi," katanya.

Untuk menyiapkan pantun yang akan disampaikan Irwan biasanya sudah mulai mengetik lewat telepon comunicator yang dimilikinya saat dalam kendaraan menuju lokasi acara.

"Biasanya kan sudah tahu acaranya apa, jadi sudah disiapkan beberapa pantun terkait dengan acara yang dihadiri," ujarnya.

Kemudian tiba di lokasi acara Irwan akan mengamati siapa saja yang hadir, apa saja sambutan yang disampaikan oleh pengisi acara maka ia akan menjadikan pengamatan tersebut sebagai bahan pantun.

"Jadi setiap acara selalu pantun baru yang saya buat, kini jumlahnya sudah mencapai 8.000 pantun dan rencananya akan diterbitkan dalam bentuk buku," katanya.

Ia mengaku sekarang tidak sulit untuk membuat pantun dan ini didukung oleh kebiasaan suka menulis selama ini sehingga lebih sistematis.

Kepiawaian Irwan tersebut membuahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai kepala daerah yang menciptakan pantun terbanyak. Perwakilan MURI menyebutkan rekor itu bukan rekor nasional, tetapi rekor dunia. Saat rekor itu diberikan Irwan Prayitno baru membukukan 18 ribu pantun dalam enam buku. Jumlah itu sudah jauh lebih banyak saat ini.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga telah menerbitkan sertifikat hak cipta untuk enam buku berisi 18 ribu pantun karya Irwan Prayitno tersebut.

Ia berharap lewat kebiasaan itu, masyarakat Sumbar kembali menjadikan pantun sebagai kebanggaan dan digunakan dalam keseharian.

Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Taufik Effendi menangkap keinginan itu yang diterjemahkannya dalam lomba pantun spontan untuk wartawan dan siswa SLTA untuk memeriahkan Hari Pers Nasional (HPN) 2018 dengan total hadiah Rp50 juta untuk 12 pemenang dari dua kategori.

"Sumbar memiliki kekuatan dalam budaya berpantun. Ini menjadi salah satu pendorong untuk menggelar lomba, selain untuk memeriahkan HPN 2018," katanya.

Menurutnya lomba pantun itu juga akan melibatkan siswa SMA/SMK di Sumbar. Pelibatan generasi muda bertujuan untuk "membumikan" kembali pantun di Ranah Minang.

Selain itu kemampuan bahasa insan pers juga bisa diasah dalam lomba pantun tersebut. Wartawan yang kemampuan menulisnya tidak perlu diragukan lagi, ditantang untuk bisa mencoba pantun yang berakar pada tradisi lisan.

Kemampuan retorika dan berfikir cepat menjalin kata menjadi lirik yang berirama akan menjadi tantangan tersendiri bagi wartawan.

Sebelumnya lomba yang sama tingkat SMA pernah digelar beberapa waktu lalu, sebanyak 800 orang peserta yang mengirimkan pantun dengan jumlahnya mencapai 12 ribu pantun dalam waktu dua minggu.

Hal itu diharapkan juga akan terjadi pada saat festival pantun spontan yang dilaksanakan dalam rangka HPN yang juga diikuti para wartawan se-Indonesia.

Untuk mengikuti lomba pantun tersebut, peserta dapat mengirimkan 10 pantun karya sendiri ke email panitia, dinas_kebudayaan@sumbarprov.go.id. Seleksi awal akan dilaksanakan mulai tanggal 15 Desember 2017 hingga 15 Januari 2018.***