"Matahari Kembar" Membuat Demokrat Sulit Atasi Persoalan

id "Matahari Kembar" Membuat Demokrat Sulit Atasi Persoalan

"Matahari Kembar" Membuat Demokrat Sulit Atasi Persoalan

Partai Demokrat. (Antara)

Jakarta, (Antara) - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Padang Saldi Isra menilai Partai Demokrat akan sulit mengatasi persoalan yang dihadapinya saat ini karena adanya fenomena dua "matahari kembar". "Adanya dua 'matahari kembar' membuat Partai Demokrat akan tetap sulit keluar dari persoalan yang dihadapinya," kata Saldi Isra paa diskusi "Polemik: Tsunami Demokrat" di Jakarta, Sabtu. Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa dan pengamat politik Hanta Yudha. Dua "matahari kembar" yang dimaksud Saldi Isra adalah kepemimpinan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono serta Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Saldi menjelaskan, mencermati persoalan Partai Demokrat dari pendekatan Anas Urbaningrum, jika KPK menetapkan status hukum Anas sebagai tersangka, maka fenomena "matahari kembar" akan segera berakhir. "Sebaliknya, jika KPK tidak menetapkan status hukum Anas Urbaningrum sebagai tersangka, maka fenomena 'matahari kembar' ini justru akan semakin menguat, yang konsekuensinya persoalan Partai Demokrat akan semakin sulit," katanya. Ia menambahkan, jika rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang akan diselenggarakan Partai Demokrat di Jakarta, Minggu (17/2), sasarannya untuk melakukan pergantian ketua umum, maka Partai Demokrat akan semakin sulit. "Karena hingga saat ini belum ada penatapan status hukum terhadap Anas," katanya. Staf pengajar pascasarjana di Universitas Andalas ini menilai, persoalan yang menguat di Partai Demokrat saat ini karena adanya dua matahari kembar yang masing-masing memiliki pendukung loyalis. Adanya dua "matahari kembar" di Partai Demokrat ini, menurut dia, menyebabkan munculnya tarik menarik kekuasaan antara Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Anas Urbaningrum. "Ini merupakan risiko partai politik yang mendesain pada ketua majelis tinggi dan ketua umum," katanya. Pada kesempatan tersebut, Saldi Isra membandingkan antara Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi internal partai. Menurut dia, di internal PKS juga ada sistem "matahari kembar" antara ketua majelis syuro dan presiden partai. Namun ketika terjadi persoalan yang dihadapi Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, Ketua Majelis Syuro PKS KH Hilmi Aminuddin, tidak bertindak sebagai eksekutif partai tapi mengajak seluruh anggota majelis syuro bermusyawarah. "Praktiknya eksekutif partai di PKS ada di majelis syuro. Di Partai Demokrat ketua majelis tinggi dan ketua umum sama-sama kuat," katanya. Saldi mengingatkan, untuk mengakhiri persoalan di Partai Demokrat maka salah satu matahari harus "dipadamkan", tapi hal ini sulit dilakukan. Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa menegaskan, tidak ada dua "matahari kembar" di Partai Demokrat. Menurut dia, adanya dua tokoh sentral yang muncul, yakni Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyo dan Ketua Umum Anas Urbaningrum, karena kader Partai Demokrat masih membutuhkan sosok Susilo Bambang Yudhoyono. "Kami harus mengakui, Partai Demokrat bisa mengantarkan Pak Yudhoyono menjadi Presiden pada 2004 dan 2009 serta memenangkan Pemilu 2009 karena ketokohan beliau," katanya. Menurut Saan, seluruh kader Partai Demokrat mengakui ketokohan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun karena Yudhoyono yang sudah dua kali menjadi presiden dan tidak mungkin dipilih lagi pada Pemilu 2014, kata dia, Partai Demokrat melakukan transformasi dari ketokohannya. (*/jno)

Pewarta :
Editor: Antara Sumbar
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.