Sarilamak, (Antara Sumbar) - Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat menyosialisasikan larangan pemotongan hewan betina produktif untuk dijadikan kurban saat Idul Adha 1438 Hijriah.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan setempat, Priyadi Budiman di Sarilamak, Senin, mengatakan pelarangan pemotongan hewan betina produktif sudah disampaikan ke masyarakat melalui surat edaran bupati dan MUI.
Ia menjelaskan pihaknya sengaja menggandeng MUI guna melakukan pendekatan secara keagamaan, agar masyarakat tidak melakukan pemotongan sapi betina produktif.
Larangan pemotongan hewan betina produktif dikarenakan dapat menurunkan populasi ternak tersebut.
"Kami melarang penyembelihan hewan betina produktif dalam rangka meningkatkan populasi, jika betina produtif dibiarkan dipotong, dikhawatirkan populasi semakin berkurang," kata dia.
Menurutnya larangan pemotongan hewan produktif tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009.
Aturan tersebut melarang menyembelih ternak rumanansia kecil betina produktif atau ternak rumanansia besar betina produktif, kecuali untuk penelitian, pengendalian, dan penanggulangan penyakit, ketentuan agama, adat istiadat, serta untuk pengakhiran penderitaan hewan.
Larangan pemotongan tidak berlaku jika hewan itu berumur lebih dari delapan tahun atau sudah beranak lebih dari lima kali, atau bisa juga karena hewan itu tidak produktif (majir).
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tersebut tidak hanya mengatur tentang larangan memotong sapi betina produktif, tetapi juga sanksi bagi yang melanggar.
Priadi menambahkan saat ini populasi sapi di Kabupaten Limapuluh Kota 34.000 ekor, dengan jenis antara lain Simental, Peranakan Ongole, dan Persilangan Simental.
Sementara rata-rata kelahiran sapi setiap tahunnya berkisar 9.000 ekor, namun pertambahan jumlah sapi hanya sekitar 2.500 ekor pertahun, hal itu disebabkan sebagian besar sapi yang lahir itu dijual ke luar daerah.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar Erinaldi mengingatkan pengurus masjid dan mushala untuk memastikan kesehatan hewan qurban yang dibeli dengan meminta Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) pada penjual.
"SKKH adalah bukti hewan tersebut sudah diperiksa kesehatannya. Tanpa surat itu, jangan terima hewan qurbannya," kata dia.
Menurutnya kesehatan hewan qurban harus menjadi perhatian serius, karena dagingnya akan dikonsumsi oleh masyarakat. Jangan sampai daging tersebut membawa bibit penyakit yang berbahaya bagi kesehatan.
Namun, ia menginformasikan saat ini tidak ada penyakit hewan yang mengkhawatirkan. Penyakit jembrana yang sebelumnya pernah menyangkiti sapi Bali di pesisir Barat Sumbar pada Januari 2017, juga sudah berhasil diatasi.
Meski demikian, untuk memastikan dan memantau lalu lintas ternak terutama jelang Idul Adha, Dinas Peternakan Sumbar mempersiapkan 250 tim kesehatan hewan yang tersebar di seluruh Kabupaten dan Kota. Tim itu terdiri dari 76 dokter hewan dan 174 tim paramedis hewan. (*)
Berita Terkait
Wakil Ketua DPRD Sumbar tampung aspirasi masyarakat Koto Tangah
Rabu, 30 Oktober 2024 9:01 Wib
TKN sebut Prabowo-Gibran serius wujudkan makan siang dan susu gratis
Sabtu, 17 Februari 2024 11:41 Wib
Pakar nilai Budiman Sudjatmiko keliru tanggapi koalisi Anies-Ganjar
Selasa, 16 Januari 2024 14:25 Wib
Wawancara khusus Budiman Sudjatmiko
Kamis, 28 Desember 2023 18:08 Wib
TKN: Prabowo-Gibran fokus pengembangan sumber daya manusia
Rabu, 20 Desember 2023 20:56 Wib
Budiman Sudjatmiko sebut Prabowo mesti izin ke Megawati terkait Gibran
Rabu, 18 Oktober 2023 7:43 Wib
Hasto Kristiyanto: Sanksi terhadap Budiman diumumkan Senin
Minggu, 20 Agustus 2023 14:17 Wib
Budiman Swalayan siapkan dua mobil dan lima motor bagi konsumen loyal
Senin, 20 Maret 2023 20:57 Wib