RUU Terorisme Diharapkan Tidak Kesampingkan HAM

id Akbar Faizal

RUU Terorisme Diharapkan Tidak Kesampingkan HAM

Anggota Komisi III DPR, Akbar Faizal. (Antara)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Terorisme dalam berbagai aspeknya termasuk soal penyadapan diharapkan tidak mengesampingkan nilai-nilai universal sesuai prinsip hak asasi manusia (HAM).

Anggota Komisi III DPR Akbar Faizal dalam rilis di Jakarta, Senin mengemukakan soal penyadapan yang diatur dalam RUU itu diharapkan tidak mengesampingkan HAM dan negara juga perlu melindungi hak orang yang menjadi korban.

Politikus Nasdem itu mengungkapkan, salah satu poin yang alot dibahas dalam pembuatan RUU tersebut adalah terkait dengan penyadapan yang harus mendapatkan persetujuan hakim pengadilan negeri apabila sudah ada dua alat bukti.

Salah satu hal yang menjadi perdebatan panjang, ungkapnya, adalah bagaimana caranya hakim yang dimintai persetujuan bisa mengetahui mengenai dua alat bukti yang dimiliki oleh para penyidik.

Sebelumnya, Panitia Khusus Revisi UU Terorisme menyepakati penyadapan terhadap terduga teroris bisa dilakukan terlebih dahulu sebelum ketua pengadilan negeri memberikan izin namun harus ada sejumlah poin yang terpenuhi.

"Kami memahami sebenarnya izin dahulu, baru disadap. Namun, di lapangan ada hal-hal yang sangat luar biasa sehingga kalau menunggu izin, maka situasi bisa berubah," kata Ketua Pansus Terorisme DPR M Syafi'i.

Dia mengatakan, aturan mengenai penyadapan tanpa perlu izin pengadilan, diatur dalam Pasal 31A, dan diawalnya terdapat frasa "dalam keadaan mendesak" yang mengacu kepada RUU KUHAP yaitu bahaya maut atau luka fisik yang serius dan mendesak, pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap keamanan negara, dan pemufakatan jahat yang merupakan karakteristik tindak pidana terorganisasi.

Sedangkan, tokoh kebangsaan Franz Magnis Suseno mengatakan terorisme sekarang ini telah menjadi puncak dari segala ancaman keamanan dalam kehidupan bangsa Indonesia yang dilandasi Bhinneka Tunggal Ika.

"Jadi, terorisme harus langsung ditumpas saat masih kecil, jangan dibiarkan sampai besar," kata Magnis.

Namun, menurut Magnis, bukan berarti setiap pelaku teror harus dieksekusi mati. Pelaku teror yang tertangkap tetap harus diperlakukan secara manusiawi dan diproses hukum.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan ancaman radikalisme dan terorisme sulit dideteksi sehingga setiap pihak harus mencermati segala perkembangan dinamika dan meningkatkan kewaspadaan.

"Ancaman bangsa ini yakni masalah radikalisme dan terorisme yang memporak-porandakan kehidupan berbangsa kita, sudah tidak bisa kita deteksi dengan baik, siapa kawan dan lawan sulit dilihat dengan jelas," kata Tjahjo.

Untuk mengantisipasi teror yang terjadi, Mendagri Tjahjo Kumolo mengusulkan Polri kembali menggalakkan kegiatan siskamling warga.(*)